Trump-Putin Bertemu di Alaska, Sejarah Penuh Kejutan 2 Raksasa Dunia

Elvan Widyatama, CNBC Indonesia
15 August 2025 16:30
U.S. President Donald Trump and Russia's President Vladimir Putin shake hands as they meet in Helsinki, Finland July 16, 2018. REUTERS/Kevin Lamarque
Foto: REUTERS/Kevin Lamarque

Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dan Presiden Russia Vladimir Putin akan melakukan pertemuan tatap muka di Anchorage, Alaska, pada Jumat (15/8/2025).

Dalam pertemuan kali ini Trump berupaya untuk mengakhiri perang antara Rusia dan Ukraina yang telah berlangsung sejak awal 2022 atau sudah lebih dari 3 tahun lamanya.

Namun, pertemuan ini menjadi sorotan dunia bukan hanya karena itu perang melainkan juga karen sejarah panjang Trump dan Putin yang sarat akan kontroversi.

Sejarah Hubungan yang Penuh Warna

Trump dan Putin bukanlah dua pemimpin yang asing satu sama lain. Sejak awal masa jabatannya pada 2017, Trump sering menekankan pentingnya "berhubungan baik" dengan Rusia. Ia bahkan pernah mengatakan kepada Fox News bahwa menjalin hubungan dengan Putin adalah "hal yang baik, bukan hal buruk."

Namun, sikap tersebut kerap memunculkan kontroversi di dalam negeri AS. Salah satu momen paling diingat terjadi pada KTT Helsinki 2018, ketika Trump terlihat sangat menghormati Putin, membiarkannya berbicara lebih dulu, dan bahkan memuji Rusia atas kesuksesan Piala Dunia.

Lebih jauh, ketika isu campur tangan Rusia dalam pemilu AS 2016 mencuat, Trump tampak membela Putin dengan mengatakan, "Saya tidak melihat alasan mengapa itu harus Rusia," meski intelijen AS menyimpulkan sebaliknya.

Pertemuan mereka di berbagai forum internasional, termasuk KTT G20 di Osaka 2019, sering menampilkan chemistry yang unik kadang serius, kadang santai bercanda soal media berita palsu. Namun hubungan ini selalu menjadi sorotan tajam karena dianggap terlalu akomodatif terhadap kepentingan Kremlin.

Pertemuan di Anchorage

Pertemuan Anchorage datang di tengah perang Rusia Ukraina yang sudah berlangsung lebih dari 2 tahun dan menguras sumber daya kedua pihak. Trump, yang selama kampanye pemilu 2024 kerap sesumbar bisa mengakhiri perang dalam 24 jam karena kedekatan dengan Putin, kini menghadapi realitas yang lebih rumit.

Dalam beberapa bulan terakhir, sikap Trump terhadap Putin mulai mengeras.

Trump mengakui bahwa "banyak omong kosong" datang dari pihak Rusia, bahkan mulai menyetujui penjualan sistem senjata canggih ke NATO untuk mendukung Ukraina. Trump juga mengancam meningkatkan tarif terhadap negara-negara pembeli utama minyak Rusia sebagai bentuk tekanan.

Namun, menjelang tenggat sanksi baru, Putin menawarkan pertemuan tatap muka. Bagi banyak pengamat, langkah ini bisa menjadi upaya diplomasi atau sekadar manuver politik untuk menguji posisi AS di bawah Trump.

Dua Menit yang Menentukan

Trump sendiri mengatakan bahwa ia akan mengetahui dalam "dua menit pertama" apakah Putin benar-benar serius ingin mengakhiri perang. Meski begitu, ia mengaku skeptis, mengingat pengalaman sebelumnya ketika percakapan damai diikuti laporan serangan rudal terhadap sasaran sipil di Ukraina.

Bagi Putin, pertemuan ini adalah kesempatan untuk kembali ke meja diplomasi internasional dan mengikis citra sebagai paria global.

Bagi Trump, ini adalah peluang untuk mencatat pencapaian diplomatik besar yang dapat memperkuat posisinya di dalam negeri dan panggung dunia.

Ekspektasi Terbatas

Trump menggambarkan pertemuan ini sebagai "feel-out meeting" atau pertemuan penjajakan, sehingga ekspektasi untuk kesepakatan besar masih ditahan. Ia bahkan membuka kemungkinan adanya pertemuan lanjutan yang melibatkan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky bersama Putin

Namun, analis memperingatkan bahwa Putin dikenal lihai memanfaatkan kelemahan lawan bicara. Wendy Sherman, mantan wakil menteri luar negeri AS yang pernah bertemu langsung Putin selama 4 jam pada 2015, mengingatkan bahwa Putin sering datang dengan tawaran yang disesuaikan dengan gaya transaksional Trump.

"Kekhawatiran saya adalah Putin akan memikat kembali Trump melalui pujian dan tawaran yang terlihat menguntungkan," ujar Sherman, seraya berharap Trump kali ini berada pada posisi yang lebih kuat dan tidak mudah terpengaruh.

Dampak Geopolitik dan Ekonomi Global

Pertemuan ini tidak hanya relevan bagi pihak yang berperang, tetapi juga bagi pasar global. Setiap sinyal menuju perdamaian berpotensi menekan harga energi, mengubah arus perdagangan, dan mempengaruhi sentimen pasar keuangan.

Sebaliknya, kegagalan pembicaraan dapat memperpanjang ketidakpastian, menahan investasi, dan memicu kembali volatilitas harga komoditas strategis seperti minyak dan gas.

Bagi Indonesia dan negara berkembang lainnya, hasil pertemuan Anchorage akan menjadi indikator penting arah hubungan AS-Rusia, stabilitas geopolitik, serta prospek ekonomi global di tengah tantangan inflasi dan suku bunga tinggi.

CNBC INDONESIA RESEARCH 

[email protected]

(evw/luc)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation