Newsletter

Kabar Baik dari Trump & Pemerintah, Bisakah Jadi Booster IHSG-Rupiah?

Emanuella Bungasmara Ega Tirta, CNBC Indonesia
03 July 2025 06:24
Rupiah & IHSG Jeblok
Foto: Infografis / Rupiah & IHSG Jeblok / Aristya Rahadian K
  • Pasar keuangan Indonesia ditutup di zona merah, IHSG dan rupiah sama-sama melemah
  • Wall Street ditutup beragam, Dow Jones merah sementara S&P dan Nasdaq menguat
  • Data ekonomi nasional dan negoisasi dagang akan menjadi penggerak pasar hari ini

Jakarta, CNBC Indonesia- Pasar keuangan Indonesia ditutup lesu pada perdagangan Rabu (2/7/2025). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melemah, sementara nilai tukar rupiah juga terkoreksi terhadap dolar Amerika Serikat (AS).

Kondisi pasar domestik mencerminkan tekanan dari pelemahan saham big cap dan sentimen eksternal yang cenderung negatif. Pelaku pasar juga cenderung wait and see menjelang berakhirnya tenggat negosiasi tarif dagang AS, serta menanti sejumlah data ekonomi dalam negeri seperti inflasi dan APBN.
Pasar keuangan Indonesia diperkirakan masih akan volatile hari ini. Selengkapnya mengenai sentimen pergerakan pasar hari ini bisa dibaca pada halaman 3 artikel ini.

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada perdagangan kemarin, Rabu (2/7/2025) ditutup melemah 0,49% atau 34,11 poin ke posisi 6.881,25. Sepanjang sesi, IHSG bergerak fluktuatif dari 6.838 hingga 6.905. Tekanan terbesar datang dari sektor utilitas, barang baku, dan properti.

Saham Amman Mineral (AMMN) menjadi pemberat utama IHSG, bersama dengan PT Bank Rakyat Indonesia (BBRI(, PT Telkom Indonesia (TLKM), PT Barito Pacific Tbk (BRPT), dan PT Bank Central Asia (BBCA). Di sisi lain, penguatan PT Dian Swastatika Sentosa Tbk (DSSA), PT Sarana Menara Nusantara Tbk (TOWR), dan PT Astra International (ASII) menahan koreksi lebih dalam.



Beralih ke pasar valuta asing, nilai tukar rupiah pada perdagangan kemarin ditutup melemah terhadap dolar AS. Berdasarkan data Refinitiv, rupiah ditutup di posisi Rp16.235/US$ atau melemah 0,31% dibanding penutupan hari sebelumnya.

Pelemahan rupiah terjadi seiring dengan penguatan indeks dolar AS (DXY) sebesar 0,03% ke level 96,85. Dolar menguat karena pelaku pasar masih menanti kepastian kebijakan tarif dagang Presiden Donald Trump yang akan mencapai tenggat pada 8 Juli 2025.



Dari pasar obligasi, data imbal hasil Surat Berharga Negara (SBN) tenor 10 tahun merangkak naik k 6,66% pada perdagangan kemarin.

Meski naik, imbal hasil masih di level terendah sejak Oktober 2024. Imbal hasil yang melandai menandai obligasi RI tengah diburu investor sehingga harganya naik dan imbal hasil turun.


Dari pasar saham AS, bursa Wall Street lagi-lagi ditutup beragam pada perdagangan Rabu atau Kamis dini hari waktu Indonesia.


Indeks S&P menguat 0,47% dan ditutup di level 6.227,42. S&P 500 mencetak rekor tertinggi sepanjang masa secara intraday dan juga ditutup pada level rekor.

Nasdaq Composite naik 0,94% dan mencatat penutupan rekor di 20.393,13. Sementara itu, Dow Jones Industrial Average turun tipis 10,52 poin atau 0,02%, berakhir di 44.484,42.

Indeks S&P 500 naik pada Rabu setelah Presiden Donald Trump mengumumkan kesepakatan dagang antara Amerika Serikat dan Vietnam. Namun, laporan baru menunjukkan bahwa jumlah pekerjaan di sektor swasta justru turun secara mengejutkan pada bulan Juni, memicu kekhawatiran terhadap kondisi ekonomi AS.

