Harga Batu bara Kembali Membara: Digendong Amerika, Dibuang China

mae, CNBC Indonesia
01 August 2025 07:10
Aktivitas bongkar muat batubara di Terminal  Tanjung Priok TO 1, Jakarta Utara, Senin (19/10/2020). Dalam satu kali bongkar muat ada 7300 ton  yang di angkut dari kapal tongkang yang berasal dari Sungai Puting, Banjarmasin, Kalimantan. (CNBC Indonesia/Tri Susilo)  

Aktivitas dalam negeri di Pelabuhan Tanjung Priok terus berjalan meskipun pemerintan telah mengeluarkan aturan Pembatasan Sosial Bersekala Besar (PSBB) transisi secara ketat di DKI Jakarta untuk mempercepat penanganan wabah virus Covid-19. 

Pantauan CNBC Indonesia ada sekitar 55 truk yang hilir mudik mengangkut batubara ini dari kapal tongkang. 

Batubara yang diangkut truk akan dikirim ke berbagai daerah terutama ke Gunung Putri, Bogor. 

Ada 20 pekerja yang melakukan bongkar muat dan pengerjaannya selama 35 jam untuk memindahkan batubara ke truk. (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)
Foto: Bongkar Muat Batu bara di Terminal Tanjung Priok TO 1, Jakarta Utara. (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga batu bara bisa bangkit setelah jatuh. Kenaikan dibantu oleh kabar baik dari Amerika Serikat (AS).

Merujuk Refintiv, harga batu bara pada perdagangan Kamis (31/7/2025) ditutup di posisi US$ 117,4 per ton, atau naik tipis 0,27%.

Kenaikan ini menjadi kabar baik setelah harga batu bara jatuh 0,76% pada Rabu kemarin.

Sepanjang Juli 2025, harga batu bara juga melonjak 5,62%. Artinya, harga batu bara sudah menguat selama tiga bulan beruntun.

Kenaikan harga batu bara ditopang kabar baik dari AS.

Badan Informasi Energi Amerika Serikat (EIA) dalam laporan Short-Term Energy Outlook terbaru memperkirakan pembangkit listrik tenaga batu bara di AS akan tetap memiliki persediaan yang relatif aman hingga akhir 2026. Permintaan batu bara jug diperkirakan melonjak.

EIA memperkirakan bahwa pembangkit listrik di AS memiliki sekitar 124 juta ton pendek (short tons) batu bara di lokasi pada akhir Juni. Dengan tingkat konsumsi sekitar 1,3 juta ton pendek per hari, persediaan ini setara dengan sekitar 93 hari pemakaian.

Ukuran ini, yang disebut juga sebagai days of burn, dihitung dengan membagi persediaan batu bara di pembangkit dengan tingkat konsumsi musiman. EIA memperkirakan bahwa days of burn akan berada di kisaran 90-120 hari dari sekarang hingga akhir 2026, atau sekitar satu bulan lebih banyak dibandingkan dengan periode 2019-2022.

Meskipun stok batu bara di pembangkit menurun sejak awal 2024, konsumsi batu bara di sektor ketenagalistrikan AS juga menurun, sehingga indikator days of burn tetap relatif tinggi. Sebagai cerminan dari kondisi pasokan ini, pengiriman batu bara ke pembangkit - sebagian besar melalui jalur kereta api juga menurun seiring dengan penurunan konsumsi batu bara.

EIA memproyeksikan bahwa tren penurunan konsumsi batu bara jangka panjang di AS akan mengalami pembalikan sementara pada 2025, terutama karena meningkatnya permintaan listrik dan naiknya daya saing batu bara di sektor ketenagalistrikan.

Sektor ini menyumbang lebih dari 90% konsumsi batu bara AS pada 2024. Harga gas alam AS tahun lalu berada pada titik terendah dalam sejarah, dan seiring meningkatnya harga gas pada kuartal pertama 2025, batu bara menjadi lebih kompetitif. Konsumsi batu bara AS pada kuartal I 2025 tercatat 18% lebih tinggi dibandingkan kuartal I 2024.

Dalam proyeksi jangka pendeknya, EIA memperkirakan porsi batu bara dalam bauran pembangkitan listrik AS akan naik dari 16% pada 2024 menjadi 17% pada 2025, sebelum kembali turun menjadi 15% pada 2026. Secara keseluruhan, produksi listrik meningkat untuk memenuhi permintaan listrik yang terus tumbuh, terutama dari sektor komersial dan industri.

Secara total, EIA memperkirakan akan terjadi peningkatan konsumsi batu bara AS sebesar 6% pada 2025, diikuti penurunan 6% pada 2026, seiring dengan rencana penutupan pembangkit listrik tenaga batu bara dan peningkatan kapasitas energi terbarukan yang mulai beroperasi.

Permintaan China Melemah
Bila AS memberi kabar baik maka tidak dengan China.

Harga kontrak bijih besi September di Bursa Komoditas Dalian (DCE) turun 1,44% menjadi CNY786,5/ton, sedangkan kontrak patokan di bursa Singapore Exchange turun 0,75% ke US$100,95/ton, keduanya mencatat penurunan dua hari berturut-turut.

Penurunan harg disebabkan data PMI China yang menunjukkan aktivitas manufaktur di China menyusut untuk keempat kalinya berturut-turut pada Juli. Kondisi ini membangkitkan kekhawatiran penurunan permintaan domestik di tengah melemahnya lonjakan ekspor akibat tarif AS .

Sentimen negatif dari data PMI dan lambannya pemulihan ekspor menekan harga berbagai bahan baku industri.

Ketiadaan stimulus fiskal besar juga membuat prospek pemulihan permintaan bahan konstruksi dan industri kurang terbantu.

CNBC INDONESIA RESEARCH
[email protected]

(mae/mae)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation