NEWSLETTER

Tekanan dari AS Kencang, Semoga RUPS & Dividen Buat Investor Tenang

Tasya Natalia, CNBC Indonesia
21 March 2025 06:15
Papan di atas lantai perdagangan menunjukkan angka penutupan indeks industri Dow Jones di Bursa Efek New York, Jumat, 2 Agustus 2024. Saham anjlok pada hari Jumat karena kekhawatiran ekonomi AS dapat terpuruk akibat beban suku bunga tinggi yang dimaksudkan untuk menekan inflasi. (AP/Richard Drew)
Foto: Pixabay

Dari Amerika Serikat (AS), bursa Wall Street kembali ambruk berjamaah pada perdagangan Kamis atau Jumat dini hari waktu Indonesia (21/3/2025).

Pasar saham AS mengalami tekanan karena ketidakpastian ekonomi terus membebani ekuitas, menggagalkan upaya pemulihan dari penurunan selama sebulan terakhir.

Indeks S&P 500 turun 0,22% dan ditutup pada 5.662,89. Nasdaq Composite melemah 0,33% ke 17.691,63, tertekan oleh penurunan saham Apple dan Alphabet. Sementara itu, Dow Jones Industrial Average turun tipis 11,31 poin atau 0,03%, ditutup di 41.953,32.

Di tempat lain, saham Accenture anjlok lebih dari 7% setelah perusahaan konsultasi tersebut mengungkapkan dalam laporan pendapatan kuartal kedua bahwa divisi layanan federalnya kehilangan kontrak dengan pemerintah AS akibat penghematan belanja di bawah pemerintahan Trump.

Pergerakan ini terjadi sehari setelah pertemuan terbaru The Fed di mana bank sentral memproyeksikan dua kali pemotongan suku bunga pada 2025 dan mempertahankan suku bunga di 4,25-4,5%. Ketua Fed, Jerome Powell, menyoroti tarif sebagai sumber kekhawatiran, terutama bagi konsumen, yang dapat menekan perekonomian.

Bank sentral juga menaikkan proyeksi inflasi dan menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi.

Para pelaku pasar umumnya memperkirakan bahwa The Fed tidak akan mengambil tindakan sebelum melihat dampak dari rencana tarif Presiden Donald Trump. Pengecualian tarif untuk beberapa impor dari Kanada dan Meksiko akan berakhir pada 2 April.

"Market yang bullish tidak mati karena usia tua. Mereka mati karena ketakutan, dan hal yang paling mereka takuti adalah resesi," kata Sam Stovall, kepala strategi investasi CFRA Research, kepada CNBC International.

"Kita tidak menuju resesi, tetapi dengan adanya tarif, kita masih belum tahu pasti apa yang akan terjadi." Imbuhnya.

Saham sempat menguat pada Rabu setelah keputusan kebijakan The Fed. Namun, S&P 500, yang pekan lalu sempat masuk ke wilayah koreksi, masih berada di 8% di bawah level tertinggi yang dicapai pada Februari. Selama sebulan terakhir, indeks ini telah turun lebih dari 7%.

(tsn/tsn)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular