
Wall Street Pecah Rekor, Dolar Merana Fed Isyaratkan Pangkas Bunga

Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa Wall Street kompak menguat pada perdagangan Jumat (23/8/2025). Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) bahkan mencetak rekor penutupan tertinggi baru, setelah Ketua Federal Reserve (The Fed) Jerome Powell memberi sinyal bahwa pemangkasan suku bunga bisa segera dilakukan.
Powell menyampaikan pidato penting di Jackson Hole Economic Symposium, forum tahunan bank sentral dunia yang kerap menjadi penentu arah kebijakan moneter global. Sinyal dovish dari Powell tersebut langsung disambut euforia pasar, mendorong reli tajam di saham, obligasi, sekaligus menekan dolar AS.
Pasar menilai peluang pemangkasan bunga pada pertemuan FOMC September semakin besar, seiring pernyataan Powell bahwa risiko terhadap pasar tenaga kerja meningkat. Ekspektasi itulah yang kemudian mengangkat optimisme investor dan memperluas reli di bursa global.
DJIA Cetak All Time High
Dow Jones Industrial Average (DJIA) melesat 846 poin atau 1,89% dan menutup perdagangan di level 45.631,74, rekor tertinggi baru sekaligus penutupan rekor pertama sejak Desember 2024.
Sementara itu, S&P 500 naik 1,52% sekaligus memutus tren pelemahan lima hari beruntun. Nasdaq Composite juga menguat 1,88%, digerakkan oleh reli saham teknologi mega-cap seperti Nvidia yang naik 1,7%, Meta naik 2%, Alphabet dan Amazon yang masing-masing terapresiasi sebesar 3%, serta saham Tesla yang melonjak 6%.
Pencapaian rekor baru DJIA tersebut menandai pemulihan yang luar biasa. Pada April lalu, DJIA sempat terpuruk hingga 16% dari puncaknya, sebelum akhirnya perlahan bangkit dan berhasil menorehkan rekor baru. Kini, DJIA bergabung dengan S&P 500 dan Nasdaq Composite yang lebih dulu menyentuh rekor pada 27 Juni dan terus melanjutkan penguatan.
"Ini menunjukkan reli mulai meluas," ujar Rob Haworth, Direktur Senior Strategi Investasi di US Bank Asset Management Group.
Menurut nya ini merupakan sinyal konstruktif bagi ekonomi secara keseluruhan, karena sektor-sektor yang sebelumnya tertinggal kini mulai bergerak positif.
Meskipun ketidakpastian masih menghantui pasar tenaga kerja, investor tetap optimistis, didorong kinerja laba korporasi yang kuat serta prospek dimulainya siklus pemangkasan suku bunga The Fed.
Penguatan wall street ini akibat dari euforia pasar yang menyambut baik pernyataannya bahwa perubahan kebijakan suku bunga mungkin diperlukan meskipun pemangkasan bunga hanya akan dilakukan sebagai respons atas melambatnya pertumbuhan pasar tenaga kerja.
"Prospek dasar dan pergeseran keseimbangan risiko mungkin memerlukan penyesuaian sikap kebijakan kami," kata Powell dalam pidato nya di Simposium Jackson Hole.
"Risiko penurunan terhadap ketenagakerjaan semakin meningkat. Dan jika risiko itu terwujud, dampaknya bisa muncul cepat dalam bentuk PHK besar-besaran dan meningkatnya pengangguran," tambahnya.
Sebelumnya, Wall Street memperkirakan Powell akan berhati-hati dalam mengisyaratkan pemangkasan suku bunga. Oleh karena itu, sinyal bahwa bank sentral mempertimbangkan langkah tersebut langsung memicu reli pasar.
The Fed menahan suku bunga acuannya sejak Desember. Pemangkasan suku bunga akan menurunkan tingkat tabungan dan pinjaman, sehingga mendorong konsumsi, investasi, serta aktivitas bisnis yang lebih luas sekaligus menjadi angin segar bagi pasar saham.
Bursa Eropa Ikut Menguat
Pasar saham Eropa turut ditutup menguat pada perdagangan Jumat (22/8/2025), mengikuti sentimen positif dari reli wall street setelah Ketua The Fed Jerome Powell memberi sinyal kemungkinan pemangkasan suku bunga pada pertemuan bulan depan.
Indeks STOXX 50 naik 0,5% ke level 5.492 atau yang tertinggi sejak Februari 2025, sementara STOXX 600 juga menguat 0,5% ke 562 yang hanya terpaut kurang dari dua poin dari rekor tertingginya.
Sektor barang mewah menjadi motor penggerak, dengan saham LVMH, Hermes, dan Kering masing-masing naik antara 1,5% hingga 2,5%, didorong oleh prospek kondisi keuangan yang lebih longgar. Saham otomotif dan teknologi juga reli, dengan Stellantis, Mercedes Benz, dan ASML menguat mendekati 2%.
Namun, data terbaru menunjukkan ekonomi Jerman berkontraksi lebih tajam pada kuartal II, terseret pelemahan sektor manufaktur. Hal ini disebabkan perusahaan-perusahaan AS lebih dulu melakukan pembelian di awal tahun untuk menghindari beban tarif, sehingga menekan permintaan di periode berikutnya.
Obligasi AS Ikut Menguat
Pasar obligasi AS ikut menguat tajam setelah Powell memberi sinyal bahwa pemangkasan suku bunga kian dekat. Imbal hasil (yield) obligasi tenor 2 tahun, 10 tahun, dan 30 tahun kompak turun, seiring lonjakan permintaan investor yang berbondong-bondong mengunci bunga tinggi sebelum pemangkasan resmi dilakukan.
Pergerakan ini mencerminkan keyakinan pasar bahwa The Fed akan memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin pada September. Menurut CME FedWatch Tool, probabilitas pemangkasan meningkat hingga 85%, naik signifikan dari 72% sebelum pidato Powell.
"Saham dan obligasi langsung melonjak begitu Powell membuka pintu bagi pemangkasan suku bunga," kata Carol Schleif, Chief Market Strategist di BMO Private Wealth.
Reli di pasar obligasi memberikan tambahan sentimen positif bagi aset berisiko, karena yield yang lebih rendah meningkatkan daya tarik saham serta memperlonggar kondisi keuangan secara keseluruhan.
Dolar AS Justru Melemah
Sementara itu, indeks dolar AS (DXY) dilansir dari Refinitif ditutup tertekan 0,92% ke level 97,71 pada penutupan perdagangan Jumat (23/8/2025).
Sinyal dovish Powell, yang menekankan meningkatnya risiko pelemahan pasar tenaga kerja, mendorong ekspektasi pemangkasan bunga pada rapat FOMC 16-17 September. Menurut CME FedWatch Tool, probabilitas penurunan suku bunga 25 basis poin naik menjadi 85%, dari 72% sebelum pidato.
"Dolar jatuh, peluang pemangkasan September meningkat, dan pelaku pasar jelas bersiap untuk lebih banyak pelonggaran ke depan," kata Karl Schamotta, Chief Market Strategist di Corpay Toronto dikutip dari Reuters.
Pelemahan dolar ini juga diperparah oleh sentimen politik di Washington. Presiden AS Donald Trump kembali memicu kekhawatiran soal independensi The Fed dengan mengancam akan memecat Gubernur Lisa Cook terkait tuduhan kredit properti. Situasi tersebut menambah tekanan terhadap greenback, yang sudah tertekan oleh ekspektasi pemangkasan bunga dan pelemahan data tenaga kerja.
Dengan outlook pemangkasan bunga semakin kuat, dolar AS diperkirakan masih berpotensi melemah dalam jangka pendek. Kondisi ini bisa membuka peluang penguatan bagi mata uang negara berkembang, termasuk rupiah, apabila tren dovish The Fed berlanjut.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(evw/evw)