Kenaikan S&P 500 didorong oleh unggahan Trump di platform Truth Social tentang kesepakatan dagang dengan Vietnam, yang mencakup tarif 20% atas impor dari negara tersebut. Saham Nike yang memproduksi sekitar setengah sepatunya di Vietnam dan China naik 4%.

Sebelumnya pada Rabu, pasar saham sempat tertekan setelah laporan terbaru dari ADP menunjukkan bahwa sektor swasta kehilangan 33.000 pekerjaan pada bulan lalu.

Ini merupakan penurunan bulanan pertama dalam laporan payroll ADP sejak Maret 2023. Padahal, para ekonom yang disurvei oleh Dow Jones memperkirakan pertambahan sebesar 100.000 pekerjaan.

"Kami sebenarnya telah melihat pelemahan pasar tenaga kerja selama berbulan-bulan, dan saya selalu bertanya-tanya apakah perlu cetakan angka payroll negatif agar The Fed lebih memperhatikan pasar tenaga kerja dibanding inflasi. Ini adalah sinyal yang mudah-mudahan menarik perhatian." kata Ross Mayfield, ahli strategi investasi di Baird, kepada CNBC International.

Perlu dicatat, laporan ADP sering kali tidak akurat dalam memprediksi laporan pekerjaan non-pertanian resmi dari pemerintah, yang akan dirilis Kamis. Para ekonom memperkirakan akan ada pertumbuhan 110.000 pekerjaan di Juni.

Namun, jika data pekerjaan resmi nanti ternyata juga meleset dari ekspektasi seperti laporan ADP, maka pemangkasan suku bunga oleh The Fed mungkin akan menjadi pertimbangan saat pertemuan mereka akhir bulan ini.

Ekspektasi pemangkasan suku bunga oleh The Fed pada pertemuan Juli sudah meningkat, dengan alat FedWatch dari CME Group menunjukkan kemungkinan sekitar 23%, naik dari hampir 21% sehari sebelumnya.

"Jika laporan pekerjaan nanti ternyata cukup lemah, maka itu bisa membuka ruang bagi The Fed untuk menurunkan suku bunga," ujar Sam Stovall dari CFRA Research.

Dia juga menambahkan bahwa Ketua The Fed Jerome Powell sebelumnya menyatakan bahwa bank sentral sebetulnya sudah akan memangkas suku bunga jika bukan karena rencana tarif Trump yang diumumkan awal tahun ini.

"Jika itu jadi pertimbangan sebelumnya, maka hal yang sama bisa terjadi sekarang, terutama jika data ketenagakerjaan lebih lemah dari yang diperkirakan," tambah Stovall.

Pelaku pasar juga memantau perkembangan rancangan undang-undang pajak dan belanja Trump, yang lolos dengan suara tipis di Senat pada Selasa. RUU ini kini kembali ke DPR, di mana masih ada penolakan dari sebagian anggota Partai Republik.

Menurut Eric Clark, manajer portofolio di Rational Dynamic Brands Fund, pasar sejauh ini sebagian besar mengabaikan tanda-tanda keretakan ekonomi AS, karena lebih fokus pada isu tarif.

Namun, dia memperingatkan bahwa begitu ketidakpastian soal tarif mereda, pasar kemungkinan akan menghadapi kenyataan pahit soal data ekonomi yang lemah dan pasar tenaga kerja yang melambat.

"Kalau dilihat lebih jauh, jelas bahwa pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah akibat utang AS yang tinggi, faktor demografi, dan inflasi yang meningkat akan menjadi hasil akhirnya," ujar Clark kepada CNBC.

"Jadi pasar akan mulai memperhatikan hal-hal itu dan lebih ketat menilai valuasi saham... sudah pasti akan ada momen penyesuaian yang datang."imbuhnya.

Pasar keuangan Indonesia hari ini akan bergerak mengikuti kombinasi sentimen fiskal, energi, dan aksi korporasi yang sudan mewarnai perdagangan kemarin.

Pemerintah mulai menyiapkan fondasi Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026 di tengah tekanan fiskal yang membengkak di tahun berjalan. Di sisi lain, pasar juga menanti gebrakan IPO jumbo yang bisa menyuntik likuiditas ke dalam IHSG. Namun, arah tetap tak pasti, sebab bayang-bayang global masih menyelimuti psikologi pelaku pasar.

