Bukan RI, Penghasil Asam Jawa Terbesar di Dunia Ternyata Negara Ini

Emanuella Bungasmara Ega Tirta, CNBC Indonesia
07 July 2025 19:30
Asam jawa (Photo by PublicDomainPictures via Pixabay)
Foto: Asam jawa (Photo by PublicDomainPictures via Pixabay)

Jakarta, CNBC Indonesia- Di dapur-dapur Indonesia, asam jawa seolah tak tergantikan jadi kunci rasa dalam sayur asem hingga sambal yang menggigit. Tapi secara global, posisi Indonesia masih belum sedominan cita rasa tamarind yang lekat di lidah warganya.

Meski produksi nasional mencapai lebih dari 160 ribu ton per tahun, Indonesia masih tertinggal dari India dan Thailand dalam pentas hortikultura dunia.

Data dari Future Market Insights menempatkan India sebagai produsen asam jawa terbesar dunia, dengan volume produksi mencapai 230 ribu ton. Disusul Thailand (183 ribu ton), Indonesia (161 ribu ton), Meksiko (144 ribu ton), dan Nigeria (45 ribu ton).

Namun dalam pasar ekspor, Indonesia belum jadi pemain utama. Justru Pakistan menjadi mitra dagang terbesar RI untuk komoditas ini dengan nilai neraca mencapai US$7 juta, menurut data neraca perdagangan Kementerian Perdagangan periode Januari-Desember 2024.

Sektor ini menyimpan peluang besar yang belum tergarap optimal. Global tamarind extract market diperkirakan akan mencapai US$1,987 juta pada 2034, tumbuh dengan CAGR 5,7%.

Tamarind memang bumbu dapur, tapi juga komoditas lintas industri dari makanan dan minuman, farmasi, hingga kosmetik. Powder tamarind bahkan menguasai 68,6% pasar global pada 2024 berkat umur simpan yang panjang dan efisiensi distribusi.

 Tamarind di Indonesia dikenal dengan nama asam Jawa. Tanaman ini berasal dari pohon Tamarindus indica. Kata "asam" merujuk pada rasa buahnya yang asam.

Sementara itu, kata "Jawa" merujuk pada tanaman ini banyak dibudidayakan dan digunakan secara luas di Pulau Jawa, khususnya dalam kuliner dan pengobatan tradisional.

Pohon Tamarindus indica bukan asli dari Jawa, melainkan diduga berasal dari Afrika Timur, dan kemudian menyebar ke Asia Selatan dan Tenggara melalui perdagangan kuno.

Tanaman ini telah lama tumbuh subur di Indonesia, terutama di Jawa, sehingga dianggap "punya orang Jawa".

Meski produksi Indonesia terbilang tinggi, sebagian besar masih diserap oleh konsumsi domestik. Pangsa ekspor masih minim jika dibandingkan dengan Thailand yang menjadikan tamarind sebagai komoditas ekspor utama ke pasar Eropa dan Asia. Sementara India unggul bukan hanya dalam produksi, tetapi juga dalam ragam produk turunan seperti konsentrat, perisa, hingga bahan pembersih rumah tangga.

Ketimpangan antara kapasitas produksi dan capaian ekspor menunjukkan pentingnya transformasi industri hilir.

Dibutuhkan investasi untuk mengembangkan fasilitas pengolahan, standar ekspor yang ketat, hingga branding produk-produk turunan berbasis tamarind. Indonesia tidak kekurangan bahan baku, tetapi masih kekurangan infrastruktur untuk membawanya ke pasar global secara optimal.

Meningkatnya minat dunia terhadap makanan etnik dan bahan baku alami sebetulnya merupakan momentum. Tamarind punya daya saing sebagai sumber antioksidan dan agen perasa alami, cocok untuk tren kesehatan global.

Apalagi, pasar seperti Amerika Serikat, Jepang, dan Uni Eropa tengah membuka ruang bagi produk berbasis rempah dan asam tropis. Jika ditangani serius, asam jawa bisa menjadi bintang baru ekspor hortikultura RI, bukan sekadar pelengkap dalam sambal dapur.

CNBC INDONESIA RESEARCH
[email protected]


(emb/emb)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation