Peta Beras Indonesia, Produksi 2024-2025 dan Stok yang Tertahan

Emanuella Bungasmara Ega Tirta, CNBC Indonesia
02 September 2025 13:35
Satgas Pangan Polda Metro Jaya melakukan inspeksi mendadak ke sebuah pergudangan pasar induk beras di kawasan Cipinang, Jakarta Timur, Jumat, (25/7/2025). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Satgas Pangan Polda Metro Jaya melakukan inspeksi mendadak ke sebuah pergudangan pasar induk beras di kawasan Cipinang, Jakarta Timur, Jumat, (25/7/2025). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Beras adalah nadi kehidupan bangsa. Dari sawah yang digarap petani, ia mengalir melewati simpul-simpul perdagangan, sebelum akhirnya tiba di meja makan jutaan keluarga.

Hanya saja, beberapa waktu terakhir, beras seolah menjadi barang yang tak dapat dipastikan keberadaannya. Hari ini stoknya ada, tapi besok tiba-tiba kosong. Memang, ini hanya dan paling banyak terjadi di toko-toko ritel modern. Sementara di pedagang warung sembako dan pasar modern, beras masih tampak normal. Artinya, memenuhi karung-karung pedagang.

"Iya, kemarin datang 300 karung (kemasan 5 kg), tapi sorenya langsung habis. Customer beli normal sih. Tapi memang sudah sejak ramai-ramai itu, barang dari supplier juga nggak banyak-banyak. Paling cuma 250-300 pieces," kata seorang staf supermarket kepada CNBC Indonesia, Senin (1/9/2025). 

"Nggak masuk sini (beras SPHP Bulog)," ujarnya.

Jika ditelusuri, gonjang-ganjing beras di Indonesia saat ini bisa dibilang berawal dari temuan pemerintah soal ratusan merek beras yang diduga tak sesuai aturan, yang kemudian jadi cikal-bakal polemik beras oplosan. Satgas Pangan Polri pun langsung merespons dan mulai bergerak menindak perusahaan yang diduga menjual dan memproduksi beras tak sesuai mutu dan label kemasan. 

Pedagang, terutama ritel modern pun bereaksi. Menarik beras-beras yang ditindak aparat hukum, dan baru berani menjual setelah ada perintah dari pemerintah. Namun, hingga kini, terpantau hal itu tidak serta merta mengembalikan stok beras di ritel modern menjadi normal. Pemandangan rak-rak kosong yang biasa diisi beras seperti bukan hal baru lagi sekarang. 

Lalu apa sebenarnya yang terjadi? Apakah polemik beras saat ini sesederhana dugaan karena sedang ada proses hukum terkait kasus beras tak sesuai mutu?

Atau apakah memang struktur dan kebijakan beras di Indonesia masih rentan, sehingga intervensi pemerintah menjadi seperti tumpul? Sebab, jika mengutip data di situs resmi Perum Bulog, realisasi pengadaan gabah/ beras dalam negeri adalah hanya sebanyak 2.974.453 ton, per tanggal data dikutip adalah hari ini, Selasa (2/9/2025) pukul 12.46 WIB. Sementara, produksi beras nasional menurut data sementara Badan Pusat Statistik (BPS) adalah tembus 31 juta ton. 

Bagaimana sisanya? Ada di mana beras? Kenapa ritel modern bisa kosong? Lalu kenapa beras intervensi dari Bulog tak merata masuk ke semua segmen distribusi beras?

Arus Distribusi Beras Beras di Indonesia

Perjalanan beras sepertinya seolah tidak pernah lurus, ia bercabang, berputar, dan kerap menyimpan anomali. Namun, BPS memberi kita peta yang lebih terang: jalur dominan, rembesan arus, hingga stok yang justru mengendap di rumah tangga.

Jika mengacu peta distribusi beras tahun 2024 yang dirilis BPS, alur utama distribusi beras sesungguhnya sederhana: Produsen - Pedagang Grosir - Pedagang Eceran - Rumah Tangga.

Dari produsen, 67,21% pasokan beras langsung masuk ke grosir.

Dari titik simpul ini, arus bercabang, sebagian besar (17,62%) mengalir ke pedagang eceran tradisional, sementara 29,93% masuk ke supermarket dan swalayan.

Pada akhirnya, rumah tangga tetap menjadi tujuan akhir paling dominan: 82,06% pasokan dari eceran berlabuh ke dapur rakyat, sementara jalur modern mengalirkan 81,96% ke konsumen rumah tangga.

Namun peta itu juga memperlihatkan jalur-jalur kecil.

Di tahun 2024, impor menyusup lewat distributor (7,15%), subdistributor (0,61% + 0,01%), dan agen (1,1% + 0,34%). Industri pengolahan hanya menampung 5,06% dari pedagang eceran dan 0,53% dari ritel modern.

Pemerintah dan lembaga nirlaba mengakses sisa arus kecil, antara 0,20% hingga 14,84% tergantung jalur. Meski kecil, rembesan ini tetap penting untuk memahami keseluruhan ekosistem.

Pola Distribusi Perdagangan Beras Indonesia , Volume 9 2024Foto: BPS
Pola Distribusi Perdagangan Beras Indonesia , Volume 9 2024

Pada sisi produksi, 2024 menjadi tolok ukur. BPS mencatat produksi Januari-Juli 2024 sebesar 18,93 juta ton, dengan potensi Agustus-Oktober 8,74 juta ton. Secara kumulatif, Januari-Oktober 2024 menghasilkan 27,67 juta ton.

Tahun 2025 membawa kabar lebih besar. Produksi Januari-Juli tercatat 21,93 juta ton, melonjak 15,86% dibanding tahun sebelumnya. Potensi Agustus-Oktober 2025 diproyeksikan 9,11 juta ton, naik 4,17%. Maka total Januari-Oktober 2025 diperkirakan mencapai 31,04 juta ton, atau tumbuh 12,16% dibanding periode sama 2024.

Pendorong utama lonjakan ini adalah luas panen. Pada Januari-Juli 2025, luas panen mencapai 7,20 juta hektare, naik 15,02% dari 2024. Potensi Agustus-Oktober 2025 mencapai 3,02 juta hektare, naik 5,10%. Secara kumulatif, Januari-Oktober 2025 diperkirakan 10,22 juta hektare, meningkat 11,90% dibanding tahun lalu.

Namun produksi tinggi tidak otomatis membuat pasar longgar. Deputi Bidang Ketersediaan dan Stabilisasi Pangan NFA I Gusti Ketut Astawa mengingatkan: "Petani kita di beberapa daerah punya pola penyimpanan sesuai kearifan lokal. Jadi petani tidak langsung menjual, ada yang disimpan. Itu tercermin dalam survei kami di 2023 dan 2024 bahwa rumah tangga produsen dan konsumen menyimpan lebih dari 10 persen."

Pernyataan itu selaras dengan hasil Survei Stok Beras dan Jagung Akhir Tahun 2023 (SSBJAT23), menunjukkan, 66,34% stok beras nasional berada di rumah tangga produsen dan konsumen. Bulog memegang 19,60%, pedagang 6,74%, horeka dan industri 3,72%, penggilingan 3,53%, sementara Usaha Pertanian Berbadan Hukum (UPB) hanya 0,07%.

Sebagai catatan, data produksi beras Mei-Jul 2025 adalah merupakan angka sementara, dihitung dari luas panen Mei-Jul 2025 dan rata-rata produktivitas Subround II 2023-2024.  Sementara, data produksi beras Agustus-Oktober 2025 merupakan angka potensi, dihitung dari potensi luas panen Agustus-Oktober 2025 dan produktivitas subround yang sama (BPS).

Di titik inilah paradoks beras Indonesia terlihat jelas. Produksi meningkat, jalur distribusi sudah terpetakan, stok nasional bahkan berlimpah. Dan, jika mengacu pada peta rantai distribusi itu, sebagian besar tersimpan di rumah tangga.

Dengan begitu, bisa disimpulkan. Bagi pemerintah, tantangan bukan hanya soal menambah produksi, tapi juga bagaimana memastikan arus beras mengalir ke pasar tanpa tersendat, meski ada gejolak-gejolak eksternal. 

Tak hanya itu, perlu juga diketahui, seperti apa pola konsumsi beras di Indonesia saat ini? Apakah warga RI lebih suka membeli beras dari warung sembako atau ritel modern? Apakah embel-embel merek tertentu mempunyai kandungan vitamin dan sebagaimanya jadi pertimbangan konsumen? Sejauh mana pemerintah harus mengintervensi labelisasi ini? 

Kebijakan intervensi harga dan operasi pasar harus memperhitungkan kenyataan dua pertiga stok beras negeri ini tersimpan di lumbung kecil, tersebar di dapur-dapur rumah rakyat.

CNBC Indonesia Research

(emb/emb)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation