
Produksi Jambu RI Juara Dunia, Produk Olahannya Masih Kalah

Jakarta, CNBC Indonesia — Indonesia boleh berbangga. Negeri tropis ini dinobatkan sebagai produsen jambu biji terbesar di dunia, bahkan jauh melampaui India dan Iran. Namun di sisi lain, Indonesia justru belum menjadi pemain utama dalam industri produk olahan guava yang nilai pasarnya jauh lebih menggiurkan.
Mengutip Jagran Josh dan World Population Review (WPR), Indonesia saat ini memproduksi sekitar 26,3 juta ton jambu biji per tahun, berkat iklim tropis stabil, tanah subur, dan budidaya yang merata dari Sabang sampai Merauke.
Dengan iklim tropis yang stabil dan tanah vulkanik subur, Indonesia memanen sekitar 26,3 juta ton guava setiap tahun, jauh meninggalkan pesaingnya. Jambu biji tumbuh hampir di seluruh wilayah, dari kebun komersial hingga pekarangan rumah.
Guava di Indonesia sudah menjadi bagian dari keseharian buah ini dianggap "penjaga imun" alami, kaya vitamin C, antioksidan, dan serat. Daya adaptasinya yang tinggi membuat petani mudah membudidayakan Jambu sepanjang tahun, baik di lahan kering maupun irigasi.
Akan tetapi sebagian besar guava di tanah air masih dikonsumsi dalam bentuk segar atau dijual di pasar tradisional, tanpa banyak sentuhan hilirisasi.
India Pimpin Pasar Produk Olahan Guava
Sebaliknya, India mungkin bukan juara produksi, tapi jadi raja industri produk olahan guava. Mengutip artikel dari Pune-Okayama Friendship Garden, India disebut sebagai "guava powerhouse" karena sukses mengolah guava menjadi berbagai produk bernilai tambah dan mengekspor ke lebih dari 30 negara.
India menjadi pionir dalam memanfaatkan guava sebagai komoditas bernilai tambah. Negara ini tak hanya menghasilkan lebih dari 17 juta ton guava, tapi juga membangun industri pengolahan yang menyentuh berbagai lini.
Brand besar seperti Dabur dan Paper Boat memproduksi jus, nektar, dan minuman siap saji berbasis guava yang laris manis di Asia, Timur Tengah, bahkan Eropa.
Di Gujarat dan Maharashtra, petani juga memasok bahan baku untuk jelly, selai, dan bahkan bahan dasar kosmetik alami. India juga aktif mengembangkan varietas unggul seperti Allahabad Safeda dan Lucknow 49 untuk memastikan pasokan guava premium ke industri pengolahan.
Sementara India berjaya di sektor minuman dan selai, negara-negara Asia Timur dan Asia Tenggara seperti China, Taiwan, dan Vietnam justru menonjol dalam pengolahan guava menjadi produk herbal.
Di China bagian selatan, guava digunakan sebagai bahan pengobatan tradisional (TCM) dalam bentuk teh herbal daun guava yang dipercaya menurunkan gula darah dan kolesterol. Taiwan memimpin dari sisi teknologi budidaya modern dan menghasilkan guava premium untuk ekspor, sembari juga memproduksi ekstrak daun guava untuk suplemen kesehatan dan skincare.
Di Vietnam, industri guava berkembang pesat di sektor pulp beku dan konsentrat untuk kebutuhan industri makanan dan minuman kemasan yang sedang tumbuh.
Thailand, meskipun volumenya tak sebesar India atau Indonesia, telah lama dikenal sebagai eksportir produk guava premium seperti selai organik, snack sehat, dan jus guava tanpa gula. Negara ini mengandalkan strategi branding tropikal yang kuat untuk menembus pasar Jepang dan Eropa. Di sisi lain, Korea Selatan mengambil pendekatan unik dengan mengekstraksi antioksidan dan vitamin dari guava untuk keperluan kosmetik dan skincare alami, menyasar konsumen urban muda yang menggemari tren kecantikan berbasis tumbuhan tropis. Ini membuktikan bahwa produk olahan guava tidak melulu soal makanan dan minuman, tapi juga bisa menjadi bagian dari industri kecantikan bernilai tinggi.
Mengapa Indonesia Tertinggal?
Ada beberapa faktor utama yang membuat Indonesia belum mampu menguasai pasar produk olahan guava. Seperti minimnya fasilitas pengolahan di sentra produksi seperti Jawa Timur dan Sumatera. Kurangnya investasi hilirisasi agro dan riset varietas unggul untuk industri.
Lalu besarnya permintaan jambu di dalam neger membuat fokus pada pasar domestik lebih banyak dengan permintaan tinggi untuk konsumsi segar.
Dan juga belum optimalnya ekspor olahan akibat kendala standar mutu dan branding global.
Indonesia sudah punya panggung utama dalam hal produksi, tapi belum naik ke level "showrunner" di panggung global produk olahan. Jika tak segera mengejar ketertinggalan dari India, RI akan terus menjadi lumbung bahan mentah bukan pemilik nilai tambahnya.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(emb/emb)