
Dibuang-Buang di RI: 7 Hasil Kebun Ini Jadi Harta Karun & Buruan Dunia

Jakarta, CNBC Indonesia- Pasar global untuk bahan alami kian tumbuh, dan Indonesia menjadi salah satu sumber pentingnya. Beragam jenis daun asal RI kini melintasi benua, dari kelor yang dijuluki miracle tree, pisang yang jadi dekorasi tropis di Eropa, hingga salam yang diburu Jepang karena khasiat antibakterinya.
Laporan dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa dalam beberapa tahun terakhir, ekspor daun-daunan asal RI mencatatkan kisah beragam ada yang meroket ribuan persen, ada yang bertahan di pasar loyal, ada pula yang tertekan akibat persaingan global.
Tetapi, dunia semakin melirik bahan alami yang lahir dari tanah Nusantara.
1. Daun Kelor: Si "Miracle Tree" yang Melejit 11.500%
Dulu dianggap tanaman pagar biasa atau pengusir setan, kini daun kelor menjelma menjadi superfood kelas dunia. Dalam lima tahun, nilai ekspor RI melonjak dari hanya US$9.893 (2019) menjadi US$1,15 juta (2024), atau tumbuh lebih dari 11.500%. Volume ekspor juga melesat dari 1,5 ton menjadi 931 ton.
China dan Malaysia menjadi pasar utama. China menggandrungi kelor sebagai bahan nutraceuticals, sedangkan Malaysia memanfaatkannya untuk pengobatan tradisional dan makanan kesehatan. Tantangannya kini bukan lagi permintaan, tapi konsistensi kualitas, sertifikasi ekspor, dan kapasitas produksi.
Fun factnya Kelor mengandung protein, kalsium, zat besi, vitamin A, C, E, dan polifenol yang membuatnya jadi kandidat bintang baru ekspor herbal RI.
2. Daun Pisang- Dari Bungkus Nasi Liwet ke Dekorasi ala Tropical di London
Bukan cuma membungkus lontong, daun pisang kini merambah pasar internasional. Di AS dan Inggris, harga per tangkai bisa tembus US$3,50-US$5,00 (sekitar Rp78-80 ribu). Tak hanya untuk kuliner tradisional seperti tamales Meksiko atau poisson cru Polinesia, daun pisang populer sebagai dekorasi acara bertema tropis.
Thailand memimpin sebagai importir terbesar (38,2 ton pada 2024) diikuti Inggris dan Vietnam. Nilai ekspor RI ke Inggris mencapai US$123 ribu. Prospeknya cerah, apalagi tren ramah lingkungan mendorong permintaan produk alami.
3. Daun Salam, Penurun Bakteri, Penurunan Ekspor
Di Indonesia, daun salam identik dengan aroma hangat masakan rumah. Tapi khasiatnya jauh lebih besar: mampu membunuh spora Bacillus cereus, penyebab keracunan makanan. Sayangnya, ekspor justru terjun bebas dari puncak US$301 ribu (2021) menjadi US$123 ribu (2024), dengan volume anjlok ke titik terendah enam tahun terakhir.
Satu penyelamat: Jepang. Negeri Sakura menyerap lebih dari 50% nilai ekspor nasional pada 2024, naik 63,7% dibanding tahun sebelumnya. Namun Indonesia masih mengekspor dalam bentuk daun kering utuh, belum menggarap nilai tambah seperti ekstrak atau produk olahan.
4. Thyme: Rempah Mediterania dari Lahan Tropis RI
Meski bukan produsen utama dunia, Indonesia mulai dikenal sebagai pemasok thyme berkualitas. Pada 2024, nilai ekspor mencapai US$123 ribu, dengan Jepang sebagai pembeli terbesar (US$66,7 ribu), diikuti Korea Selatan dan Belanda.
Thyme digunakan dalam masakan Eropa dan Timur Tengah, juga dalam industri kosmetik berkat sifat antibakteri dan antijamurnya. Iklim tropis membuat profil rasa thyme RI lebih intens, memberi keunggulan dibanding pesaing.
5. Kayu Putih: Penghangat dari Maluku untuk Dunia
Daun kayu putih atau eucalyptus adalah bahan baku minyak kayu putih penghangat tubuh, antiseptik, hingga pembersih rumah. Produksi RI sempat naik hingga 67 ribu ton (2021), tapi anjlok 34,5% pada 2023 menjadi 42 ribu ton, dipicu perubahan iklim dan gangguan logistik.
Meski skala ekspor belum sebesar Tiongkok, RI mengirim minyak kayu putih ke Malaysia, Singapura, dan Jepang. Fokus peningkatan kualitas dan teknologi produksi bisa memperluas pasar global.
6. Daun Belimbing: Lonjakan 1.000% dari Karibia
Tak hanya buahnya yang segar, daun belimbing jadi incaran pasar baru. Pada 2024, ekspor melonjak 1.058% menjadi US$62,5 ribu (8,7 ton) dibanding tahun sebelumnya. Kejutan datang dari Republik Dominika yang langsung mengimpor 6 ton senilai US$52,9 ribu setelah lima tahun absen.
Khasiatnya dari menurunkan tekanan darah hingga antioksidan membuatnya dilirik negara-negara nontradisional. Tantangannya: menjaga kontinuitas pasokan dan kualitas.
7. Daun Jeruk: Aroma yang Memudar di Angka Ekspor
Daun jeruk adalah aroma wajib rendang, tom yum, hingga kari Asia. Namun ekspor RI turun dari US$4,78 juta (2019) menjadi US$3,26 juta (2024). Malaysia tetap jadi importir terbesar (US$913 ribu), diikuti Jepang (US$680 ribu).
Persaingan dari Thailand dan Vietnam serta standar ketat residu pestisida di Jepang dan Uni Eropa menekan ekspor. Diversifikasi pasar dan peningkatan kualitas menjadi kunci mempertahankan dominasi.
Peluang Hijau Indonesia
Peta ekspor daun-daunan RI memperlihatkan potensi besar sekaligus tantangan yang nyata. Tren kenaikan permintaan global terhadap bahan alami memberi ruang bagi Indonesia untuk memperluas pangsa pasar selain lewat volume, juga lewat inovasi nilai tambah misalnya pengolahan menjadi ekstrak, minyak esensial, atau produk siap konsumsi.
Daya saing tidak akan terjaga tanpa konsistensi kualitas, sertifikasi yang sesuai standar negara tujuan, serta strategi diversifikasi pasar.
Pasar tradisional seperti Malaysia, Jepang, dan China memang memberi fondasi stabil, tetapi penetrasi ke Eropa, Amerika, dan kawasan nontradisional seperti Karibia dapat menjadi motor pertumbuhan baru.
CNBC Indonesia Research
(emb/emb)