Newsletter

Awan Gelap Bayangi Ekonomi RI, Beban IHSG - Rupiah Makin Berat

Tasya Natalia, CNBC Indonesia
18 March 2025 06:20
Deretan layar televisi di lantai Bursa Efek New York, memperlihatkan Ketua Federal Reserve Jerome Powell, Rabu, 31 Juli 2024. (AP/Richard Drew)
Foto: Infografis/ 'Kiamat' di Mana-mana, Dunia Gelap Tahun Depan Sungguh Nyata/ Ilham Restu

Dari bursa Amerika Serikat (AS), tiga indeks utama di bursa Wall Street kembali menghijau pada perdagangan Senin waktu AS atau Selasa dini hari waktu Indonesia.

Indeks S&P 500 melonjak 0,65% untuk ditutup di 5.675,12, sementara Nasdaq Composite menguat 0,31% untuk ditutup di 17.808,66. Indeks Dow Jones Industrial Average meroket 353,44 poin, atau 0,85%, ke 41.841,63.

Kenaikan saham ini melanjutkan tren pemulihan setelah empat minggu bursa turun tajam di Wall Street karena dipicu kebijakan tarif Presiden Donald Trump dan menurunnya kepercayaan konsumen.

"Kami berada dalam rally jangka pendek yang berlawanan dengan tren," kata Sam Stovall, kepala strategi investasi di CFRA Research, kepada CNBC International.

Dia menambahkan indeks masih akan menguat ke depan.

Salah satu sentimen positif pasar datangg dari laporan penjualan ritel Februari yang lebih baik dari perkiraan . Ini membuat investor lega.

Penjualan ritel juga meningkat 0,2% pada bulan tersebut, lebih rendah dari estimasi Dow Jones yang memperkirakan kenaikan 0,6%. Namun, jika tidak memperhitungkan mobil, kenaikannya adalah 0,3%, yang sesuai dengan ekspektasi para ekonom.

S&P 500 sebelumnya ditutup dalam wilayah koreksi pada Kamis, turun lebih dari 10% dari rekor tertingginya pada akhir Februari. Indeks ini kemudian melesat 2% pada hari Jumat karena investor memburu saham teknologi yang terpuruk.

Meskipun ada lonjakan pada Jumat, pekan kemarin menjadi minggu yang berat bagi Wall Street. Dow mencatatkan penurunan mingguan terbesar sejak 2023. Nasdaq Composite tetap berada di wilayah koreksi, dengan penurunan 11% dari rekor tertingginya pada penutupan Senin.

Investor khawatir mengikuti perkembangan kebijakan tarif Trump yang berubah-ubah dengan cepat, bersama dengan upaya pemotongan biaya agresif dari departemen DOGE milik Elon Musk, yang telah membuat pasar terombang-ambing dan meningkatkan kekhawatiran tentang kepercayaan perusahaan dan konsumen.

Pernyataan dari pemerintahan bahwa memburuknya data-data ekonomi dan kebijakan perdagangan global juga turut membebani pasar.

"Saya sudah 35 tahun bekerja di bisnis investasi, dan saya bisa memberitahu Anda bahwa koreksi itu sehat. Itu normal," kata Menteri Keuangan Scott Bessent pada hari Minggu dalam acara "Meet the Press" di NBC.

"Apa yang tidak sehat adalah jika pasar terus naik lurus, sehingga terjadi pasar yang euforia. Itulah yang menyebabkan krisis keuangan. Akan jauh lebih sehat jika seseorang menekan rem pada tahun 2006 atau 2007. Kami tidak akan memiliki masalah di 2008." Imbuhnya.

Bessent, yang sebelumnya mengatakan bahwa periode "detoks" mungkin diperlukan untuk mengalihkan pengeluaran pemerintah ke pengeluaran swasta. Dia menambahkan bahwa tidak ada "jaminan" bahwa resesi akan bisa dihindari.

"Detoksifikasi AS melalui efisiensi, deregulasi, dan perdagangan mungkin berarti lebih banyak penderitaan di pasar sebelum ada kenaikan PDB yang terlihat," tulis Derek Harris, strategi portofolio di Bank of America Securities, dalam catatan akhir pekannya.

(tsn/tsn)
Pages

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular