
Rupah Melesat & Terkuat dalam 5 Bulan Tapi Masih Kalah dari Ringgit Cs

Jakarta, CNBC Indonesia - Mata uang Asia mencatat kinerja mengesankan pekan ini. Ambruknya dolar Amerika Serikat (AS) menjadi dewa penolong bagi Asia, termasuk rupiah.
Merujuk Refinitiv, rupiah ditutup di posisi Rp 16.180 per US$1. Rupiah menguat 0,03% terhadap dolar AS. Penguatan ini memperpanjang tren positif mata uang Garuda dengan menguat dua hari beruntun.
Posisi rupiah saat ini adalah yang terkuat sejak 29 Januari 2025 atau lima bulan lebih di mana rupiah ada di posisi Rp 16.170/US$1.
Dalam sepekan, rupiah menguat 0,12% pekan ini. Penguatan ini juga memperpanjang tren positifnya dengan menguat dua pekan beruntun. Pekan lalu, mata uang Garuda juga terbang 1,11%.
Meski melaju kencang, kinerja rupiah masih kalah dengan mata uang Asia lainnya.
Mata uang Asia yang menguat paling tajam pekan ini adalah dolar Taiwan yang melesat 0,62% sepekan disusul dengan baht Thailand yakni menguat 0,49%.
Pekan ini, hanya mata uang rupee India dan dong Vietnam yang melemah.
Kesepakatan dagang AS dan Vietnam justru menekan dong Vietnam hingga melemah 0,26% pekan ini.
Dolar Ditinggal, Mata Uang Asia Siap Bersinar
Indeks dolar menutup pekan ini di posisi 97,18 pada Jumat (4/7/2025). Indeks memang masih lebih baik dibandingkan posisi 26 Juni 2025 yang menembus 97,14. Namun, level pergerakan indeks dolar saat ini adalah yang terendah sejak April 2022 atau tiga tahun terakhir.
Sepanjang semester I-2025, indeks dolar bahkan ambruk 10,7% lebih atau terburuk sejak 1973 atau 52 tahun terakhir.
Ketidakpastian kebijakan tarif AS di bawah Presiden Donald Trump, merosotnya posisi ekonomi AS, dan kesehatan fiskal yang memprihatinkan mendorong penurunan dolar.
"Kinerja buruk dolar AS disebabkan oleh kombinasi berbagai faktor, mulai dari ketidakpastian kebijakan AS terkait tarif oleh Presiden Donald Trump, hilangnya keistimewaan ekonomi AS ('US exceptionalism'), hingga meningkatnya kekhawatiran terhadap kesehatan fiskal AS." Tutur Christopher Wong, ahli strategi valas dari OCBC, dikutip dari The Business Time.
Pelemahan tajam dolar ini menciptakan kondisi yang menguntungkan bagi banyak mata uang Asia untuk menguat.
Dengan AS tak lagi memegang dominasi tanpa tanding dalam sistem keuangan global, pasar mulai mengalihkan modal ke wilayah dengan fundamental makro yang stabil dan kebijakan yang lebih jelas.
Melemahnya dolar menjadi berkah mata uang lainnya. Indeks dolar yang anjlok mencerminkan jika investor tengah menjual aset dolar AS dan mencari inistrumen lain, termausk mata uang Asia.
Mata uang Asia Tenggara seperti ringgit Malaysia dan rupiah juga mengalami apresiasi seiring pelemahan dolar.
Parisha Saimbi, ahli strategi dari BNP Paribas, menyoroti besarnya simpanan valuta asing di Malaysia dan Indonesia yang menunjukkan potensi bagi korporasi domestik untuk melakukan lindung nilai atas risiko dolar atau merepatriasi dana keduanya mendukung penguatan mata uang lokal.
Selain itu, meningkatnya arus masuk investasi portofolio dan kebijakan moneter yang mendukung turut memperkuat tren ini.
Rupiah khususnya, menarik minat sebagai mata uang dengan imbal hasil tinggi, yang diminati investor global sebagai alternatif dari obligasi AS yang volatil. Penguatan ini diperkirakan akan terus berlanjut selama fundamental makro tetap stabil dan risiko kawasan tetap rendah.
CNBC INDONESIA RESEARCH
[email protected]
