
Cobaan Belum Tamat: Kabar Buruk dari AS Menguji IHSG-Rupiah Hari Ini

- Pasar keuangan Indonesia ambruk berjamaah, rupiah hingga saham melemah
- Wall Street lagi-lagi melemah dan mencatatkan penurunan tiga hari beruntun
- Melemahnya rupiah dan data ekonomi AS akan menggerakkan pasar hari ini
Jakarta,CNBC Indonesia- Pasar keuangan domestik kembali menelan pil pahit. Setelah dua hari beruntun mencetak rekor, bursa saham akhirnya tersungkur tajam, sementara rupiah melanjutkan tren pelemahan ke level terendah lima bulan. Kontras ini memperlihatkan rapuhnya sentimen investor di tengah tekanan eksternal yang kian dominan.
Pasar keuangan Indonesia diperkirakan masih akan tertekan pada hari ini, Jumat (26/9/2025). Selengkapnya mengenai sentimen pasar keuangan hari ini bisa dibaca di halaman 3 artikel ini.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada perdagangan Kamis (25/9/2025)anjlok 85,89 poin atau 1,06% ke 8.040,66. Pelemahan ini mengakhiri reli IHSG dan rekor tertinggi sebelumnya di atas 8.120.
Aktivitas pasar tetap ramai dengan nilai transaksi Rp23,92 triliun dan 52,52 miliar saham berpindah tangan. Kapitalisasi pasar susut ke Rp14.783 triliun. Asing mencatat net sell sebesar Rp 1 triliun.
Tekanan terbesar datang dari saham big cap seperti PT Bank Rakyat Indonesia (BBRI) PT Barito Pacific (BRPT), dan PT DCI Indonesia Tbk (DCII), yang masing-masing menyumbang koreksi belasan poin indeks. Hampir seluruh sektor terkoreksi, terutama barang baku, teknologi, dan finansial, sementara konsumer primer dan properti menjadi sedikit penahan pelemahan.
Sejalan dengan bursa saham, rupiah ditutup melemah 0,39% ke Rp16.735 per dolar AS, memperpanjang tren koreksi enam hari beruntun. Sepanjang sesi, rupiah sempat menyentuh Rp16.755 sebelum sedikit membaik jelang penutupan.
Penguatan dolar AS yang menjaga indeks DXY di 97,88, arus keluar modal asing, serta kekhawatiran fiskal domestik disebut sebagai pemicu utama.
Ekonom UOB Kayhian, Surya Wijaksana, menilai capital outflow semakin deras, tercermin dari naiknya credit default swap (CDS) Indonesia. Sementara Rully Wisnubroto dari Mirae Asset menyoroti ekspektasi fiskal yang dinilai terlalu ekspansif, ikut menekan persepsi investor terhadap rupiah.
Dari pasar obligasi, imbal hasil tenor Surat Berharga Negara (SBN) terus menanjak naik ke 6,43% atau tertinggi sejak 10 September 2025.
Naiknya imbal hasil menandai investor tengah menjual SBN sehingga harganya jatuh dan imbal hasil naik.
Dari pasar saham Amerika Serikat, bursa Wall Street lagi-lagi ambruk berjamaah pada perdagangan Kamis atau Jumat dini hari waktu Indonesia. Ketiga indeks utama AS ditutup melemah dipicu penurunan lanjutan saham Oracle, serta lonjakan imbal hasil obligasi.
Indeks S&P 500 ditutup turun 0,50% menjadi 6.604,72, demikian pula Nasdaq Composite yang berakhir melemah 0,5% di 22.384,70. Dow Jones Industrial Average merosot 173,96 poin, atau 0,38%, menjadi 45.947,32.
Saham Oracle turun 5%, dan turun tiga hari berturut-turut, karena masih ada pertanyaan seputar kondisi perdagangan kecerdasan buatan (AI).
Aksi jual pasar tampaknya mencerminkan kekhawatiran terhadap valuasi yang mencapai rekor tertinggi dan hubungan sirkular yang berpotensi berisiko di industri AI setelah beberapa transaksi baru-baru ini.
Hingga penutupan Kamis, Oracle, yang memimpin gelombang terakhir pasar bullish, turun hampir 16% dari level tertinggi barunya.
Penurunan pada Kamis sebagian dipicu oleh peringkat jual yang diterbitkan dalam liputan baru oleh Rothschild & Co. Redburn, yang memprediksi penurunan 40% karena pasar secara material melebih-lebihkan seberapa besar kesepakatan AI terbaru Oracle akan meningkatkan bisnis cloud inti perusahaan.
"Oracle baru saja mengalami lonjakan besar. Penurunan dan pelemahan kecil mungkin wajar mengingat seberapa cepat dan dramatis kapitalisasi pasar telah meledak," kata Keith Buchanan, manajer portofolio senior di Globalt Investments, kepada CNBC International.
Dia menambahkan ada sedikit skeptisisme terkait proyeksi pertumbuhan infrastruktur cloud perusahaan yang eksplosif, yang dilaporkan awal bulan ini.
"Besar kecilnya pesanan itu menarik perhatian, tetapi jika terkonsentrasi pada beberapa pesanan dari beberapa pasar akhir, tentu ada risiko," imbuhnya.
Selain Oracle, Tesla termasuk di antara saham yang paling melemah hari itu, turun 4%.
Lonjakan imbal hasil menambah tekanan jual pada saham teknologi, memicu investor untuk mengurangi risiko. Imbal hasil obligasi Treasury 10-tahun menyentuh 4,2% setelah data klaim awal tunjangan pengangguran lebih rendah dari perkiraan.
Klaim tunjangan pengangguran untuk pertama kali tercatat 218.000 secara musiman disesuaikan untuk minggu yang berakhir 20 September. Angka ini lebih rendah dari 235.000 yang diperkirakan ekonom dalam jajak pendapat Dow Jones, dan 14.000 lebih sedikit dibandingkan klaim awal periode sebelumnya yang juga telah turun setelah mengalami lonjakan singkat minggu sebelumnya.
Data ketenagakerjaan yang solid, serta revisi kenaikan kuat Produk Domestik Bruto (PDB) kuartal kedua menjadi 3,8%, bisa membuat Federal Reserve ragu-ragu sebelum memangkas suku bunga lagi, melemahkan salah satu katalis utama bagi pasar bullish.
Investor juga berhati-hati menjelang indeks harga pengeluaran konsumsi pribadi (PCE) yang akan dirilis Jumat, serta memantau perkembangan terkait kemungkinan penutupan pemerintah.
Jika pemerintah sampai ditutup, hal itu bisa berarti pemutusan hubungan kerja massal di pemerintahan federal, karena Office of Management and Budget menyatakan dalam memo bahwa lembaga harus menyiapkan rencana pengurangan tenaga kerja.
Pasar domestik kemarin mengalami pukulan berat, IHSG terjun dalam koreksi signifikan dan rupiah mencatatkan level terlemah dalam rentang panjang.
Korelasi negatif antara sentimen global dan kelemahan struktur domestik terlihat makin jelas apa yang sebelumnya menjadi daya tarik pasar modal kini diuji oleh realitas tekanan valuta asing dan arus modal keluar yang agresif.
Fokus pasar hari ini akan tertuju ke data inflasi AS (PCE) dan perkembangan ekonomi AS sebagai ujung tombak ekspektasi moneter global.
Asing Mulai Ramai-Ramai Kabur, IHSG Bisa Semakin Tertekan
IHSG Kamis (25/9/2025) mengalami koreksi tajam sebesar 1,06%, menyusut 85,89 poin ke posisi 8.040,66. Koreksi ini menjadi penanda bahwa reli agresif beberapa hari sebelumnya tidak didukung pijakan fundamental yang kokoh.
Pelemahan menyeluruh ini menandakan bahwa pasar cenderung menjual "risiko" komoditas dan saham ekspor ketika ekspektasi dolar menguat dan arus modal asing tertekan.
Reli IHSG sebelumnya mungkin terbantu oleh optimisme domestik, namun momentum global yang sedang berbalik menjadikan sisi koreksi lebih mudah terpicu. Tekanan valuasi juga muncul: lonjakan indeks tanpa konsolidasi teknikal memicu take profit terutama pada sektor yang sudah overbought.
IHSG bisa semakin tertekan dengan besarnya aksi jual asing. Dalam dua hari beruntun, asing mencatat net sell lebih dari Rp 1,5 triliun. Pada perdagangan kemarin, net sell bahkan tembus Rp 1 triliun. Tercatatnya net sell berbanding terbalik dengan sebelumnya di man asing ramai-ramai kembali ke Indonesia selama tiga hari.
Dolar Masih Kencang, Rupiah Masih Rawan Melemah
Rupiah pada Kamis (25/9/2025) ditutup melemah 0,39% ke posisi Rp16.735/US$, memperpanjang trend negatif enam hari berturut-turut. Pelemahan ini menembus batas psikologis dan mencatat rekor terlemah dalam lima bulan. Sepanjang sesi, rupiah sempat menyentuh Rp16.755/US$ sebelum sedikit rebound menjelang penutupan.
Faktor utama tekanan datang dari penguatan dolar AS. Indeks dolar (DXY) tercatat stabil di kisaran 97,88, mempertahankan daya tariknya sebagai safe haven seiring ekspektasi The Fed tidak akan buru-buru melakukan easing lebih lanjut.
Pernyataan Powell dan pejabat The Fed yang mewanti-wanti terhadap lonjakan inflasi memperkuat pandangan pasar bahwa suku bunga AS masih akan relatif tinggi dalam waktu yang tak singkat.
Tak kalah penting, arus keluar modal asing pada instrumen rupiah semakin deras. Investor global mulai memindahkan dana dari pasar berisiko ke aset lebih aman akibat ketidakpastian global dan kekhawatiran terhadap efektivitas kebijakan fiskal dan moneter di Indonesia.
Kondisi ini diperburuk oleh spread yield rupiah vs US treasuries yang semakin menipis, sehingga selisih imbal hasil tidak cukup menarik untuk mempertahankan dana di pasar obligasi dan ekuitas lokal.
Di dalam negeri, kebijakan pelonggaran moneter BI turut menjadi katalis negatif. Pemangkasan BI Rate baru-baru ini, meskipun dirancang untuk menyokong pertumbuhan, justru memberikan sinyal kerentanan terhadap presure pasar valuta. Penurunan suku bunga acuan mengurangi daya tarik yield rupiah dibandingkan obligasi luar negeri, mempercepat arus keluar modal asing.
Tekanan fiskal juga ikut berperan. Kebijakan ekspansif pemerintah melalui APBN, belanja besar dan defisit tinggi memicu kekhawatiran pasar terhadap pembiayaan utang dan stabilitas jangka menengah. Kombinasi ini membuat investor mempertanyakan daya tahan rupiah dalam skenario external shock.
Rupiah bisa semakin tertekan dengan masih kencangnya dolar AS. Indeks dolar AS ditutup di posisi 98,46 atau posisi tertingginya sejak 21 Agustus 2025.
Indeks menguat menandai investor tengah memburu dolar AS dan meninggalkan instrumen lain, termasuk rupiah.
Tekanan dari AS Berlanjut dari Klaim Pengangguran AS yang Menurun, PDB Menguat
Dari Amerika Serikat, klaim pengangguran awal (initial jobless claims) turun ke level 204 ribu pada pekan yang berakhir 20 September 2025. Angka ini menurun dibanding pekan sebelumnya di 213 ribu, sekaligus mencatat posisi terendah dalam dua bulan terakhir
Tren ini mengindikasikan pasar tenaga kerja AS masih tetap tangguh meski ekonomi menghadapi tekanan dari kebijakan moneter The Fed dan ketidakpastian global. Dengan angka klaim yang konsisten berada di bawah 220 ribu sepanjang beberapa bulan terakhir, pasar tenaga kerja AS menunjukkan daya tahan yang tinggi.
Angka tersebut memperkuat persepsi bahwa pasar tenaga kerja belum menunjukkan gejala kelemahan yang memadai untuk mendorong pelonggaran kebijakan moneter lebih agresif. Di tengah inflasi yang belum sepenuhnya terkendali, The Fed akan menuntut konsistensi dalam data tenaga kerja sebelum membuka ruang kebijakan dovish lebih jauh.
Sementara itu, Produk Domestik Bruto (PDB), meningkat 3,8% pada kuartal kedua, menurut estimasi terakhir dari tiga perkiraan yang dirilis Departemen Perdagangan pada Kamis. Laporan ini mencerminkan penyesuaian naik yang cukup besar sebesar 0,5 poin persentase disebabkan oleh revisi pengeluaran konsumen. PDB kuartal pertama turun 0,6%, sedikit lebih rendah dari perkiraan sebelumnya.
PCE AS
Pasar global menanti rilis Personal Consumption Expenditures (PCE) Price Index Agustus 2025 yang akan diumumkan hari ini waktu AS, atau Sabtu dini hari WIB. Indikator inflasi favorit The Fed ini dipandang krusial karena akan menentukan arah ekspektasi pemangkasan suku bunga berikutnya.
Data terakhir (Juli 2025) menunjukkan core PCE tumbuh 2,9% yoy, sedangkan headline PCE tercatat 2,5% yoy. Angka tersebut konsisten berada di atas target inflasi 2% The Fed, menandakan tekanan harga masih bertahan meski tren perlambatan ekonomi mulai terlihat.
Pasar memperkirakan inflasi inti Agustus tidak jauh berbeda dari Juli. Jika hasilnya lebih tinggi, dolar AS berpotensi menguat lebih lanjut dan memperdalam tekanan pada mata uang emerging markets termasuk rupiah. Sebaliknya, jika rilis menunjukkan pelemahan signifikan, peluang pemangkasan suku bunga tambahan bisa terbuka lebih cepat.
Bila PCE mendekati 3,0% atau naik dari ekspektasi, pasar kemungkinan akan merevisi outlook pemangkasan suku bunga ke arah yang lebih lambat atau lebih hati-hati.
Inflasi Jepang
Jepang baru-baru ini mencatat laju inflasi yang masih moderat namun tetap di atas target BOJ. Data inti (core CPI) Agustus tumbuh 2,7% yoy, melambat dari Juli yang sebesar 3,1%.
Angka tersebut masih melebihi target inflasi BOJ sebesar 2%, menunjukkan bahwa tekanan inflasi belum sepenuhnya mereda.
Simak Rilis Data dan Agenda Hari ini
Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:
- Seminar penguatan ekosistem asuransi Indonesia
- Dewan Pengawas Syariah menggelar Ijtima' Sanawi XXI 2025
- Inflasi PCE Amerika Serikat
Kegiatan penandatanganan Nota Kesepahaman antara Kementerian Transmigrasi dan Kementerian Perindustrian Kementerian Koordinator Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, Jalan M.H Thamrin, Jakarta Pusat
Konferensi pers pre-event "Rencana Pelaksanaan Akad Massal 25 ribu Unit Rumah Bersama RI-1" di Menara Mandiri Tower II, Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Pusat.
Seminar LPPI kembali hadir dengan topik "Penguatan Ekosistem Asuransi Kesehatan Indonesia
Rapat Panja Pembahasan RUU Perubahan Keempat atas UU BUMN
Agenda: Laporan Timus dan Timsin ke Panja terkait Hasil Perumusan dan Sinkronisasi RUU ttg Perubahan Keempat atas UU BUMN10.00
KOMISI VI
Raker Komisi VI DPR RI dg Menteri Sekretaris Negara, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi dan Menteri Hukum dalam rangka Pembicaraan Tingkat I Pengambilan Keputusan terhadap RUU ttg Perubahan Keempat atas UU BUMN
Agenda:
1. Pengantar Pimpinan Komisi
2. Laporan Panja kepada Raker terkait hasil pembahasan RUU Perubahan Keempat atas UU BUMN
3. Pembacaan Naskah RUU
4. Pendapat Akhir Mini Fraksi
5. Pendapat Akhir Mini Pemerintah
6. Penandatangana naskah RUU
7. Pengambilan Keputusan untuk melanjutkan pada Pembicaraan Tingkat II
Berikut sejumlah agenda emiten di dalam negeri pada hari ini:
- RUPS: GMFI
CNBC INDONESIA RESEARCH
Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut
(emb/emb) Next Article Menanti Nasib Rupiah Hari Ini: Bangkit Atau Semakin Terkubur?