Kesepakatan dagang AS dan Vietnam diharapkan juga menjadi kabar baik bagi dunia dan Indonesia sehingga menjadi katalis positif bagi pasar. Sinyal restu DPR RI atas penggunaan dana Saldo Anggaran Lebih (SAL) untuk APBN juga menjadi kabar baik karena pemerintah bisa memiliki bantalan penutup defisit jika defisit dan utang membengkak.

Berikut beberapa informasi dan data yang bisa jadi sentimen pasar hari ini:

SAL untuk Tutup Defisit, DPR Restui Langkah Pemerintah

Rapat Panja Banggar DPR dan Kementerian Keuangan kemarin mengindikasikan restu atas rencana pemanfaatan Saldo Anggaran Lebih (SAL) tahun 2024 sebesar Rp85,6 triliun guna menutup potensi pelebaran defisit APBN 2025 yang diperkirakan mencapai Rp662 triliun atau 2,78% dari PDB. Dengan langkah ini, pemerintah berharap bisa menghindari penerbitan utang tambahan di tengah situasi pasar keuangan yang penuh ketidakpastian.

Keputusan untuk mengandalkan SAL dianggap sebagai jalan tengah yang lebih stabil dalam menjaga kepercayaan fiskal.

Wakil Ketua Banggar menyebut bahwa opsi ini tidak menjadi masalah selama digunakan untuk mengurangi defisit, bukan konsumsi. Pemerintah juga diminta meningkatkan efisiensi dan optimalisasi penerimaan negara, seiring tren positif dalam penerimaan pajak yang mulai terlihat pada Juni lalu. Kombinasi antara pengendalian pembiayaan dan peningkatan pendapatan menjadi harapan baru dalam memperbaiki postur APBN 2025.

Parade IPO Jumbo: Optimisme Baru untuk IHSG?

Delapan emiten baru akan resmi mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia pada 8-10 Juli 2025.

Total kapitalisasi awal dari IPO ini diperkirakan mencapai Rp29,62 triliun, dan dalam skenario ekstrem jika seluruh saham mencetak Auto Rejection Atas (ARA) selama tiga hari berturut-turut market cap gabungannya bisa melonjak hingga lebih dari Rp70 triliun.

Meski kontribusinya ke kapitalisasi IHSG masih tergolong kecil, potensi pergerakan harga yang tinggi membuat investor menjadikan aksi korporasi ini sebagai salah satu magnet utama pekan ini.

Analis memandang kehadiran IPO jumbo ini sebagai angin segar di tengah lesunya pasar primer dalam beberapa bulan terakhir.

Nama-nama seperti CDIA dan COIN menarik perhatian karena berada di kisaran harga yang memungkinkan kenaikan maksimal ARA hingga 35%, memberikan efek compounding yang signifikan terhadap kapitalisasi mereka. Selain itu, kembalinya minat terhadap IPO juga mencerminkan mulai pulihnya kepercayaan pasar terhadap valuasi dan prospek bisnis jangka menengah, terutama bila disertai fundamental yang solid.

Namun perlu dicatat, volatilitas tinggi juga mengintai. Tak semua saham IPO pasti melesat. Dalam banyak kasus sebelumnya, euforia awal tidak selalu diikuti kinerja berkelanjutan. Investor perlu mewaspadai fenomena "pump and dump" serta menghindari herd mentality.

Dalam konteks makro yang masih diliputi ketidakpastian, selektivitas dan disiplin dalam analisis tetap menjadi kunci. Jika IPO ini berhasil menggairahkan kembali partisipasi investor ritel dan menarik dana segar ke pasar modal, maka dampaknya bisa jauh lebih besar dari sekadar hitungan kapitalisasi.

ESDM Usulkan ICP 2026 US$ 60-80, Risiko Minyak Masih Mengintai

Kementerian ESDM mengusulkan harga Indonesian Crude Price (ICP) dalam RAPBN 2026 berada di kisaran US$ 60-80 per barel. Usulan ini disampaikan dalam rapat bersama Komisi XII DPR RI, dengan pertimbangan fluktuasi geopolitik dan tren penurunan harga pada Mei-Juni 2025 yang sempat menyentuh US$ 62,75 per barel. Sebagai catatan, ICP dalam APBN 2025 dipatok di level US$ 82 per barel.

