
Bersiap! Washington, Beijing & Jakarta Kirim Kabar Genting Pekan Ini

Pasar keuangan Indonesia diharapkan kembali kencang pekan ini, ada banyak data eksternal yang akan rilis seperti inflasi AS, perkembangan tarif Trump terbaru, kabar Chairman The Fed, Jerome Powell mau resign, sampai pertemuan RDG BI.
Tantangan eksternal masih patut diantisipasi meskipun dari internal masih ada parade IPO dan saham-saham bank murah.
Berikut beberapa sentimen yang akan mempengaruhi pergerakan pasar pekan ini :
Pengumuman Seputar Tarif Trump
Presiden AS Donald Trump kembali bikin pasar global waspada. Sabtu malam waktu AS (12/7/2025), Trump secara resmi mengumumkan pengenaan tarif impor sebesar 30% terhadap produk dari Uni Eropa (UE) dan Meksiko. Dalam pernyataannya, Trump juga menegaskan bahwa jika kedua pihak membalas dengan tarif balasan, maka AS siap menaikkan tarif tambahan dengan besaran yang sama.
Menariknya, pengumuman ini dilakukan saat pasar sudah tutup untuk akhir pekan. Banyak yang menilai Trump sengaja menunggu hingga bursa Wall Street libur agar tidak langsung memicu kepanikan di pasar.
Namun, menurut pantauan dari beberapa analis dan media seperti CNBC serta Politico, reaksi pasar terhadap pengumuman ini diprediksi tidak akan terlalu besar pada awal pekan.
Sentimen di kalangan pelaku pasar saat ini cenderung menganggap langkah Trump sebagai bagian dari strategi negosiasi dagang semata, bukan kebijakan yang benar-benar akan diterapkan secara permanen.
"Pasar kemungkinan besar akan santai saja menghadapi pengumuman ini, bahkan bukan tidak mungkin Wall Street malah ditutup di zona hijau pada hari Senin," tulis salah satu analis dalam laporan yang dikutip CNBC International.
Hal ini didukung oleh kabar terbaru dari pejabat Uni Eropa (UE) yang mengonfirmasi bahwa pemerintah AS sudah lebih dulu memberi pemberitahuan resmi sebelum pengumuman tarif tersebut dipublikasikan. Artinya, langkah ini memang lebih bersifat sebagai sinyal negosiasi ketimbang tindakan sepihak yang agresif.
Lebih lanjut, menurut sumber dari Politico, Kanada bahkan menunda rencana balasan tarif mereka terhadap AS, khususnya untuk produk baja dan aluminium. Hal ini semakin memperkuat pandangan bahwa ketegangan dagang saat ini masih berada dalam kerangka diplomasi, bukan benar-benar berubah menjadi perang dagang penuh.
Tarif terhadap UE dan Meksiko ini sebenarnya bukan kejutan total bagi pasar. Sejak pertengahan minggu lalu, spekulasi soal pengumuman tarif memang sudah santer terdengar. Bahkan indeks saham AS seperti S&P 500 dan Nasdaq tetap mampu mencetak rekor tertinggi baru sebelum akhirnya ditutup melemah pada Jumat, setelah Trump mengumumkan tarif 35% terhadap Kanada terlebih dahulu.
Kabar Jerome Powell Mau Resign dari The Fed
Ketua Federal Reserve Jerome Powell dikabarkan tengah mempertimbangkan untuk mundur dari jabatannya. Informasi ini disampaikan langsung oleh Bill Pulte, Direktur Federal Housing Finance Agency (FHFA), melalui keterangan resminya yang dirilis Sabtu (12/7/2025).
"Saya mendukung laporan yang menyebutkan Jerome Powell sedang memikirkan untuk mengundurkan diri. Menurut saya, itu akan menjadi langkah yang baik bagi Amerika Serikat dan bisa membawa pertumbuhan ekonomi yang lebih kuat," ujar Pulte, seperti dikutip dari situs resmi FHFA.
Bill Pulte dikenal sebagai salah satu pengkritik keras Powell, sekaligus pendukung kebijakan Presiden Donald Trump yang mendorong bank sentral AS memangkas suku bunga secara signifikan.
Hingga saat ini, belum ada pernyataan resmi dari Powell maupun pejabat Federal Reserve lainnya mengenai kabar tersebut. Situasi ini memicu spekulasi di kalangan pasar keuangan terkait kemungkinan adanya ketegangan internal di tubuh bank sentral AS, terlebih di tengah tekanan politik dari Trump.
Sebagai catatan, masa jabatan Powell sebagai Ketua The Fed seharusnya masih berlaku hingga 15 Mei 2026. Sementara itu, posisinya sebagai anggota dewan gubernur Federal Reserve sebenarnya masih bisa berlanjut sampai 31 Januari 2028, kecuali jika ada keputusan lain.
Menanti Data Inflasi AS
Dari negeri Paman Sam, Amerika Serikat (AS) akan merilis data inflasi periode Juni 2025 pada Selasa (15/7/2025) waktu AS. Setelah berbulan-bulan mengalami inflasi yang sangat rendah, indeks harga konsumen (IHK), alat pengukur inflasi AS kemungkinan mengalami pertumbuhan harga yang sedikit lebih cepat pada bulan Juni karena perusahaan mulai meneruskan biaya barang impor yang lebih tinggi terkait tarif.
Harga barang dan jasa, tidak termasuk biaya makanan dan energi yang fluktuatif, akan naik 0,3% pada bulan Juni, tertinggi dalam lima bulan, menurut survei Bloomberg terhadap para ekonom. Pada bulan Mei, indeks harga konsumen inti naik tipis 0,1%.
Indeks ini, yang dianggap sebagai indikator inflasi dasar yang lebih baik, diperkirakan akan meningkat secara tahunan untuk pertama kalinya sejak Januari, menjadi 2,9%.
Meskipun laporan hari Selasa kemungkinan hanya menunjukkan sedikit lebih banyak pengalihan bea masuk AS yang lebih tinggi, banyak ekonom memperkirakan inflasi akan meningkat secara bertahap seiring berjalannya tahun.
Di saat yang sama, banyak pedagang ragu untuk menaikkan harga bagi konsumen Amerika yang menerapkan disiplin belanja yang lebih tinggi di tengah pasar tenaga kerja yang melemah. Ini adalah tindakan penyeimbangan yang rumit.
Angka penjualan ritel pada Kamis kemarin, diperkirakan hanya menunjukkan sedikit peningkatan diJuni setelah dua bulan mengalami penurunan.
Detail data tersebut, yang terutama mencerminkan pengeluaran untuk barang dagangan, akan membantu para ekonom memperkuat estimasi mereka untuk pertumbuhan ekonomi kuartal kedua.
Meskipun permintaan konsumen telah menurun seiring dengan pasar tenaga kerja, para pejabat The Federal Reserve telah menunda penurunan suku bunga karena kekhawatiran bahwa tarif yang lebih tinggi pada akhirnya akan mempercepat inflasi. Para pembuat kebijakan akan bertemu pada 29-30 Juli.
Harga Produsen AS
Indeks Harga Produsen (IHP) AS untuk periode Juni 2025, akan dirilis pada Rabu (16/7/2025) waktu AS. Sebelumnya, IHP AS pada periode Mei 2025 mengalami peningkatan sebesar 0,1%, setelah penurunan sebesar 0,2% yang direvisi pada bulan April, menurut Biro Statistik Tenaga Kerja.
Hal ini berarti peningkatan sebesar 2,6% sepanjang tahun, dengan harga barang naik sebesar 1,3% dan harga jasa naik sebesar 3,2%, menurut Biro Statistik Tenaga Kerja.
Neraca Dagang China
Beralih ke kawasan regional, pada Senin hari ini (14/7/2025), dari negeri tirai bambu, China akan merilis data neraca dagang beserta ekspor dan impor periode Juni 2025. Sebelumnya, China mencatat surplus perdagangan dengan meningkat 25% dari tahun sebelumnya menjadi US$103,2 miliar pada bulan Mei.
Namun, pertumbuhan ekspor pada bulan Mei melambat secara signifikan dari lonjakan 8,1% pada bulan April ketika lonjakan pengiriman ke negara-negara Asia Tenggara mengimbangi penurunan tajam barang keluar ke AS. Pengiriman China ke AS anjlok lebih dari 21% pada bulan April, karena tarif yang sangat tinggi mulai berlaku.
Sementara secara tahunan, ekspor China ke AS anjlok 34,5% dibandingkan tahun lalu, menandai penurunan tertajam sejak Februari 2020, menurut Wind Information, ketika pandemi Covid-19 mengganggu perdagangan. Impor dari AS turun lebih dari 18%, dan surplus perdagangan China dengan Amerika menyusut 41,55% secara tahunan menjadi US$18 miliar.
Ekspor secara keseluruhan naik 4,8% bulan lalu dalam dolar AS dibandingkan tahun sebelumnya, data bea cukai menunjukkan pada hari Senin, lebih rendah dari perkiraan jajak pendapat Reuters sebesar 5%.
Impor anjlok 3,4% pada bulan Mei dibandingkan tahun sebelumnya, penurunan drastis dibandingkan dengan ekspektasi para ekonom sebesar 0,9%. Impor telah menurun tahun ini, sebagian besar disebabkan oleh lesunya permintaan domestik.
Hal ini sebagian besar diimbangi oleh pengirimannya ke blok Asia Tenggara, yang melonjak hampir 15% dari tahun sebelumnya, dan pengiriman ke negara-negara Uni Eropa dan Afrika, yang masing-masing naik 12% dan lebih dari 33%.
Pertumbuhan Ekonomi China
Berlanjut pada Selasa (15/7/2025), China akan merilis data pertumbuhan domestic bruto (PDB) periode kuartal II 2025.
Pertumbuhan PDB China pada kuartal II 2025 diperkirakan sekitar 5,1% (yoy), melambat dari pertumbuhan 5,4% pada Q1. Perlambatan ini diperkirakan disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk dampak ketegangan perdagangan dengan AS, lemahnya permintaan konsumen, dan penurunan harga properti yang terus berlanjut. Meskipun diperkirakan terjadi perlambatan, proyeksi pertumbuhan 5,1% masih melampaui proyeksi 4,7% pada bulan April dan sejalan dengan target resmi untuk setahun penuh sekitar 5%.
Suku Bunga BI
Bank Indonesia (BI) akan mengumumkan kebijakan suku bunga RI pada Rabu (16/7/ 2025). Sebelumnya dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia periode 17-18 Juni 2025, BI memutuskan untuk mempertahankan BI-Rate sebesar 5,50%, suku bunga Deposit Facility sebesar 4,75%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 6,25%.
Keputusan ini sejalan dengan tetap terjaganya prakiraan inflasi 2025 dan 2026 dalam sasaran 2,5±1%, kestabilan nilai tukar rupiah sesuai dengan fundamental di tengah ketidakpastian global yang masih tinggi, serta perlunya untuk tetap turut mendorong pertumbuhan ekonomi.
Ke depan, Bank Indonesia akan terus mencermati ruang penurunan BI-Rate guna mendorong pertumbuhan ekonomi, dengan tetap mempertahankan inflasi sesuai dengan sasarannya dan stabilitas nilai tukar sesuai dengan fundamentalnya.
Sementara itu, kebijakan makroprudensial akomodatif terus dioptimalkan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, dengan berbagai strategi untuk mendorong pertumbuhan kredit dan meningkatkan fleksibilitas pengelolaan likuiditas oleh perbankan.
Kebijakan sistem pembayaran juga diarahkan untuk turut menopang pertumbuhan ekonomi melalui perluasan akseptasi pembayaran digital, serta penguatan infrastruktur dan konsolidasi struktur industri sistem pembayaran.
Musim Laporan Keuangan Semester I/2025 Tiba
Beralih ke korporasi Tanah Air, memasuki pekan ketiga Juli biasanya akan mulai berdatangan rilis laporan keuangan untuk periode selama paruh pertama tahun ini.
Biasanya, akan dimulai dari sektor perbankan yang memang sudah rutin merilis laporan keuangan per bulan. Sektor ini patut dicermati karena memiliki bobot terbesar terhadap indeks.
Setelah itu, emiten di sektor barang konsumsi dan ritel juga diperkirakan akan lebih cepat merilis laporan keuangan, terutama perusahaan-perusahaan dengan kapitalisasi besar yang menjadi perhatian investor.
Periode ini kerap disebut sebagai musim laporan keuangan (earning season), di mana investor dan pelaku pasar akan mencermati angka-angka pertumbuhan laba, pendapatan, hingga rasio keuangan lainnya yang bisa memengaruhi arah pergerakan harga saham di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Selain itu, laporan keuangan semester I/2025 ini juga menjadi salah satu indikator penting untuk membaca arah perekonomian Indonesia secara umum, apakah terjadi perbaikan, stagnasi, atau justru perlambatan.
(tsn/tsn)