
Berani Lawan Trump, Negara-Negara Rela Dihukum Tarif Tinggi

Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump kembali mengguncang perdagangan global lewat kebijakan tarif tinggi terbaru terhadap lebih dari 90 negara. Kebijakan ini mulai berlaku pada awal Agustus 2025 dan menjadi bagian dari strategi Trump untuk menekan defisit perdagangan AS serta mendorong produksi dalam negeri.
Langkah ini mengejutkan banyak negara, termasuk mitra dagang utama AS, karena sejumlah bea masuk melonjak tajam, bahkan hingga 50%. Para pelaku usaha pun khawatir bahwa biaya tambahan ini pada akhirnya akan dibebankan kepada konsumen akhir, yang berpotensi memicu inflasi barang impor di pasar AS.
Kebijakan ini juga memicu ketegangan baru dalam hubungan dagang internasional. Beberapa negara yang terdampak langsung seperti India, Brasil, Kanada, dan Swiss kini berpacu dengan waktu untuk melakukan negosiasi ulang guna meminimalisasi potensi kerugian ekonomi akibat kenaikan tarif tersebut.
Berikut adalah daftar negara yang menjadi korban dari kebijakan tarif tinggi Trump.
India
India menjadi salah satu negara yang paling terdampak kebijakan proteksionis terbaru Presiden Amerika Serikat Donald Trump. Negeri Bollywood itu kini dikenakan tarif impor hingga 50%, setelah Trump menambahkan bea masuk sebesar 25% sebagai bentuk sanksi atas kebijakan energi India yang tetap membeli minyak dari Rusia.
"Saya menemukan bahwa Pemerintah India secara langsung atau tidak langsung mengimpor minyak dari Federasi Rusia," tulis Trump dalam perintah eksekutifnya.
Trump menegaskan bahwa langkah ini diambil sebagai upaya menekan negara-negara yang dianggap ikut mendanai invasi Rusia ke Ukraina.
"Jika mereka membeli minyak Rusia, mereka mendanai mesin perang. Dan kalau mereka melakukannya, maka saya tidak akan senang," ujarnya dalam wawancara dengan CNBC International.
Pemerintah India langsung mengecam keputusan tersebut.
Melalui juru bicara Kementerian Luar Negeri, India menilai kebijakan tarif itu tidak adil, tidak masuk akal, dan tidak dapat dibenarkan.
India juga menegaskan bahwa keputusan impor minyak didasarkan pada pertimbangan pasar dan demi menjamin keamanan energi bagi 1,4 miliar penduduknya.
Brasil
Brasil juga terkena dampak langsung dari kebijakan tarif Trump. Negara terbesar di Amerika Selatan ini dikenai tarif impor sebesar 50%, meski beberapa komoditas seperti minyak, pesawat, dan jus jeruk mendapatkan pengecualian. Namun, sektor unggulan seperti daging sapi dan kopi justru terkena dampak.
Beberapa analis menilai bahwa kebijakan Trump terhadap Brasil bukan semata alasan perdagangan, tetapi juga bernuansa politik. Trump diketahui merupakan sekutu dari mantan Presiden Brasil, Jair Bolsonaro, yang kini tengah menghadapi kasus hukum. Tarif tinggi yang diberlakukan terhadap Brasil dipandang sebagai upaya tekanan sekaligus bentuk perlindungan terhadap sekutunya.
Dari sisi ekonomi, pemerintah Brasil memperkirakan dampaknya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) tidak terlalu signifikan karena ekspor mereka lebih terkonsentrasi ke Tiongkok dan negara-negara BRICS. Namun, sentimen investor dan pasar keuangan tetap terguncang karena ketidakpastian arah kebijakan perdagangan AS.
Swiss
Swiss dibuat panik ketika Trump menetapkan tarif impor sebesar 39% terhadap berbagai produk asal negara tersebut. Meski tidak setinggi negara lain, angka itu tetap signifikan bagi Swiss, yang selama ini menikmati hubungan dagang yang stabil dengan AS.
Sektor farmasi, sebagai penyumbang utama ekspor Swiss, pada awalnya dikecualikan dari kebijakan tarif. Namun, ancaman Trump untuk menaikkan tarif terhadap sektor ini hingga 250% dalam 18 bulan ke depan membuat kekhawatiran meningkat tajam.
Pemerintah Swiss segera mengirim delegasi ke Washington untuk membuka jalur diplomasi. Mereka berargumen bahwa produk farmasi asal Swiss memiliki peran penting dalam sistem kesehatan global dan tidak seharusnya dijadikan alat tekanan politik. Swiss juga mengingatkan bahwa kebijakan ini bisa melanggar prinsip-prinsip Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
Jika tarif terhadap sektor farmasi benar-benar diberlakukan, para analis memperkirakan Swiss bisa kehilangan hingga 2% dari PDB-nya. Hal ini berpotensi mengancam ketenagakerjaan di sektor ekspor bernilai tinggi, yang merupakan tulang punggung ekonomi negara tersebut.
Kanada
Kanada juga menjadi salah satu target kebijakan tarif tinggi dari Trump sebesar 35%. Negara tetangga AS ini juga dikenai tarif sebesar 50% untuk komoditas seperti baja, aluminium, dan tembaga. Padahal, kedua negara terikat dalam perjanjian dagang CUSMA (Canada-United States-Mexico Agreement).
Kebijakan ini dinilai bertentangan dengan semangat perjanjian tersebut dan memicu kecaman dari Ottawa. Pemerintah Kanada menyayangkan keputusan sepihak AS yang dilakukan tanpa proses konsultasi. Dalam pertemuan trilateral dengan Presiden Meksiko dan Menteri Luar Negeri, Menteri Keuangan Kanada menyatakan bahwa negaranya kini akan lebih selektif dalam menentukan mitra dagang dan mencari negara-negara yang lebih bisa dipercaya.
Kanada juga tengah menjajaki kerja sama ekonomi dengan negara-negara Eropa dan Asia guna mengurangi ketergantungan terhadap AS. Meski Trump mengklaim telah dihubungi oleh Perdana Menteri Kanada untuk membahas kemungkinan kesepakatan dagang baru, hingga kini belum ada titik terang. Tanpa perjanjian yang jelas, hubungan dagang AS-Kanada yang bernilai ratusan miliar dolar AS setiap tahunnya berisiko mengalami penurunan signifikan.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(evw/evw)