
Dianggap Sampah di RI, Daun Ajaib Ini Jadi "Emas" di Jerman

Jakarta, CNBC Indonesia- Daun sirsak berasal dari pohon Annona muricata, tumbuhan tropis yang banyak dibudidayakan di Asia Tenggara, Amerika Latin, dan Afrika.
Secara tradisional daun ini digunakan sebagai ramuan obat diminum sebagai teh atau diolah menjadi ekstrak karena kandungan fenolik, flavonoid, dan acetogenin yang memberi aktivitas antioksidan, antimikroba, dan anti-inflamasi.
Melansir dari jurnal Comprehensive Review on the Ethnomedicinal, Phytochemistry, and Pharmacological Aspects Focusing on Antidiabetic Propertie, di kalangan konsumen dan produsen herbal.
Klaim manfaat daun sirsak beragam dari membantu meredakan nyeri kepala dan insomnia sampai dugaan aktivitas antikanker dalam uji laboratorium;namun sebagian besar bukti klinis pada manusia masih terbatas sehingga klaim terapeutik besar harus dianggap sebagai hipotesis yang memerlukan uji klinis lebih lanjut.
![]() Ilustrasi daun sirsak. (Dok. Fakultas Pertanian UMSU) |
Pada saat yang sama, senyawa acetogenin seperti annonacin yang ditemukan pada keluarga Annonaceae telah dikaitkan dengan potensi neurotoksisitas pada penelitian epidemiologis dan laboratorium, sehingga penggunaan dosis tinggi atau berulang perlu kehati-hatian dan pengawasan medis.
Cara konsumsi yang paling populer di pasar global adalah teh daun sirsak kering (loose leaf atau dalam sachet/tea bag), kapsul ekstrak, atau bubuk siap pakai, produsen UMKM sering mengolah daun kering, mengemas 40-60 sachet per pouch/box, atau mengekstrak menjadi serbuk untuk suplemen , metode pengolahan (pengeringan, sortasi, standar kebersihan) menjadi penentu kualitas dan daya saing produk ekspor.
Di platform e-commerce internasional seperti Amazon, contoh listing teh daun sirsak untuk paket 40-60 kantong menunjukkan rentang harga yang umum di kisaran belasan dolar AS per kemasan (mis. beberapa listing sekitar US$12-US$15 per 40-60 sachet), yang merefleksikan nilai tambah pengemasan dan biaya pengiriman/retail internasional.
Secara perdagangan, potensi ekspor daun sirsak dari Indonesia mulai terlihat nyata pada 2021, pemerintah daerah dan pelaku usaha kecil sudah melakukan pengiriman percobaan ke negara tujuan seperti Jerman dan Korea Selatan, dan ada bukti pelepasan komoditas daun kering sebagai produk pertanian bernilai tambah.
Meski volume awal relatif kecil dan tersebar, menunjukkan bahwa pasar niche herbal global menyerap produk olahan daun sirsak jika memenuhi standar sanitasi dan pelabelan.
Proses ini biasanya membutuhkan sertifikat fitosanitasi dan dokumen ekspor yang lengkap agar bisa diterima pasar Eropa atau Asia Timur.
Nilai ekspor daun sirsak Indonesia dalam beberapa tahun terakhir cenderung fluktuatif.
Angka-angka ini menggambarkan sifat komoditas yang masih bergantung pada pengiriman sporadis, permintaan niche, dan kemampuan pengolahan/skala usaha, bukan arus volume masif seperti komoditas hortikultura utama.
Mengapa ekspor belum melesat walau permintaan global naik?
Dua faktor utamanya standar mutu & regulasi serta rantai pasok pengolahan. Pembeli luar negeri (retailer herbal, distributor suplemen) menuntut dokumentasi bahan baku yang konsisten, uji residu pestisida, label komposisi, dan kadang sertifikasi organik, sementara banyak pengrajin/petani di hulu masih mengirim daun kering sederhana tanpa standarisasi industri olahan-membatasi harga jual dan kontinuitas suplai.
![]() Malaysia Rajin Borong Buah Asam Manis dari RI, Begini Penjualannya |
Di sisi lain, harga ritel online ang relatif tinggi per kemasan membuka peluang margin bagi eksportir yang mampu menyulap daun mentah menjadi produk berkemasan siap jual. Untuk menutup celah itu diperlukan investasi pengolahan (sorting, standar GMP/suplemen), fasilitas pengemasan modern, dan akses ke data pasar lewat platform perdagangan internasional.
Daun sirsak adalah komoditas herbal dengan nilai tambah nyata bagi Indonesia, terutama jika rantai pasok dinaikkan kualitasnya dan aspek keselamatan/pengemasan dipenuhi tetapi harus dibarengi kehati-hatian ilmiah, klaim kesehatan harus disampaikan proporsional karena ada bukti laboratorium yang menjanjikan sekaligus isyarat bahaya neurotoksin pada konsumsi berlebih.
CNBC Indonesia Research
(emb/emb)
