Ini Daftar Terbaru Bunga Deposito Dolar di BNI, BRI & Mandiri

Susi Setiawati, CNBC Indonesia
26 September 2025 10:35
warga RI yang terus memburu dolar Ini simpanan Valas Warga RI
Foto: Infografis/warga RI yang terus memburu dolar Ini simpanan Valas Warga RI/Aristya Rahadian

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank pelat merah kompak menaikkan suku bunga deposito valuta asing (valas) dolar Amerika Serikat ke level 4% yang akan berlaku pada 5 November 2025.

Deposito valas merupakan simpanan berjangka dalam mata uang asing seperti USD, EUR, SGD, AUD, dan lainnya. Hal ini cocok untuk nasabah yang memiliki kebutuhan atau pendapatan dalam mata uang asing. Dan mengurangi risiko pelemahan Rupiah karena nilai simpanan mengikuti kurs valas.

Menyimpan dana dalam berbagai mata uang dapat melindungi kekayaan dari fluktuasi ekonomi domestik. Dana bisa langsung digunakan untuk transaksi internasional tanpa perlu menukar Rupiah.

Sama seperti deposito Rupiah, deposito valas juga dijamin Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dan memiliki bunga tetap.

Direktur Utama BRI Hery Gunardi mengatakan bahwa kebijakan tersebut diharapkan dapat menjadi magnet baru bagi investor ritel maupun institusi, baik domestik maupun internasional.

Kenaikan suku bunga deposito valas merupakan respons BRI terhadap dinamika pasar global sekaligus strategi untuk memperluas basis dana valuta asing.

Sama halnya, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI) juga melakukan strategi serupa. Direktur Utama BNI Putrama Wahju Setyawan mengatakan, penyesuaian ini merupakan strategi perseroan untuk menghadirkan nilai tambah bagi nasabah, khususnya yang selama ini lebih banyak menempatkan dana valas di luar negeri.

Adapun Direktur Utama PT Bank Mandiri (Persero) Tbk Riduan menjelaskan bahwa dinamika pasar global telah meningkatkan kebutuhan nasabah terhadap instrumen valas yang aman, fleksibel, sekaligus memberikan potensi keuntungan menarik.

Menurut Riduan, mengerek naik bunga deposito valas menjadi 4% sejalan dengan arahan strategis pemerintah dalam menjaga stabilitas nilai tukar serta memperkuat daya saing industri perbankan nasional.

Sementara itu, PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BBTN) menilai strategi bunga deposito valas 4% merupakan langkah antisipatif atas potensi meningkatnya aliran dana dari luar negeri ke dalam negeri. Langkah tersebut juga dilakukan untuk memperkuat daya saing produk BTN di kawasan Asean.

Direktur Utama BTN Nixon LP Napitupulu mengatakan penyesuaian suku bunga dolar AS tersebut merupakan strategi perseroan untuk menarik lebih banyak dana valuta asing ke Indonesia.

CNBC Indonesia telah mencatat tingkat suku bunga valas 4 bank BUMN saat ini.

Kemudian dalam postingan di X sebelumnya Twitter, mantan Menteri Keuangan Indonesia periode 2013-2014, Muhammad Chatib Basri, ia mengomentari dampak menaikkan bunga deposito USD pada bank Himbara dengan tujuan menarik arus modal kembali ke Indonesia.

Menurutnya, dampak pada likuiditas rupiah, jika bunga deposito dalam USD di Indonesia naik, akan muncul insentif bagi deposan untuk mengalihkan aset dari rupiah ke USD. Akibatnya, terjadi permintaan lebih besar atas USD, maka masyarakat atau korporasi akan menukar rupiah ke dolar.

Secara konsekuensi, likuiditas rupiah di pasar menurun karena rupiah keluar dari sistem perbankan (ditukar ke USD). Secara makro, ini bisa menimbulkan tightening likuiditas rupiah di pasar uang domestick, sehingga suku bunga pasar rupiah bisa naik.

Kemudian, dampak pada exchange rate, permintaan dolar meningkat, karena deposito USD lebih menarik, sehingga tekanan depresiasi rupiah cenderung muncul. Apalagi kalau selisih bunga USD di bank Indonesia dengan rupiah mengecil, investor mungkin melihat USD lebih atraktif (lebih aman, mengurangi risiko kurs). Hasilnya, rupiah melemah terhadap dolar. Namun jika Bank Indonesia melakukan intervensi atau menaikkan bunga rupiah untuk menjaga daya tariknya, dampaknya bisa berbeda.

Adapun dampak pada perbankan, funding side (pendanaan) dimana bank bisa mendapat tambahan dana USD (deposito valas naik). Tetapi ini bisa membuat dana dalam rupiah berkurang, karena nasabah shifting ke USD. Dalam Asset-liability management, bank harus menyalurkan USD tersebut. Kalau demand kredit dalam USD rendah, bisa timbul mismatch.

Bahkan terdapat risiko valas, membuat bank berpotensi lebih terpapar mismatch antara kewajiban USD vs aset rupiah. Sehingga likuiditas sistem perbankan rupiah bisa mengetat, mendorong persaingan bunga deposito rupiah naik untuk mempertahankan dana rupiah.


Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(saw/saw)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation