Newsletter

RI Diuji! Data Ekonomi Diumumkan di Tengah Amukan Kabar Panas China-AS

Susi Setiawati, CNBC Indonesia
05 August 2025 06:10
Nah Lho! 2 Negara Ini Diramal Kena Krisis Ekonomi di 2024
Foto: Infografis/ Nah Lho! 2 Negara Ini Diramal Kena Krisis Ekonomi di 2024/ Ilham Restu
  • Pasar keuangan Indonesia ditutup beragam, IHSG melemah sementara rupiah menguat
  • Wall Street pesta pora setelah aksi jual besar-besaran pekan lalu
  • Data PDB, laporan keuangan dan ekonomi AS serta China akan menjadi penggerak pasar hari ini

Jakarta, CNBC Indonesia - Kemeriahan pesta pasar saham kini mulai redup usai Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terjun bebas, sementara rupiah kini berbanding terbalik mulai menunjukkan performa penguatan terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Kejatuhan saham-saham konglomerat menjadi penyebab amblesnya IHSG.

Akan tetapi dalam pekan ini masih dihiasi oleh sentimen rilis kinerja keuangan hingga beberapa data penting terutama dari dalam negeri, mulai dari pertumbuhan ekonomi, cadangan devisa hingga penjualan ritel. Selengkapnya mengenai sentimen dan proyeksi pasar hari ini dapat dibaca pada halaman 3 pada artikel ini. Dan para investor juga dapat mengintip agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini baik dalam negeri dan luar negeri pada halaman empat.

IHSG pada perdagangan kemarin,  Senin (4/8/2025), IHSG ditutup melemah 0,97% di level 7.464,64. Pelemahan ini terjadi di hari kedua awal perdagangan bulan Agustus usai IHSG ditutup sumringah pada awal bulan.

Sebanyak 347 saham naik, 332 turun, dan 277 tidak bergerak. Nilai transaksi mencapai Rp 15,38 triliun yang melibatkan 28,27 miliar saham dalam 2,02 juta kali transaksi. Kapitalisasi pasar pun menciut jadi Rp 13.405 triliun. Asing mencatat net sell sebesar Rp 1,02 triliun.

Mengutip Refinitiv, sektor bahan baku dan utilitas turun dalam, yakni masing-masing 4,71% dan 4,14%. Hal ini seiring dengan saham-saham konglomerat yang mengalami koreksi setelah melaju kencang pada bulan lalu.

Emiten terafiliasi Salim PT Amman Mineral Internasional Tbk (AMMN) turun 14,75% ke level 7.225 dan menjadi pemberat atau laggard utama IHSG dengan kontribusi -36,81 indeks poin. Mengikuti jejak AMMN, nyaris seluruh emiten Prajogo Pangestu masuk daftar 10 saham pemberat utama.

PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) yang turun 7,69% menyumbang -20,85 indeks poin. Lalu PT Chandra Asri Pacific Tbk (TPIA) berkontribusi -7,88 indeks poin, PT Barito Pacific Tbk (BRPT) -6,83 indeks poin, PT Petrindo Jaya Kreasi Tbk (CUAN) -4,32 indeks poin, PTRO -1,72 indeks poin. Pada bulan lalu saham-saham Prajogo tersebut bergantian menjadi penggerak utama IHSG.

Adapun koreksi IHSG pada perdagangan kemarin seiring dengan langkah investor mengambil keuntungan setelah indeks naik tinggi pada bulan lalu. Sebagaimana diketahui, sepanjang Juli 2025, IHSG naik lebih dari 5% secara bulanan.

Anggota Dewan Komisioner OJK pengawas pasar modal Inarno Djajadi mengungkapkan bursa saham domestik mencatatkan rekor kapitalisasi pasar tertinggi sepanjang sejarah Bursa Efek Indonesia (BEI).

"Nilai kapitalisasi pasar pada bulan Juli 2025 menyentuh rekor tertinggi (all time high) selama tiga hari berturut-turut. Puncaknya pada 29 Kuli 2026, dengan nilai sebesar Rp 13.700 triliun," terang Inarno dalam konferensi pers Rapat Dewan Komisioner Bulanan (RDKB) OJK, Senin (4/8/2025).

Lebih lanjut, dirinya mengungkapkan bersamaan dengan rekor kapitalisasi pasar, likuiditas transaksi di bursa ikut meningkat.

"Rata-rata nilai transaksi saham pada Juli 2025 mencapai Rp 13,42 triliun (ytd), naik dari akhir Juni 2025 dengan nilai Rp 13,29 triliun dan sudah lebih baik ari rata2 nilai transaksi 2024 senilai Rp 12,85 triliun," jelas Inarno.

Inarno menyampaikan per 31 Juli 2025, IHSG membukukan kinerja positif dan berada di level 7.484 mengalami penguatan 5,71% dalam sebulan dengan seluruh sektor perdagangan membukukan kinerja positif.

Beralih ke rupiah, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada Senin (4/8/2025) ditutup menguat 0,61% di level Rp16.385/US$1. Penguatan tersebut menjadi penguatan harian terbesar sejak 24 Juni 2025.

Penguatan rupiah pada perdagangan kemarin, Senin (4/8/2025) didorong oleh melemahnya indeks dolar AS pada perdagangan kemarin dan juga pada Jumat (1/8/2025) pekan lalu,  di mana DXY tercatat ditutup turun tajam sebesar 0,83% ke level 99,14 setelah sempat menembus level psikologis 100,25. Penurunan ini dipicu oleh rilis data ketenagakerjaan AS yang mengecewakan.

Hal ini terjadi seiring dengan laporan Departemen Tenaga Kerja AS (BLS) yang hanya menambahkan 73.000 pekerjaan baru di sektor non pertanian pada Juli 2025, jauh di bawah ekspektasi pasar sebesar 110.000.

Lebih parahnya lagi, BLS turut merevisi laporannya untuk periode Mei dan Juni yang masing masing turun menjadi 19.000 dan 14.000, dari sebelumnya sebesar 144.000 dan 147.000.

Hal ini langsung direspon negatif oleh para pelaku pasar, yang menyebabkan turunnya indeks dolar AS dalam waktu singkat.

Adapun dari pasar obligasi Indonesia, pada perdagangan Senin (4/8/2025) imbal hasil obligasi tenor 10 tahun menguat 0,27% di level 6,513%.

Sebagai informasi, imbal hasil obligasi yang menguat menandakan bahwa para pelaku pasar sedang membuang surat berharga negara (SBN). Begitu pun sebaliknya, imbal hasil obligasi yang melemah menandakan bahwa para pelaku pasar sedang kembali mengumpulkan surat berharga negara (SBN).

Dari pasar saham AS, bursa Wall Street terbang pada perdagangan Senin atau Selasa dini hari waktu Indonesia.

Saham melonjak karena investor berupaya memulihkan kerugian tajam yang terjadi pada sesi sebelumnya akibat kekhawatiran terhadap kondisi ekonomi AS dan putaran tarif baru dari pemerintahan Presiden AS Donald Trump.

Indeks Dow Jones Industrial Average melesat 585,06 poin, atau terbang 1,34%, dan ditutup di level 44.173,64, menghapus aksi jual besar yang terjadi pada hari Jumat.

Indeks S&P 500 melesat1,47% menjadi 6.329,94, memutus tren penurunan selama empat hari berturut-turut dan mencatatkan sesi terbaik sejak Mei. Nasdaq Composite melonjak 1,95% dan berakhir di 21.053,58.

"Hari ini semacam hari untuk bangkit kembali. Saham biasanya bangkit setelah penurunan, jadi itulah yang sedang terjadi," kata Sam Stovall, kepala strategi investasi di CFRA Research, kepada CNBC International.

Namun dia mengingatkan jika semua masih harus menunggu dan melihat apa yang terjadi selanjutnya karena bisa saja para investor berpikir.

"Kita perlu mengambil keuntungan sebagian dulu untuk mencerna kenaikan ini.'" Imbuhnya.

Saham-saham diobral pada Jumat pekan lalu setelah laporan pekerjaan yang lebih lemah dari perkiraan, termasuk revisi besar untuk data ketenagakerjaan Mei dan Juni.

Tak lama setelah rilis data tersebut, Presiden Donald Trump memecat kepala Biro Statistik Tenaga Kerja (BLS). Trump kemudian mengatakan bahwa ia akan mengumumkan komisaris BLS yang baru dalam beberapa hari ke depan.

Pasar juga terguncang oleh kegelisahan terkait kebijakan tarif baru Trump. Trump menandatangani perintah eksekutif pada akhir pekan lalu yang memperbarui tarif "resiprokal"-nya terhadap puluhan mitra dagang AS, mulai dari Suriah hingga Taiwan, dengan tarif baru berkisar antara 10% hingga 41%.

Dengan minimnya rilis data ekonomi pekan ini, perhatian investor akan tertuju pada perkembangan perdagangan antara AS dan China setelah pejabat senior dari kedua negara bertemu di Stockholm, Swedia, pekan lalu.

Investor juga menantikan laporan keuangan terbaru pekan ini. Palantir dijadwalkan merilis hasil kinerja setelah pasar tutup pada Senin, dan AMD akan melaporkan pada Selasa.

Pasar juga tengah bersiap menghadapi bulan yang secara historis lemah. Menurut Stock Trader's Almanac, Agustus merupakan bulan terburuk bagi Dow Jones Industrial Average sejak data tahun 1988, dan bulan terburuk kedua bagi S&P 500 dan Nasdaq Composite.

Pasar keuangan Indonesia diperkirakan masih volatile pada hari ini. Sejumlah sentimen baik dari dalam atau luar negeri akan menggerakkan pasar hari ini. Di antaranya adalah pengumuman data ekonomi kuartal II-2025, negosiasi dagang serta keluarnya PT Chandra Daya Investasi Tbk (CDIA) akan keluar dari papan pemantauan khusus.

Berikut beberapa sentimen penggerak pasar hari ini>

Pertumbuhan Ekonomi RI Kuartal II

Pada  hari ini, Selasa (5/8/2025), BPS akan mengumumkan pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal II 2025.

Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal- II 2025 diperkirakan melambat dan berada di bawah 5% (year on year/yoy). Pelemahan pertumbuhan, utamanya dipicu oleh turunnya konsumsi masyarakat.

Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia dari 13 institusi memperkirakan pertumbuhan ekonomi pada kuartal- II 2025 mencapai 4,78% (yoy) dan 3,69% dibandingkan kuartal sebelumnya (qtq).

Sebagai catatan, ekonomi Indonesia tumbuh 4,87% (yoy) dan mengalami kontraksi sebesar 0,98% dibandingkan kuartal sebelumnya (qtq) pada kuartal I-2025.

Konsensus CNBC Indonesia lebih pesimis dibandingkan proyeksi pemerintah.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang juga merupakan Ketua KSSK, menuturkan optimisme ekonomi Indonesia tetap terjaga ditopang oleh konsumsi dan daya beli masyarakat yang masih positif, serta dunia usaha yang masih cukup resilien. Hal ini ditopang oleh peranan APBN dalam menjalankan fungsi countercyclical, yakni melalui penyaluran stimulus ekonomi yang diluncurkan pada kuartal I-2025.

"Dorongan program-program strategis pemerintah yang mulai berjalan juga dukungan sektor-sektor prioritas yang memberikan dukungan terhadap bertahannya pertumbuhan ekonomi Indonesia," kata Sri Mulyani dalam paparan hasil rapat KSSK Triwulan II-2025, Senin (28/7/2025).

Sri Mulyani pun menegaskan ke depannya, peran swasta sebagai penggerak pertumbuhan akan terus didorong, terutama melalui kebijakan dan percepatan deregulasi. Sejalan dengan itu, pemerintah juga akan mendorong peranan Danantara yang makin optimal.

"Berbagai perkembangan strategi akan ditingkatkan untuk mendorong multiplier effect lebih besar agar ekonomi Indonesia 2025 tumbuh disekitar 5%," tegasnya.

Jika merujuk pada proyeksi konsensus sebesar 4,78%, maka pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II-2025 diperkirakan menjadi yang terendah sejak kuartal III-2021 yang hanya tumbuh 3,53%. Sebagai catatan, pada periode tersebut Indonesia tengah dilanda gelombang Delta Covid-19 fase pandemi paling parah yang mulai menyebar luas sejak akhir Mei 2021.

Dengan kata lain, apabila realisasi pertumbuhan sesuai proyeksi, maka kondisi perekonomian Indonesia saat ini bisa dikatakan setara dengan masa krisis pandemi atau menjadi yang paling lemah dalam hampir empat tahun terakhir.

Pertumbuhan ekonomi kuartal II-2025 masih dibebani oleh melambatnya konsumsi rumah tangga. Sebagai catatan, konsumsi rumah tangga berkontribusi 53-56% terhadap pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Dengan demikian, apapun pergerakan konsumsi akan sangat berdampak terhadap laju ekonomi.

Melambatnya konsumsi tercermin dari terjadinya tren pelemahan pertumbuhan kredit konsumsi, Indeks Kepercayaan Konsumen (IKK) yang masih berada di level yang rendah, kontraksi aktivitas manufaktur dalam negeri, dan turunnya penjualan kendaraan bermotor.

Data Bank Indonesia menunjukkan pertumbuhan kredit konsumsi terus menurun dari 9,2% pada Maret menjadi 8,6% pada Juni 2025.

Tak hanya konsumsi, sektor properti pun mengalami tekanan. Kredit Pemilikan Rumah (KPR), yang mencerminkan permintaan terhadap hunian dan sektor real estat, mengalami perlambatan cukup tajam dari 8,9% pada Maret menjadi hanya 7,7% pada Juni 2025.

Perlambatan ini mengindikasikan adanya kehati-hatian konsumen dalam membelanjakan uangnya, baik karena tekanan daya beli maupun ekspektasi ekonomi yang kurang optimistis.

Ekspor Tekstil & Sawit RI ke Eropa Bebas Tarif

Dalam konferensi pers Sosialiasi dan Persiapan Perjanjian Politik IEU-CEPA dan Kerangka Perdagangan Indonesia-AS, Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan, Djatmiko Bris Witjaksono menegaskan bahwa produk-produk ekspor Indonesia, seperti tekstil hingga kelapa sawit dan turunannya akan dikenai tarif 0% dalam Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU-CEPA).

Djatmiko menjelaskan bahwa IEU-CEPA mencakup komitmen eliminasi tarif oleh kedua pihak, di mana 98% dari seluruh pos tarif dan 99% dari total nilai impor Indonesia ke Uni Eropa akan memperoleh preferensi.

Dengan populasi Indonesia yang mencapai 285 juta jiwa dan Uni Eropa dengan lebih dari 400 juta penduduk, perjanjian ini diharapkan membuka akses pasar dan investasi yang lebih luas bagi kedua belah pihak.

CDIA Keluar dari FCA

PT Chandra Daya Investasi Tbk (CDIA) akan keluar dari papan pemantauan khusus dengan mekanisme perdagangan full call auction (FCA) pada hari ini, Selasa (5/8/2025).
Pencabutan tersebut tertuang dalam pengumuman No. Peng-CK-00049/BEI.PLP/08-2025 Pencabutan Efek Bersifat Ekuitas Dari Pemantauan Khusus.

Seperti diketahui, saham CDIA masuk daftar pemantauan khusus dan mulai diperdagangkan menggunakan mekanisme FCA pada Jumat (25/7/2025). Saham masuk FCA setelah BEI mengumumkan saham emiten Prajogo Pangestu itu bergerak di luar kebiasaan (unusual market activity/UMA) atau memenuhi kriteria efek 10 hingga berujung pada suspensi pada 17 dan 23 Juli 2025.

Sejumlah pihak menunggu apakah saham CDIA akan terbang atau terperosok setelah keluar dari FCA dan diperdagangkan.

OJK Akan Buka Kode Domisili Investor Bulan Depan

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyetujui usulan Bursa Efek Indonesia (BEI) untuk membuka kembali informasi kode domisili investor, baik domestik maupun asing. Langkah ini dilakukan guna meningkatkan transparansi dan likuiditas di pasar modal Indonesia.
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK, Inarno Djajadi menyampaikan bahwa secara prinsip OJK mendukung penyempurnaan mekanisme perdagangan, termasuk distribusi data kode domisili investor pada dua titik waktu dalam sehari.

"Kalau sebelumnya hanya tersedia di akhir sesi perdagangan, ke depan akan ada distribusi data di akhir sesi I dan sesi II," ujar Inarno dalam konferensi pers virtual, Senin (4/8/2025).

Inarno menambahkan, pembukaan kembali data domisili ini bertujuan memberikan gambaran yang lebih akurat terhadap dinamika transaksi, sekaligus mencegah kesimpangsiuran informasi dan spekulasi di pasar.

"Ini demi meningkatkan tata kelola dan integritas pasar, serta mendukung pengambilan keputusan yang lebih baik bagi investor ritel maupun institusi," tegasnya.

Dari sisi teknis, Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota Bursa BEI, Irvan Susandy mengungkapkan bahwa saat ini proses uji coba tengah dilakukan, dengan target implementasi pada September 2025.

BEI optimistis langkah ini akan menjadi katalis positif untuk meningkatkan aktivitas perdagangan, khususnya pada sesi II.

Sebagai catatan, BEI sebelumnya sempat menutup akses informasi kode domisili investor dalam rangka memperkuat tata kelola pasar. Kini, dengan kesiapan sistem dan dukungan regulator, kebijakan tersebut akan dikaji ulang dan disempurnakan.

Kredit Bank dan Multifinance Melambat

OJK melaporkan pertumbuhan kredit per Juni 2025 sebesar Rp 8.060 triliun, naik 7,77% secara tahunan (yoy). Pertumbuhan pada akhir semester I-2025 tersebut melambat bila dibandingkan dengan Mei yang tumbuh 8,43% yoy.


Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Dian Ediana Rae mengatakan bahwa berdasarkan jenis penggunaan, kredit investasi tumbuh paling tinggi, yakni 12,53% yoy. Lalu diikuti oleh kredit konsumsi 8,49% yoy.

Selain itu, pertumbuhan piutang multifinance melambat signifikan per Juni 2025. Data OJK menunjukkan penyaluran pembiayaan oleh perusahaan pembiayaan sebesar Rp 501,83 triliun pada bulan keenam tahun ini atau hanya naik 1,96%.
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), per Juni 2025, industri multifinance mencatat pembiayaan senilai Rp 501,83 triliun, naik 1,95% secara tahunan (yoy). Secara berurutan,sepanjang Januari-Mei 2025 pembiayaan tumbuh 6,04% yoy, 5,92% yoy, 4,6% yoy, 3,67% yoy, dan 2,83% yoy.

Pertumbuhan piutang mulitifnance tersebut merupakan yang terendah sejak awal tahun. Padahal pada pertengahan tahun lalu, piutang multifinance masih dapat tumbuh dua digit atau mencapai 10,82% pada Juni 2024.

Neraca Dagang AS & Ekspor Impor Juni

Pada Selasa (5/8/2025), negeri Paman Sam, Amerika Serikat (AS) akan merilis data neraca dagang beserta eskpor dan impor periode Juni 2025. Sebelumnya, Biro Sensus AS dan Biro Analisis Ekonomi AS telah mengumumkan bahwa defisit barang dan jasa mencapai US$71,5 miliar pada bulan Mei, naik $11,3 miliar dari US$60,3 miliar pada bulan April (direvisi).

Ekspor bulan Mei mencapai US$279,0 miliar, US$11,6 miliar lebih rendah dibandingkan ekspor bulan April. Impor bulan Mei mencapai US$350,5 miliar, US$0,3 miliar lebih rendah dibandingkan impor bulan April.

Peningkatan defisit barang dan jasa pada bulan Mei mencerminkan peningkatan defisit barang sebesar US$11,2 miliar menjadi USU$97,5 miliar dan penurunan surplus jasa sebesar US$0,1 miliar menjadi US$26,0 miliar.

Secara tahunan (ytd), defisit barang dan jasa meningkat sebesar US$175,0 miliar, atau 50,4%, dibandingkan periode yang sama pada tahun 2024. Ekspor meningkat sebesar US$73,6 miliar atau 5,5%. Impor meningkat sebesar US$248,7 miliar atau 14,8%.

PMI Komposit Global S&P AS Juli

Masih di hari yang sama Selasa (5/8/2025), AS juga akan merilis PMI Komposit Global S&P AS periode Juli 2025. Sebelumnya, PMI Komposit Global S&P AS naik menjadi 54,6 pada Juli 2025 dari 52,9 pada Juni, menandai laju pertumbuhan tercepat pada tahun 2025 dan ekspansi bulan ke-30 berturut-turut.

Peningkatan ini didorong oleh aktivitas jasa yang kuat, yang tumbuh pada tingkat tercepat sejak Desember lalu. Output manufaktur juga meningkat, tetapi dengan laju yang lebih moderat, menunjukkan divergensi momentum antar-sektor. Ketenagakerjaan terus tumbuh di sektor swasta.

Namun, kepercayaan bisnis menurun baik di sektor jasa maupun manufaktur di tengah kekhawatiran tentang pemotongan belanja dan tarif federal. Meningkatnya biaya upah dan tarif berkontribusi pada inflasi harga input yang lebih tinggi, yang semakin banyak dibebankan perusahaan kepada pelanggan. Akibatnya, inflasi harga output meningkat, menempati peringkat tertinggi dalam tiga tahun terakhir.

PMI Jasa AS Juli

Masih di hari yang sama Selasa (5/8/2025), AS juga akan merilis data PMI Jasa periode Juli 2025. Sebelumnya, Aktivitas ekonomi di sektor jasa AS tumbuh pada bulan Juni setelah hanya satu bulan berkontraksi. PMI Jasa menunjukkan ekspansi sebesar 50,8%, di atas titik impas 50 persen untuk ke-11 kalinya dalam 12 bulan terakhir. Dan 0,9 poin persentase lebih tinggi dibandingkan angka bulan Mei sebesar 49,9%.

PMI Jasa Caixin China Juli

Dari negeri Tirai Bambu, akan merilis beberapa data, pada Selasa (5/8/2025), China akan merilis PMI Jasa Caixin periode Juli 2025. Sebelumnya, PMI Jasa Caixin China turun menjadi 50,6 pada Juni 2025, turun dari 51,1 pada Mei dan di bawah ekspektasi pasar sebesar 51,0.

Angka ini menandai ekspansi terlemah di sektor jasa sejak September 2024, karena pertumbuhan pesanan baru melambat dan penjualan luar negeri mengalami penurunan tertajam sejak Desember 2022, di tengah kondisi global yang lesu. Akibatnya, lapangan kerja menurun tipis.

Dari sisi harga, biaya input naik tipis karena harga bahan baku dan bahan bakar yang lebih tinggi, meskipun inflasi input secara keseluruhan mereda ke level terendah dalam tiga bulan. Sementara itu, harga jual turun selama lima bulan berturut-turut, menandai penurunan tertajam sejak April 2022, didorong oleh persaingan pasar yang ketat. Terakhir, sentimen bisnis membaik untuk bulan kedua berturut-turut di tengah harapan kondisi ekonomi yang lebih baik dan penjualan yang lebih kuat, meskipun masih jauh di bawah rata-rata jangka panjang.

Berikut sejumlah agenda ekonomi dalam dan luar negeri pada hari ini:

  •  Pertumbuhan Ekonomi (PDB) RI kuartal II 2025
  •  Neraca Dagang AS & Eskpor Impor Juni 2025
  •  PMI Komposit Global S&P AS Juli 2025
  •  PMI Jasa AS Juli 2025
  •  PMI Jasa Caixin China Juli 2025
  • JobCity Job Fair 2025: AI dan Masa Depan Lapangan Kerja di Indonesia
  • CSED Center for Sharia Economic Development INDEF bekerja sama dengan Universitas Paramadina, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Universitas Tazkia, dan Universitas Darussalam Gontor akan menyelenggarakan seminar nasional dengan topik "Di Balik Kilau. Emas: Siapa Penjamin Simpanan di Bullion Bank?

Kinerja Bisnis AXA Financial Indonesia Semester 1 2025

Berikut sejumlah agenda emiten di dalam negeri pada hari ini:

Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:


Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular