
Bursa Korea Terbaik Dunia: Reformasi Berdarah-Upaya Singkirkan Chaebol

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks saham Korea Selatan (Kospi) tengah menjadi sorotan utama di pasar keuangan global. Sepanjang 2025, Kospi telah mencatatkan lonjakan luar biasa hingga 32%, menjadikannya sebagai pasar saham dengan performa terbaik di antara bursa saham dunia.
Kenaikan ini mendorong kapitalisasi pasar saham Korea Selatan menembus US$2 triliun atau sekitar Rp32.640 triliun (kurs: Rp16.320), hal ini menjadikannya level tertinggi dalam tiga tahun terakhir.
Kebangkitan Kospi bukan hanya hasil dari tren global atau faktor musiman, melainkan ditopang oleh reformasi struktural yang tengah digalakkan oleh pemerintah Korea Selatan.
Reformasi ini bertujuan untuk mengatasi apa yang disebut sebagai "Korea discount" sebuah istilah yang digunakan untuk menggambarkan valuasi rendah saham-saham Korea akibat lemahnya tata kelola perusahaan, dominasi konglomerat keluarga (chaebol), dan minimnya perlindungan terhadap pemegang saham minoritas.
Reformasi yang Mengubah Permainan
Pemerintah Korea Selatan, di bawah kepemimpinan Presiden Lee Jae Myung, menjadikan peningkatan tata kelola perusahaan sebagai prioritas utama.
Reformasi penting telah disetujui pada Juni 2025, termasuk perubahan undang-undang yang untuk pertama kalinya menetapkan bahwa anggota dewan direksi secara hukum bertanggung jawab kepada seluruh pemegang saham bukan hanya pemegang saham pengendali.
Langkah ini membuka jalan bagi reformasi lanjutan yang tidak kalah krusial, seperti penghapusan saham treasuri dan penerapan sistem voting kumulatif dalam pemilihan dewan direksi.
Sistem voting kumulatif memungkinkan pemegang saham minoritas untuk menyatukan suara mereka demi memastikan perwakilan mereka di tingkat dewan direksi, sesuatu yang sangat jarang terjadi dalam struktur kepemilikan keluarga yang dominan.
Presiden Lee bahkan mengusung ambisi "Kospi 5000" sebagai simbol keberhasilan reformasi dan pemulihan kepercayaan investor. Dengan fokus pada transparansi, efisiensi, dan penguatan hak pemegang saham minoritas, pemerintah berharap dapat meniru keberhasilan Jepang dalam mendorong reli pasar lewat reformasi tata kelola yang agresif.
Investor Global Kembali Melirik Korea
Respon pasar terhadap langkah-langkah reformasi ini sangat positif. Setelah mencatatkan arus keluar dana asing selama sembilan bulan berturut-turut hingga April lalu, investor global kini kembali memborong saham-saham Korea. Pada Juli saja, arus masuk bersih dana asing tercatat lebih dari US$3 miliar atau sekitar Rp48,96 triliun (kurs: Rp16.320), melebihi akumulasi dua bulan sebelumnya.
Beberapa manajer investasi besar seperti Goldman Sachs, JPMorgan, Citigroup, dan Morgan Stanley secara terang-terangan meng-upgrade prospek saham Korea sejak awal Juni. Mereka menilai bahwa reformasi yang sedang berjalan akan meningkatkan return-on-equity (ROE) dan memperkecil gap valuasi dengan pasar negara maju lainnya.
"Reformasi ini akan mendukung pergeseran budaya yang sudah berjalan dan mengurangi kemampuan pemegang saham pengendali untuk memaksakan restrukturisasi yang hanya menguntungkan mereka," ujar Jonathan Pines dari Federated Hermes dikutip dari Bloomberg.
Tantangan di Depan Mata
Meski optimisme tinggi, tantangan belum sepenuhnya sirna. Voting parlemen yang dijadwalkan berlangsung pada 4 Agustus mendatang akan menjadi ujian krusial. Salah satu fokusnya adalah pengesahan sistem voting kumulatif dan pembatasan pengaruh pemegang saham mayoritas dalam nominasi anggota komite audit.
Sementara itu, isu mengenai saham treasuri juga menjadi perhatian besar. Saham treasuri atau saham yang dibeli kembali oleh perusahaan, kerap digunakan untuk mempertahankan kendali oleh pihak-pihak afiliasi chaebol, meskipun kepemilikan langsungnya kecil. Pemerintah tengah mempertimbangkan sejumlah opsi, termasuk mewajibkan pembatalan seluruh saham treasuri dalam waktu enam bulan, atau mengikuti model yang dipakai oleh Jerman yang lebih lunak.
Namun, tekanan kuat datang dari kalangan konglomerat yang khawatir perubahan ini akan mengganggu stabilitas bisnis. Dalam survei terhadap 300 perusahaan oleh Kamar Dagang dan Industri Korea, sekitar 77% responden menyatakan bahwa revisi kode komersial berpotensi menghambat pertumbuhan bisnis.
Reli Kospi yang terjadi saat ini sangat ditopang oleh ekspektasi terhadap reformasi. Namun jika reformasi gagal diimplementasikan dengan konsisten atau terhambat oleh kepentingan status quo, risiko pembalikan arah cukup besar.
"Lonjakan besar kemarin banyak didorong oleh sentimen, dan itu sudah memudar," kata Xin-Yao Ng, Direktur Investasi di Aberdeen Investments.
"Ke depan, kita butuh implementasi regulasi yang lebih baik untuk mendorong value-up dan perubahan nyata dari perusahaan itu sendiri," dikutip dari Bloomberg.
Dengan ekspektasi yang tinggi dan valuasi yang terus meningkat, bola kini ada di tangan pemerintah dan parlemen Korea. Apakah mereka mampu memenuhi ekspektasi pasar dan melindungi momentum positif ini atau justru membiarkan peluang emas ini berlalu begitu saja.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(evw/evw)