Pemerintah juga mempertimbangkan proyeksi global, termasuk dari AS dan Timur Tengah, yang memperkirakan harga minyak di tahun depan berkisar US$ 55-67 per barel.

Dengan 30% suplai minyak dunia berasal dari kawasan Timur Tengah, ketegangan di wilayah tersebut masih jadi variabel kunci.

Rentang proyeksi yang lebar ini mencerminkan betapa rentannya pasar energi terhadap guncangan politik dan ketidakseimbangan suplai-permintaan. Dampaknya bisa menjalar ke APBN dan nilai tukar, terutama jika realisasi ICP jatuh di bawah asumsi.

Pasar Wait and See, Sentimen Campuran Bayangi

Di luar sentimen domestik yang konstruktif, pelaku pasar masih berhati-hati menyikapi perkembangan eksternal, termasuk tenggat tarif dagang Donald Trump yang jatuh pada 8 Juli dan pengesahan RUU fiskal jumbo AS senilai US$3,3 triliun.

RUU ini diperkirakan menambah beban utang dan memperbesar defisit AS, memicu kekhawatiran akan stabilitas fiskal global.

Kombinasi tekanan global dan harapan pemulihan dari dalam negeri menciptakan lanskap pasar yang ambigu. Investor berpotensi melakukan aksi wait and see menjelang kepastian realisasi kebijakan fiskal dan data ekonomi berikutnya. Dalam situasi seperti ini, pergerakan IHSG dan rupiah kemungkinan akan terbatas dengan volatilitas tinggi dalam jangka pendek.

AS-Vietnam Sepakat Soal Dagang
Amerika Serikat mengumumkan kesepakatan dagang baru dengan Vietnam yang secara signifikan menurunkan tarif impor menjadi 20%, lebih rendah dari yang dijanjikan sebelumnya, dalam upaya meredakan ketegangan menjelang tenggat kebijakan tarif besar-besaran yang dijadwalkan berlaku pada 9 Juli mendatang.

Presiden Donald Trump pada Rabu (2/7/2025) waktu setempat menyampaikan bahwa kesepakatan tersebut merupakan hasil dari pembicaraan langsungnya dengan pemimpin tertinggi Vietnam, To Lam.

"Merupakan kehormatan besar bagi saya untuk mengumumkan bahwa saya baru saja membuat kesepakatan dagang dengan Republik Sosialis Vietnam," tulis Trump di platform Truth Social.

 

Menurut Trump, barang-barang ekspor dari Vietnam kini akan dikenai tarif 20%, jauh lebih rendah dibandingkan rencana tarif 46% yang diumumkan pada April lalu. Namun, barang-barang yang dikirim ulang dari negara ketiga, seperti China melalui Vietnam, akan tetap dikenai tarif lebih tinggi sebesar 40%.

Trump juga menambahkan bahwa Vietnam akan menerima barang-barang asal AS tanpa bea masuk alias tarif 0%.

Sementara itu, pemerintah Vietnam dalam pernyataannya membenarkan telah menyepakati sebuah kerangka kerja perdagangan bersama dengan AS, namun tidak merinci angka-angka tarif seperti yang disebutkan oleh Trump.

Sejak Trump memberlakukan tarif terhadap ratusan miliar dolar barang asal China pada masa jabatan pertamanya (2017-2021), perdagangan AS dengan Vietnam melonjak drastis.

Data dari Biro Sensus AS menunjukkan ekspor Vietnam ke AS meningkat hampir tiga kali lipat dari kurang dari US$50 miliar pada 2018 menjadi sekitar US$137 miliar pada 2024. Namun, ekspor AS ke Vietnam hanya naik sekitar 30% dalam periode yang sama.

Data Tenaga Kerja AS

Perusahaan swasta di AS mengurangi 33.000 pekerjaan pada Juni 2025, penurunan pertama sejak Maret 2023, dibandingkan dengan revisi penurunan 29.000 pekerjaan pada Mei dan jauh di bawah perkiraan yang mengharapkan kenaikan pekerjaan sebesar 95.000.

Sektor jasa kehilangan 66.000 pekerjaan, terutama di layanan profesional/bisnis (-56.000), pendidikan/kesehatan (-52.000), dan kegiatan keuangan (-14.000). Di sisi lain, sektor lain justru mencatatkan penambahan pekerjaan, antara lain: sektor hiburan/perhotelan (32.000), perdagangan/transportasi/utilitas (14.000), dan informasi (5.000).

Sektor barang-barang juga mencatatkan penambahan pekerjaan sebanyak 32.000: 15.000 di sektor manufaktur, 9.000 di sektor konstruksi, dan 8.000 di sektor sumber daya alam/pertambangan.

Sementara itu, pertumbuhan upah tahunan bagi pekerja yang tetap mengalami penurunan tipis menjadi 4,4% pada Juni, turun dari 4,5% pada Mei. Pertumbuhan upah bagi pekerja yang berpindah pekerjaan tercatat 6,8% pada Juni, sedikit turun dari 7%.

"Meskipun pemutusan hubungan kerja masih jarang, ketidakpastian dalam perekrutan dan ketidakmauan untuk menggantikan pekerja yang keluar menyebabkan hilangnya pekerjaan bulan lalu. Meskipun demikian, pelambatan dalam perekrutan belum mengganggu pertumbuhan upah," kata Dr. Nela Richardson, kepala ekonom ADP.

Perlu dicatat, laporan ADP sering kali tidak akurat dalam memprediksi laporan pekerjaan non-pertanian resmi dari pemerintah, yang akan dirilis Kamis. Para ekonom memperkirakan akan ada pertumbuhan 110.000 pekerjaan di Juni.

Namun, jika data pekerjaan resmi nanti ternyata juga meleset dari ekspektasi seperti laporan ADP, maka pemangkasan suku bunga oleh The Fed mungkin akan menjadi pertimbangan saat pertemuan mereka akhir bulan ini.

Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:

  • Rapat Paripurna DPR dengan agenda pengambilan keputusan terkait calon deputi Gubernur Bank Indonesia dan pembacaan Surat Presiden terkit calon duta besar Indonesia untuk negara-negara sahabat, termasuk Amerika Serikat.\

  • Pre-Event Specialty Indonesia 2025 yang rencananya dihadiri Wakil Menteri Perindustrian di Ruang Garuda, Lantai 2 Gedung Kemenperin, Jakarta.

  • Badan Anggaran DPR menggelar rapat dengan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia di ruang rapat Banggar DPR, Senayan, Jakarta Pusat.

  • Komisi XI DPR menggelar rapat dengan Menteri PPN/Kepala Bappena di ruang rapat Komisi XI DPR, Senayan, Jakarta Pusat.

  • Komisi XI DPR menggelar rapat dengan Menteri Keuangan, Menteri PPN, Gubernur Bank Indonesia, dan Ketua DK OJK di ruang rapat Komisi XI DPR, Senayan, Jakarta Pusat.

  • Konferensi pers pengumuman Panitia Seleksi Pemilihan Calon Ketua dan Anggota Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan periode 2025-2030 yang akan diselenggarakan secara virtual via YouTube Kementerian Keuangan. Narasumber: Panitia Seleksi ADK LPS.

  • Seremoni Pencatatan Perdana Sukuk Wakalah bi al-Istismar Subordinasi I bank bjb syariah di Main Hall Bursa Efek Indonesia, Jakarta Selatan.

  • Opening Ceremony & Talkshow Jakarta X Beauty di Jakarta International Convention Center, Jakarta Pusat. Turut hadir antara lain Gubernur DKI Jakarta dan CEO TDLG & Female Daily Network.

  • Silaturahmi bersama Ketua Penasihat CSED-INDEF KH Ma'ruf Amin terkait rencana Sarasehan 99 Ekonom & Praktisi Syariah di Menara Bank Mega, Lantai 19, Jakarta Selatan.

Berikut sejumlah agenda emiten di dalam negeri pada hari ini:

  • Dividen: HOKI, ASSA, BPII, LIFE, INDS, SOCI, CSAP, PMJS, DGWG, PTPW
  • RUPS: CNKO

Berikut untuk indikator ekonomi RI :



CNBC INDONESIA RESEARCH

Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.


(emb/emb) Next Article Hari Penentuan! BI Umumkan Keputusan Genting Hari Ini

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular