
Kacau Balau! Impor Wortel RI Meledak 1,3 Juta Persen!

Jakarta, CNBC Indonesia- Nilai impor wortel Indonesia pada Januari-Mei 2025 melonjak tajam menjadi US$0,2501 juta atau sekitar Rp4 miliar. Kenaikan ini mencapai 1.389.140% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Kondisi ini menimbulkan tanda tanya besar apakah pasokan wortel dalam negeri benar-benar sedang bermasalah?
Impor wortel sempat "menghilang" dari radar sejak 2022, mencatat nilai yang hampir nihil. Karena itu di 2025, nilainya langsung melejit, namun nilai ini juga melebihi capaian 2021. Lonjakan ekstrem ini dapat dibaca sebagai sinyal gangguan struktural pada produksi dalam negeri terutama jika dilihat bersamaan dengan data produksi nasional.
Setelah mengalami pertumbuhan bertahap sejak 2020, produksi wortel domestik mencapai puncaknya di 2022. Namun pada 2023, produksi kembali turun signifikan menyusut lebih dari 69.000 ton. Jika kondisi ini berlanjut di 2024, bukan tidak mungkin kekurangan suplai di awal 2025 memaksa pelaku pasar untuk menutup celah lewat impor besar-besaran.
Wortel: Rentan Perubahan Iklim, Minim Modernisasi
Wortel (Daucus carota L.) dikenal sebagai tanaman dataran tinggi yang tumbuh optimal pada suhu 15-21°C. Di Indonesia, sentra produksi utamanya tersebar di wilayah seperti Wonosobo, Garut, dan Enrekang. Namun sistem tanamnya masih konvensional dan sangat bergantung pada cuaca.
Menurut International Journal of Vegetable Science (2020), budidaya wortel sangat sensitif terhadap fluktuasi iklim. Kelembapan tinggi dan hujan berlebih bisa menyebabkan gagal panen akibat pembusukan akar dan serangan hama seperti leaf blight dan maggot. Minimnya benih unggul dan sistem irigasi juga memperburuk hasil panen.
Lonjakan impor ini tampaknya menjadi refleksi krisis produksi di hulu. Minimnya investasi teknologi, konversi lahan, serta lemahnya insentif petani dataran tinggi memperkuat tekanan terhadap pasokan hortikultura nasional.
Meskipun wortel bukan termasuk pangan strategis seperti beras, ketergantungan pada pasokan luar negeri tetap berisiko. Ketika produksi lokal terganggu dan harga global melonjak, konsumen Indonesia akan merasakan efek langsung melalui harga jual di pasar tradisional.
Langkah pemerintah untuk memperkuat sistem pertanian hortikultura di hulu, termasuk melalui bantuan alat mesin pertanian (alsintan), pelatihan petani, hingga dukungan varietas adaptif, perlu terus ditingkatkan agar siklus lonjakan impor seperti 2025 tidak berulang.
CNBC INDONESIA RESEARCH
[email protected]
