Newsletter

Awas! Sinyal Ekonomi Lesu Makin Jelas & Perang Dagang Memanas

Revo M, CNBC Indonesia
03 June 2025 06:10
Nah Lho! 2 Negara Ini Diramal Kena Krisis Ekonomi di 2024
Foto: Infografis/ Nah Lho! 2 Negara Ini Diramal Kena Krisis Ekonomi di 2024/ Ilham Restu
  • Pasar keuangan Indonesia mencatatkan kinerja beragam pada perdagangan awal Juni, IHSG melemah tetapi rupiah menguat
  • Wall Street kompak menguat pada perdagangan kemarin di tengah ketegangan China, AS dan Uni Eropa
  • Melemahnya sejumlah indikator ekonomi serta ketegangan perang dagang akan menjadi sentimen utama pasar hari ini

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia ditutup beragam pada Senin (2/6/2025). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ambles, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menguat tipis, dan Surat Berharga Negara (SBN) terpantau dijual investor.

Pasar keuangan diperkirakan masih akan mendapatkan tekanan khususnya di tengah data domestik yang terus menunjukkan terjadi kemunduran. Selengkapnya mengenai proyeksi dan sentimen pasar bisa dibaca pada halaman 3 artikel ini.

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) anjlok 1,54% ke level 7.065 pada penutupan perdagangan kemarin, Senin (2/6/2025). Sebanyak 453 saham turun, 195 saham naik, dan 161 saham stagnan.

Investor asing keluar dari pasar saham Indonesia sebesar Rp2,81 triliun (all market) dengan rincian Rp2,73 triliun di pasar reguler dan Rp76,54 miliar di pasar negosiasi dan tunai.

Nilai transaksi hingga akhir perdagangan mencapai Rp22,24 triliun dengan melibatkan 26,4 miliar saham dalam 1,45 juta kali transaksi.

Secara sektoral, 10 dari 11 depresiasi dengan pelemahan paling signifikan yakni sektor finance sebesar 1,8%, kemudian sektor transportation yang ambruk 1,5%, dan sektor technology sebesar 1,3%.

Namun demikian sektor basic industry menjadi satu-satunya sektor yang mengalami apresiasi sebesar 0,59%.

Pelemahan IHSG kemarin didorong oleh pengumuman sejumlah data ekonomi penting RI, termasuk data Indeks Harga Konsumen (IHK) untuk periode Mei 2025 dan neraca perdagangan April 2025 yang tidak memuaskan.

Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan Indeks Harga Konsumen (IHK) turun atau mengalami deflasi pada Mei 2025 sebesar 0,37%. Secara tahunan, IHK masih naik atau inflasi 1,60% 

Deputi Statistik Bidang Distribusi dan Jasa Pudji Ismartini dalam konferensi pers, Senin (3/6/2025) menjelaskan, deflasi tersebut didorong oleh penurunan harga pada kelompok makanan, minuman dan tembakau. Di mana tercatat deflasi 1,40%.

Begitu pula dengan neraca perdagangan yang surplus tipis sekali bahkan tak sampai US$1 miliar atau tepatnya US$150 juta.

Sementara dari pasar mata uang, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada Senin (2/6/2025) ditutup pada posisi Rp16.240/US$ atau menguat 0,28%.

Mata uang Garuda sempat mengalami pelemahan hingga ke level Rp16.325/US$ secara intraday namun akhirnya ditutup secara impressive.

Selanjutnya, beralih pada imbal hasil SBN yang bertenor 10 tahun terpantau kembali naik ke angka 6,84%.

Perlu diketahui, hubungan yield dan harga pada SBN ini berbanding terbalik, artinya ketika yield naik berarti harga obligasi turun, hal ini menunjukkan investor mengurangi porsinya dalam aset SBN.

Dari pasar saham AS, bursa Wall Street kompak menghijau di tengah meningkatnya ketegangan perdagangan global.

Indeks S&P 500 naik 0,41% dan ditutup di level 5.935,94, sementara Nasdaq Composite menguat 0,67% dan berakhir di 19.242,61. Dow Jones Industrial Average menanjak 35,41 poin, atau 0,08%, dan menetap di 42.305,48.

Bursa tetap menghijau mesti ketegangan perang dagang China dan Amerika Serikat (AS) kembali naik. Ketegangan kedua negara meningkat setelah AS menuduh China melanggar kesepakatan perdagangan sementara.

Sebaliknya, China menyalahkan Washington karena gagal menegakkan perjanjian tersebut - sebuah indikasi bahwa negosiasi antara dua ekonomi terbesar dunia sedang memburuk.

Ketegangan kembali memanas setelah sebelumnya sempat mereda, menyusul pertemuan antara Menteri Keuangan AS Scott Bessent dan Wakil Perdana Menteri China He Lifeng di Jenewa, di mana mereka menyepakati penangguhan tarif selama 90 hari.

Seorang pejabat senior Gedung Putih mengatakan kepada CNBC bahwa Presiden Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping kemungkinan akan berbicara minggu ini.

"Percakapan antara Trump dan Xi bisa menjadi kunci untuk mendapatkan kejelasan yang sangat dibutuhkan oleh ekonomi terbesar di dunia," kata Jay Woods, Kepala Strategi Global di Freedom Capital Markets,kepada CNBC International.

"Jika mereka mendapat kejelasan, pasar bisa melanjutkan penguatan dan berpeluang mencetak rekor tertinggi baru. Tapi jika tarik-ulur ini terus berlanjut, maka pasar akan tetap volatil." Imbuhnya.

Ketegangan antara Amerika Serikat dan Uni Eropa juga meningkat setelah Trump mengatakan akan menggandakan tarif baja menjadi 50%. Uni Eropa memperingatkan bahwa langkah ini akan "melemahkan" proses negosiasi.

Saham-saham produsen baja melonjak seiring dengan tarif yang lebih tinggi. Cleveland-Cliffs melesat 23%, sementara Steel Dynamics dan Nucor masing-masing naik 10%.

Pergerakan pasar hari Senin ini terjadi setelah S&P 500 menutup bulan Mei pada hari Jumat lalu dengan kenaikan lebih dari 6% - kinerja bulanan terbaiknya sejak November 2023. Indeks teknologi Nasdaq melonjak lebih dari 9% selama bulan Mei, dan Dow Jones naik sekitar 4%.

Pasar keuangan Tanah Air masih belum bisa dikatakan adem-ayem pada hari ini mengingat data-data yang dirilis kemarin menunjukkan tanda-tanda pelemahan ekonomi domestik yang semakin jelas.

Khususnya dari sisi domestik baik data IHK yang mengalami deflasi, surplus neraca perdagangan yang sangat tipis bahkan nyaris defisit, serta aktivitas manufaktur yang masih mengalami kontraksi menjadi indikasi bahwa fundamental ekonomi RI masih belum ada tanda-tanda yang cukup firm untuk bisa dikatakan pulih.

Deflasi April 2025 Secara Bulanan

Badan Pusat Statistik (BPS) pada hari kemarin merilis data IHK periode Mei2025 yang menunjukkan angka deflasi secara month on month/mom 0,37%.

"Terjadi deflasi sebesar 0,37% ," kata Deputi Statistik Bidang Distribusi dan Jasa Pudji Ismartini dalam konferensi pers, Senin (2/6/2025).

Terjadi deflasi pada Mei 2025 sebesar 0,37%, setelah dua bulan sebelumnya mengalami inflasi.

Secara historis, di setiap bulan Mei 2021-2023 mengalami inflasi karena bertepatan dengan momen Lebaran dan pasca Lebaran, sedangkan pada Mei 2024 dan Mei 2025 mengalami deflasi.

Komponen harga diatur pemerintah mengalami deflasi sebesar 0,02% dengan andil deflasi sebesar 0,01%. Komoditas yang dominan memberikan andil inflasi komponen harga diatur pemerintah adalah tarif angkutan antar kota dan bensin.

Komponen bergejolak juga mengalami deflasi sebesar 2,48% dengan andil deflasi sebesar 0,41%. Komoditas yang dominan memberikan andil deflasi komponen bergejolak adalah cabai merah, cabai rawit, bawang merah, dan bawang putih.

BPSFoto: Deflasi Bahan Pangan (% mom)
Sumber: BPS

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan deflasi 0,37% secara month to month (mtm) pada Mei 2025 bukan menandakan daya beli masyarakat Indonesia turun.

Menurutnya ini justru efek dari kebijakan pemerintah yang berhasil menjaga harga barang dan jasa.

"Kalau deflasi ini kan kaya kita melakukan diskon transport, ini pasti menimbulkan deflasi, bukan karena masyarakat daya belinya turun, karena pemerintah melalui administered price, pemerintah melalukan intervensi," jelasnya di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (2/6/2025).

PMI Manufaktur Kembali Kontraksi

Aktivitas manufaktur Indonesia kembali mengalami kontraksi pada Mei 2025. Kontraksi memperpanjang tren negatif menjadi dua bulan beruntun,

Data Purchasing Managers' Index (PMI) yang dirilis S&P Global hari ini, Senin (2/6/2025) menunjukkan PMI manufaktur Indonesia ada di 47,4 atau mengalami kontraksi pada Mei 2025. Ini adalah kedua kali dalam dua bulan beruntun PMI mencatat kontraksi.

S&P Global menjelaskan aktivitas produksi dan pesanan baru kembali melemah, dengan penurunan pesanan baru yang bahkan lebih tajam dibanding April. Penurunan pesanan bahkan menjadi yang terdalam sejak Agustus 2021.

Lemahnya permintaan pasar dan lebih sedikit permintaan barang sebagai faktor utama dari jebloknya aktivitas manufaktur. Permintaan dari luar negeri juga kembali melemah, meskipun dengan laju yang lebih lambat, terutama ekspor ke Amerika Serikat.

Kondisi permintaan yang lemah ini turut mendorong penurunan lanjutan produksi untuk bulan kedua berturut-turut. Meskipun masih dalam kategori solid, laju penurunan produksi lebih lambat dibanding bulan sebelumnya.

Neraca Perdagangan Surplus Tipis

Ada kabar buruk ketiga yang datang dari penurunan signifikan surplus neraca perdagangan periode April 2025.

Per April 2025, neraca perdagangan Indonesia masih surplus US$ 150 juta, seiring dengan kinerja ekspor yang tercatat sebesar US$ 20,74 miliar, dan impor US$ 20,59 miliar.

Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Pudji Ismartini mengatakan, nilai neraca perdagangan per April 2025 ini juga menjadi yang terendah dalam kondisi surplus 60 bulan terakhir, atau sejak Mei 2020.

"Secara bulanan, surplus April 2025 ini terendah sejak Mei 2020," kata Pudji di Kantor Pusat BPS, Jakarta, Senin (2/6/2025).

Pudji menjelaskan, terus melemahnya angka surplus ini disebabkan kinerja ekspor yang turunnya makin cepat ketimbang impor yang kini mulai naik dibanding bulan sebelumnya.

"Rendahnya neraca perdagangan Indonesia pada April 2025 disebabkan penurunan nilai ekspor 10,77% dibanding Maret 2025. Sedangkan nilai impornya meningkat 8,80% secara month to month," ucap Pudji.

5 Paket Insentif Jilid 2

Pemerintah akan menyalurkan lima stimulus fiskal pada Juni-Juli 2025 sebagai upaya untuk memitigasi dampak ketidakpastian global.

Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan stimulus fiskal ini akan diambil dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan non-APBN. Total anggaran mencapai Rp 24,44 triliun dan diberikan kepada sejumlah kelompok, mulai guru honorer hingga pekerja.

"Kita harapkan pada kuartal kedua maka pertumbuhan ekonomi tetap bisa dijaga mendekati 5% dari yang tadi diperkirakan melemah akibat kondisi global. Dengan pertumbuhan kita jaga kemiskinan dan pengangguran terbuka diharapkan turun lebih cepat," tutur Sri Mulyani saat konferensi pers di Istana Negara, Jakarta, Senin (2/6/2025).

Namun, dalam daftar stimulus baru tidak ada diskon listrik. Padahal, sebelumnya Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga mengatakan diskon listrik akan diberikan.

Sri Mulyani memberikan alasan, bahwa untuk pelaksanaan penganggaran diskon tarif listrik rupanya jauh lebih lambat. Sehingga, rencana untuk diskon yang akan diberlakukan pada Juni-Juli 2025 tidak bisa dijalankan.

"Kalau kita tujuannya adalah Juni dan Juli, kita memutuskan tidak bisa dijalankan. Sehingga itu digantikan (untuk) bantuan subsidi upah," terang Sri Mulyani dalam Konfrensi Pers Stimulus Ekonomi di Istana Negara, Senin (2/6/2025).

Berikut daftar lengkap paket stimulus fiskal:

Batalnya Aksi Demo Buruh

Kalangan buruh membatalkan aksi demo besar-besaran yang rencananya akan digelar Selasa (3/6/2025) di Jakarta. Hal ini diungkapkan Presiden Buruh sekaligus Presiden KSPI Said Iqbal.

Said Iqbal menjelaskan setelah melalui diskusi yang panjang antara buruh dan pemerintah bersama DPR RI, maka diputuskan bahwa terhadap 4 tuntutan buruh yang tergabung dalam Partai Buruh dan Koalisi Serikat Pekerja (KSP-PB) akan dicari kesepakatan yang dapat diterima oleh semua pihak. menurut rencana kesepakatan terhadap keempat isu tersebut akan dibahas pada hari Kamis, 5 Juni 2025.

Adapun 4 isu yang akan disampaikan oleh KSP-PB adalah:

  1. Tolak Penghapusan Sumbangan dan Tunjangan Pensiunan PT. Pos Indonesia
  2. Angkat Perbudakan Mitra Pos menjadi Karyawan Langsung PT. Pos Indonesia
  3. Tolak Kenaikan Iuran dan KRIS BPJS Kesehatan
  4. Setop PHK - Hapus Outsourcing

Dengan telah tercapainya kesepahaman untuk mencari solusi bersama atas keempat isu tersebut pada hari Kamis, 5 Juni 2025, maka Koalisi Serikat Pekerja dan Partai Buruh bersepakat untuk membatalkan aksi ribuan buruh dan pensiunan PT Pos yang sebelumnya direncanakan pada tanggal 3 Juni 2025 di Istana Negara dan DPR RI.

"Dengan demikian, aksi ribuan buruh pada tanggal 3 Juni 2025 resmi dibatalkan," tegas Said Iqbal.

Rupiah Berpeluang Menguat

Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS berpotensi kembali mengalami penguatan pada hari ini bersamaan dengan tertekannya indeks dolar AS (DXY) pada 01:45 WIB (3/6/2025) yang turun sebesar 0,53% ke angka 98,8.

Dolar rentan terhadap pelemahan data ekonomi AS, kata analis HSBC dalam prospek mata uang. Dolar kemungkinan akan lebih bereaksi terhadap data ekonomi yang lemah daripada data yang kuat, kata mereka.

Angka pekerjaan bulanan hari Jumat dan data ISM jasa hari Rabu akan menjadi kunci. Indeks ISM manufaktur yang lemah hari Senin, yang turun menjadi 48,6 pada bulan Mei, menyebabkan dolar memperpanjang kerugian. Banyak investor mencari katalis baru bagi dolar untuk melanjutkan tren penurunan, kata HSBC.

Apabila hal ini terus terjadi, maka rupiah berpotensi untuk menyentuh level Rp16.100an dalam waktu dekat.

Amerika Bersitegang dengan China dan Uni Eropa

Pemerintah AS menuduh Tiongkok tidak mematuhi perjanjian dagang sementara yang sebelumnya disepakati, terutama dalam hal pembelian produk-produk AS dan transfer teknologi.

China menolak tuduhan tersebut dan menyalahkan AS karena tidak memenuhi komitmen dalam kesepakatan. Ini memperlihatkan memburuknya komunikasi antara dua ekonomi terbesar dunia.

Meskipun sebelumnya Menteri Keuangan AS Scott Bessent dan Wakil Perdana Menteri Tiongkok He Lifeng sempat menyepakati penangguhan tarif selama 90 hari dalam pertemuan di Jenewa, Swiss.

Seorang pejabat senior Gedung Putih mengatakan kepada CNBC bahwa Presiden Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping kemungkinan akan berbicara minggu ini.

"Percakapan antara Trump dan Xi bisa menjadi kunci untuk mendapatkan kejelasan yang sangat dibutuhkan oleh ekonomi terbesar di dunia," kata Jay Woods, Kepala Strategi Global di Freedom Capital Markets,kepada CNBC International.

"Jika mereka mendapat kejelasan, pasar bisa melanjutkan penguatan dan berpeluang mencetak rekor tertinggi baru. Tapi jika tarik-ulur ini terus berlanjut, maka pasar akan tetap volatil." Imbuhnya.

Ketegangan antara Amerika Serikat dan Uni Eropa juga meningkat setelah Trump mengatakan akan menggandakan tarif baja menjadi 50%. Uni Eropa memperingatkan bahwa langkah ini akan "melemahkan" proses negosiasi

Perang Rusia-Ukraina Kembali Memanas

Perang Rusia-Ukraina kembali memanas setelah Ukraina melancarkan serangan spektakuler ke dalam wilayah Rusia pada Senin (2/6/2025). Memanasnya perang tentu saja akan meningkatkan ketidakpastian ekonomi dan politik di dunia.

Ukraina melancarkan serangan dramatis ke berbagai wilayah Rusia, menggunakan drone yang disembunyikan di dalam truk untuk menyerang pangkalan udara strategis hingga sejauh Siberia Timur.

Pada waktu yang hampir bersamaan, Moskow meluncurkan salah satu serangan drone dan rudal terbesar terhadap Kyiv, meningkatkan ketegangan menjelang pembicaraan damai penting yang dijadwalkan minggu ini.

Lebih dari 40 pesawat Rusia dilaporkan mengalami kerusakan dalam operasi hari Minggu itu, termasuk pembom jarak jauh Tu-95 dan Tu-22 M3 yang mampu membawa senjata konvensional maupun nuklir, serta pesawat pengintai A-50, menurut seorang pejabat di Dinas Keamanan Ukraina (SBU) yang berbicara secara anonim karena rincian operasi belum dipublikasikan. Kepala SBU Vasyl Malyuk memimpin langsung operasi tersebut, dan kerugian ditaksir mencapai sedikitnya US$ 2 miliar, kata pejabat itu.

Drone diluncurkan secara remote dari rumah kayu portabel yang diangkut dengan truk ke dalam wilayah Rusia, menurut pejabat tersebut.

Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy mengungkapkan rincian operasi ini, menyebut bahwa operasi tersebut memakan waktu 1 tahun, 6 bulan, dan 9 hari dari tahap perencanaan hingga eksekusi.

Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:

  1. Caixin Manufacturing PMI China periode Mei 2025 (08:45 WIB)
  2. Inflation Rate Flash of EU periode Mei 2025 (16:00 WIB)
  3. US JOLTs Job Opening (21:00 WIB)
  4. Menteri Pertanian akan melakukan Rapat Koordinasi Percepatan Swasembada Pangan menghadapi Musim Kemarau 2025 bersama Gubernur dab Bupati/Wali Kota serta Kepala Dinas Lingkup Pertanian Se-Indonesia

  5. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dengan didukung oleh Kenvue bersama PDPI dan Komnas Pengendalian Tembakau, melakukan peluncuran kampanye Gerakan Berhenti Merokok untuk Indonesia Sehat.

  6. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) akan membuka acara "Human Capital Summit 2025: Accelerating the Workforce Transformation for Downstream Growth and Energy Transition in Indonesia"

  7. CELIOS menggelar diskusi Publik & Diseminasi Riset Koperasi Desa Merah Putih

Berikut sejumlah agenda emiten di dalam ne

geri pada hari ini:

  1. Pemberitahuan RUPS Rencana BPD Sumatera Utara (Bank Sumut) (BSMT)
  2. tanggal ex Dividen Tunai Charoen Pokphand Indonesia Tbk (CPIN)
  3. tanggal cum Dividen Tunai Interim PT Gunanusa Eramandiri Tbk (GUNA)
  4. tanggal DPS Dividen Tunai Unggul Indah Cahaya Tbk (UNIC)
  5. tanggal DPS Dividen Tunai PT Bersama Zatta Jaya Tbk (ZATA)
  6. tanggal DPS Dividen Tunai PT Humpuss Maritim Internasional Tbk (HUMI)
  7. tanggal DPS Dividen Tunai PT IMC Pelita Logistik Tbk (PSSI)
  8. tanggal ex Dividen Tunai Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (INTP)
  9. tanggal cum Dividen Tunai PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk (AMRT)
  10. tanggal cum Dividen Tunai Elnusa Tbk (ELSA)
  11. tanggal cum Dividen Tunai Kalbe Farma Tbk (KLBF)
  12. tanggal cum Dividen Tunai Malindo Feedmill Tbk (MAIN)
  13. tanggal cum Dividen Tunai Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur Tbk (BJTM)

Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.


(rev/rev) Next Article Pekan Pertama Ramadan Penuh Tantangan: Semoga Tetap Cuan

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular