
Harga Emas Bisa Tembus Langit Pekan Ini Tapi Ada 3 Syaratnya

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga emas terus melaju dan berusaha kembali ke rekor tertingginya. Harga emas menguat karena data inflasi mempertahankan spekulasi penurunan suku bunga bank sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve (The Fed)
Pada perdagangan hari ini Senin (29/9/2025) hingga pukul 05.12 WIB, harga emas dunia di pasar spot melemah 0,18% di posisi US$3.766,39 per troy ons.
Sementara pada perdagangan sebelumnya Jumat (26/9/2025), harga emas dunia naik 0,29% di level US$3.759,64 per troy ons.
Harga emas menguat pada perdagangan Jumat setelah data inflasi AS sesuai dengan ekspektasi, memperkuat spekulasi bahwa The Fed akan melanjutkan pemangkasan suku bunga akhir tahun ini.
"Data PCE bulanan sesuai, meskipun pendapatan dan pengeluaran pribadi hanya sepersepuluh di atas ekspektasi. Tidak ada dari data ini yang akan menghalangi The Fed untuk melanjutkan pemangkasan suku bunga secara hati-hati pada pertemuan bulan Oktober," ujar Tai Wong, seorang pedagang logam independen, kepada Reuters.
Data menunjukkan bahwa indeks harga Pengeluaran Konsumsi Pribadi (PCE) AS naik 2,7% secara tahunan (yoy) pada bulan Agustus, sejalan dengan ekspektasi para ekonom dalam jajak pendapat Reuters.
Menurut CME FedWatch Tool mengatakan investor kini memperkirakan probabilitas penurunan suku bunga sebesar 88% pada bulan Oktober dan peluang penurunan suku bunga sebesar 65% pada bulan Desember.
Pasar juga akan mencermati pernyataan dari Presiden Fed Richmond, Thomas Barkin, dan Wakil Ketua Fed, Michelle Bowman, di kemudian hari untuk mendapatkan petunjuk mengenai sikap Fed.
Emas, aset safe haven tradisional, biasanya diuntungkan oleh suku bunga yang lebih rendah.
Di bidang perdagangan, Presiden Donald Trump mengumumkan putaran tarif baru untuk obat-obatan, truk, dan furnitur impor, yang berlaku efektif 1 Oktober.
Kemana Arah Emas Selanjutnya?
Dalam jangka pendek, prospek harga emas cenderung netral ke bullish. Namun, kenaikan harga emas pada pekan ini akan tergantung pada tiga hal yakni pernyataan pejabat The Fe serta, geopolitik data tenaga kerja AS.
Senin (29/9), Gubernur The Fed Christopher J. Waller dijadwalkan menyampaikan pidato pada pukul 07.30 pagi waktu setempat dalam ajang Sibos 2025 Conference di Frankfurt, Jerman. Topik utama yang dibawakan adalah sistem pembayaran (payments), sebuah isu yang semakin krusial di tengah perkembangan digitalisasi keuangan global.
Selasa (30/9), giliran Wakil Ketua The Fed, Philip N. Jefferson, yang akan berpidato pukul 06.00 pagi di Bank of Finland International Monetary Policy Conference di Helsinki, Finlandia. Jefferson akan membahas kerangka kebijakan moneter dan prospek ekonomi AS, sebuah topik yang dipandang pasar sebagai kunci untuk membaca kemungkinan arah suku bunga The Fed ke depan.
Investor global diperkirakan akan mencermati setiap kata dari Waller dan Jefferson, terutama untuk mencari petunjuk apakah The Fed akan melanjutkan kebijakan ketat atau mulai memberi sinyal pelonggaran suku bunga di tengah tanda-tanda moderasi inflasi dan melambatnya pasar tenaga kerja AS.
Amerika Serikat (AS) akan mengumumkan beberapa data tenaga kerja pada pekan ini.
Laporan JOLTS (Job Openings and Labor Turnover Survey) Amerika Serikat (AS) periode Agustus 2025, akan dirilis pada Selasa (30/9/2025), data pengangguran September dan non-farm payroll Agustus di Jumat (3/10/2025).
Sebelumnya, lowongan pekerjaan di AS turun pada bulan Juli ke level terendah dalam 10 bulan, menambah data lain yang menunjukkan minat terhadap pekerja secara bertahap menurun di tengah meningkatnya ketidakpastian kebijakan.
Jika tenaga kerja AS memburuk maka peluang pemangkasan suku bunga akan lebih besar dan ini akan menguntungkan emas.
Harga emas berpeluang menuju US$3879 per troy ons, terutama jika spekulasi penurunan suku bunga bertahan atau menguat, menurut James Hyerczyk, seorang analis teknikal dan pendidik berpengalaman yang berbasis di AS.
Namun, jika imbal hasil atau dolar kembali menguat, harga emas bisa kembali melemah ke US$3.709 per troy ons atau bahkan menguji level terendah minor tersebut. Data tenaga kerja minggu depan bisa menjadi katalisnya.
Sementara itu, UBS menaikkan proyeksi harga emasnya pada hari Jumat sebesar US$300 menjadi US$3.800 per troy ons pada akhir 2025, dan sebesar US$200 menjadi US$3.900 per troy ons pada pertengahan 2026, dengan alasan pelonggaran kebijakan The Fed yang diantisipasi dan pelemahan dolar AS terkait dengan penurunan suku bunga dan risiko geopolitik.
Bank Swiss tersebut juga merevisi estimasi kepemilikan emas di Exchange-Traded Fund (ETF), memproyeksikan level tersebut akan melebihi 3.900 metrik ton pada akhir 2025, mendekati rekor sebelumnya sebesar 3.915 ton yang ditetapkan pada Oktober 2020.
"Kami mempertahankan pandangan yang menarik terhadap emas dan tetap memegang posisi long logam mulia ini dalam alokasi aset global kami. Selain itu, analisis kami menunjukkan alokasi persentase satu digit menengah untuk emas adalah optimal," menurut catatan UBS.
Selain pidato The Fed dan data tenaga kerja, bank tersebut menyoroti kekhawatiran geopolitik dan perbedaan kebijakan antara pemerintah AS dan The Fed sebagai faktor utama yang meningkatkan daya tarik emas, bersama dengan sikap Presiden AS Donald Trump yang mendukung suku bunga yang lebih rendah.
UBS memperkirakan pembelian emas oleh bank sentral akan tetap kuat di kisaran 900 hingga 950 ton tahun ini, atau sedikit di bawah pembelian yang mendekati rekor tahun lalu, yaitu di atas 1.000 ton.
"Risiko utama bagi emas adalah jika The Fed terpaksa menaikkan suku bunga karena kejutan kenaikan terkait inflasi," tambah UBS.
Sementara itu, Commerzbank telah menaikkan proyeksi harga emasnya menjadi US$3.800 per troy ons pada akhir tahun 2026, naik dari proyeksi sebelumnya sebesar US$3.600 per troy ons.
Bank tersebut kini memperkirakan The Fed akan memangkas suku bunga sebesar total 200 basis poin pada akhir tahun depan, 50 basis poin lebih banyak dari yang diasumsikan sebelumnya.
Emas batangan yang tidak memberikan imbal hasil, sering dianggap sebagai aset safe haven selama periode ketidakpastian ekonomi dan geopolitik dan diketahui berkinerja baik dalam lingkungan suku bunga rendah.
