
Pertumbuhan Butuh Injak Gas, Rupiah Minta Rem: BI Pilih Mana?

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Indonesia (BI) akan menggelar Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (RDG BI) pada Selasa dan Rabu (19-20 Agustus 2025). BI diperkirakan akan menahan suku bunga pada periode Agustus ini.
Dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia terakhir yakni pada 15-16 Juli 2025, BI memutuskan untuk memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin menjadi 5,25%. Suku bunga Deposit Facility turun menjadi 4,5% dan suku bunga Lending Facility turun menjadi 6,0%.
BI memutuskan untuk menurunkan suku bunga pada periode Juli lalu dalam upaya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi serta sejalan dengan rendahnya perkiraan inflasi 2025 dan 2026 dalam sasaran 2,5% plus minus 1%, dan terjaganya nilai tukar rupiah.
Hal tersebut sekaligus mencatatkan pemangkasan suku bunga ketiga dalam tahun ini. Suku bunga dipangkas masing-masing 25 bps pada Januari, Mei, dan Juli dari 6,00% di Desember 2024 menjadi 5,25% seperti saat ini.
Konsensus CNBC Indonesia yang dihimpun dari 13 lembaga/institusi menunjukkan suara pasar terbelah dalam memproyeksikan kebijakan BI bulan ini.
Sebanyak delapan Lembaga memperkirakan BI akan menahan suku bunga sementara lima institusi lainnya memproyeksikan BI akan melakukan pemangkasan suku bunga sebesar 25 bps menjadi 5,0%.
Pertumbuhan Ekonomi yang Solid
Mayoritas para analis memperkirakan BI akan menahan suku bunga. Alasan utama proyeksi suku bunga ditahan adalah kinerja ekonomi Indonesia yang terbilang kuat.
Pada kuartal II-2025, pertumbuhan ekonomi tercatat 5,12% yoy, lebih tinggi dibanding kuartal I-2025 sebesar 4,87% yoy dan melampaui ekspektasi pasar. Angka tersebut juga menembus level psikologis 5%, yang kerap menjadi tolok ukur stabilitas ekonomi nasional.
Pertumbuhan ini ditopang oleh konsumsi rumah tangga yang solid, kinerja ekspor yang tetap positif, serta realisasi belanja pemerintah yang efektif. Capaian tersebut dinilai cukup untuk menahan BI agar tidak terburu-buru memangkas suku bunga lebih lanjut.
Namun, efek pelonggaran yang telah dilakukan sejak awal tahun belum sepenuhnya terasa di sektor perbankan. Hingga akhir Juni 2025, pertumbuhan kredit tercatat 7,77% yoy, melambat dibanding Mei yang tumbuh 8,43% yoy. Sebaliknya, pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) naik menjadi 6,96% yoy, meski masih di bawah laju pertumbuhan kredit.
Nilai Tukar Rupiah
Salah satu hal yang sangat dipengaruhi oleh keputusan suku bunga BI adalah nilai tukar rupiah. Dalam beberapa pekan terakhir, rupiah menunjukkan tren penguatan yang cukup meyakinkan terhadap dolar AS. Sejak awal Agustus hingga penutupan perdagangan Selasa (19/8/2025), rupiah sudah terapresiasi 1,52% ke level Rp16.235/US$. Bahkan, pada 14 Agustus lalu rupiah sempat menyentuh Rp16.106/US$, posisi terkuat sejak awal tahun.
Penguatan ini menjadi bukti bahwa kebijakan moneter BI dalam menjaga stabilitas rupiah berjalan efektif. Kombinasi antara penurunan suku bunga acuan, pengelolaan likuiditas melalui SRBI, serta strategi intervensi ganda BI berhasil menjaga kepercayaan pasar.
Namun, kekuatan rupiah masih mendapat banyak ujian, terutama jika bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed) masih enggan memangkas suku bunga.
Jika The Fed masih enggan memangkas bahkan cenderung hawkish maka rupiah dikhawatirkan dalam tekanan. Sebagai catatan, pelaku pasar tengah menunggu pidato Chairman The Fed Jerome Powell di simposium Jackson Hole, Jumat mendatang atau hanya berselang sehari setelah keputusan BI.
BI tentu saja harus mempertimbangkan kemungkinan terburuk, termasuk stance hawkish dari Powell. Sikap hawkish bisa memicu outflow sehingga rupiah melemah.
Jika BI menahan bunga, pasar akan menilai kebijakan ini sebagai langkah hati-hati untuk menyeimbangkan stabilitas rupiah dan upaya menjaga momentum pertumbuhan.
Proyeksi Sejumlah Analis
Menurut Analis Mega Capital Sekuritas (MCS), BI masih akan menurunkan suku bunga lagi di sisa 2025 ini tetapi tidak bulan ini karena BI perlu mengambil langkah berhati-hati di tengah ketidakpastian kapan the Fed akan mulai memangkas suku bunga lagi.
Sebaliknya, menurut Chief Economist Bank Permata, Joshua Pardede, inflasi yang terkendali di batas bawah target, penguatan rupiah sebesar 1,3% sepanjang bulan ini serta turunnya yield SBN 10 tahun ke kisaran 6,4-6,5% membuka ruang pelonggaran moneter.
Stabilitas harga pangan dan energi, cadangan devisa yang memadai, serta defisit transaksi berjalan yang terjaga menambah keyakinan bahwa pemangkasan tidak akan memicu gejolak rupiah. Kurva Sekuritas Rupiah BI (SRBI) yang terus bergerak turun juga mencerminkan sikap BI yang semakin akomodatif.
Dengan pertumbuhan ekonomi tetap di kisaran 5%, Bank Permata memproyeksikan BI akan memangkas suku bunga acuan sebesar 25 bps pada Agustus 2025, guna memperkuat transmisi ke suku bunga kredit tanpa mengorbankan stabilitas.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(evw/evw)