
Ringgit Masuk Daftar 20 Mata Uang Elite Dunia, RI Jangan Iri

Jakarta, CNBC Indonesia - Mata uang negara tetangga ringgit Malaysia, baru saja masuk ke dalam daftar 20 mata uang yang paling berpengaruh secara global di 2025. Hal ini dilaporkan oleh Seasia Stats yang mengumpulkan data dari Society for Worldwide Interbank Financial Telecommunication (SWIFT)
Ringgit menempati posisi ke 20 dalam daftar tersebut, seiring dengan meningkatnya volume transaksi global yang menggunakan mata uang Negeri Jiran ini.
"Transaksi ramai yang didominasi ringgit Malaysia akan terus mengukuhkan mata uang lokal sebagai salah satu dari 20 mata uang teratas secara global," ujar seorang pejabat dari perusahaan manajemen kekayaan, dikutip dari New Straits Times.
Menurut Stephen Innes dari SPI Asset Management, permintaan terhadap ringgit melonjak berkat kuatnya perdagangan Malaysia, khususnya dengan China, Singapura, dan negara-negara Asia Tenggara. Komoditas unggulan seperti produk elektronik, semikonduktor, minyak sawit, dan energi menjadi penopang utama ekspor Malaysia, yang kemudian mendorong peningkatan permintaan terhadap ringgit.
Ringgit bahkan sempat menyentuh level terkuatnya tahun ini di MYR 4,1990/US$ pada 5 Mei 2025, mencatatkan penguatan sekitar 6,2% sejak awal tahun.
Kebijakan Fiskal dan Moneter Malaysia Memainkan Peran Besar
Tak hanya faktor perdagangan, kebijakan fiskal dan moneter Malaysia juga memainkan peran besar dalam menopang kekuatan ringgit. Pemerintah Malaysia berhasil menurunkan defisit fiskal menjadi 4,5% dari Produk Domestik Bruto (PDB) pada kuartal I- 2025 dari sebelumnya 5,7% pada periode yang sama tahun lalu.
Langkah-langkah strategis seperti kenaikan Pajak Penjualan dan Jasa (PPnJ) dari 6% menjadi 8% per Maret 2024 serta rasionalisasi subsidi solar pada Juni 2025 turut memperkuat posisi fiskal Malaysia. Pendapatan dari PPnJ tercatat melonjak 30,3% di kuartal I-2025, sementara pengeluaran subsidi berhasil ditekan.
"Hal ini mendukung penguatan ringgit karena investor asing dipandang sebagai pembeli bersih di pasar obligasi kami, terutama pada Surat Berharga Pemerintah Malaysia (SBN) dan Surat Berharga Investasi Pemerintah (SBI)," ujar Kepala Ekonom Bank Muamalat Malaysia, Dr. Mohd Afzanizam Abdul Rashid.
Cadangan devisa Bank Negara Malaysia (BNM) juga meningkat dari US$115,5 miliar pada Januari menjadi US$120 miliar pada akhir Juni 2025, semakin memperkuat stabilitas nilai tukar ringgit.
Menurut Innes, walau pangsa penggunaan ringgit dalam transaksi global masih di bawah 0,3%, kehadirannya di daftar 20 besar menandakan pergeseran signifikan dalam relevansi mata uang tersebut di Asia Pasifik. "Ini bukan hanya soal ukuran, tapi posisi strategis Malaysia dalam jaringan perdagangan dan keuangan global," ujarnya.
Sementara itu, dolar AS masih mendominasi sistem keuangan internasional dengan pangsa 49,68%, diikuti euro (22,24%), pound sterling (6,51%), dan yen Jepang (4,03%). Ringgit, bersama dengan forint Hongaria dan baht Thailand, melengkapi daftar 20 besar mata uang global versi SWIFT.
Capaian ringgit ini menunjukkan bahwa penguatan mata uang dan posisi global tidak hanya bergantung pada ukuran ekonomi, tetapi juga strategi perdagangan, fiskal, dan integrasi keuangan kawasan.
Bagaimana Dengan Rupiah
Berbeda Nasib dengan ringgit Malaysia, rupiah justru masih bergulat dengan volatilitas dan tekanan eksternal yang tinggi. Pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) sepanjang semester I 2025 mencerminkan tantangan besar yang dihadapi perekonomian Indonesia dalam menjaga stabilitas moneter.
Sepanjang enam bulan pertama tahun ini, rupiah mengalami fluktuasi tajam akibat serangkaian sentimen global. Mulai dari kebijakan tarif agresif Presiden AS Donald Trump, memanasnya konflik geopolitik di Timur Tengah, hingga ketidakpastian arah kebijakan suku bunga The Federal Reserve (The Fed), semuanya menjadi faktor penekan bagi mata uang Garuda.
Rupiah dibuka di awal tahun pada level Rp16.090 per dolar AS dan ditutup pada 30 Juni 2025 di angka Rp16.230 per dolar AS, mencatatkan depresiasi sebesar 0,87% selama semester I 2025. Meskipun angka ini terbilang relatif stabil secara kumulatif, perjalanan rupiah sepanjang semester pertama sangat dipenuhi gejolak.
Ke depannya, rupiah masih harus bekerja keras untuk mengejar ketertinggalan seperti yang dilakukan ringgit Malaysia, Indonesia tidak hanya membutuhkan stabilitas jangka pendek, tetapi juga reformasi struktural mendalam.
Pendalaman pasar keuangan, mengoptimalkan penggunaan rupiah dalam transaksi global serta mengintegrasikan keuangan regional bisa menjadi langkah yang penting agar rupiah dapat berperan lebih besar di sistem keuangan global.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(evw/evw)