
Bukan Nakut-nakutin, Trump Memang Suka Bikin Rupiah Sengsara

Jakarta, CNBC Indonesia - Momen inagurasi Presiden Terpilih Amerika Serikat (AS), Donald Trump menjadi hal yang ditunggu-tunggu pelaku pasar. Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS juga tampak mengalami fluktuasi yang tajam jelang momen sakral tersebut.
Inagruasi Trump akan diselenggarakan pada Senin pekan depan atau 20 Januari 2025 di Gedung Capitol AS. Aparat keamanan tampak terus menjaga dan memperketat keamanan di Washington dan Gedung Capitol AS.
Lebih lanjut, sejumlah pejabat federal hingga perwakilan Wakil Presiden Terpilih, JD Vance juga tampak telah mengikuti gelaran gladi bersih menjelang pelantikan.
Momen inagurasi tersebut tidak hanya menjadi momen yang sakral, melainkan juga memengaruhi pergerakan nilai tukar rupiah.
Berdasarkan pemantauan CNBC Indonesia Research, rupiah cenderung mengalami pelemahan jelang inagurasi Trump baik di periode pertama ia menjabat, maupun di periode kedua ini.
Dilansir dari Refinitiv, rupiah terdepresiasi sebesar 0,87% (akhir Desember 2016 hingga 14 Januari 2017). Sedangkan kali ini, rupiah juga kembali melemah namun lebih dalam dibandingkan periode sebelumnya yakni sebesar 1,05% (akhir Desember 2024 hingga 14 Januari 2025).
Kendati demikian, rupiah cenderung mengalami penguatan sepanjang Januari 2017 yakni sebesar 0,91%. Hal ini diharapkan dapat kembali terjadi di Januari 2025.
Tekanan demi tekanan terhadap rupiah hingga saat ini terus terjadi bahkan hal ini telah terjadi sejak Oktober 2024.
Rupiah pada saat itu berada di kisaran angka Rp15.100an/US$ sementara saat ini sudah berada di angka Rp16.313/US$ (15 Januari 2025 pukul 09:45 WIB).
Salah satu alasannya karena kebijakan ekonomi Trump yang sangat pro dalam negeri serta proteksionismenya membuat modal kembali banjiri pasar AS.
Akibatnya dolar AS terbang dan imbal hasil US Treasury juga ikut naik. Imbal hasil US Treasury bahkan sempat menembus 4,8% atau level tertinggi dalam setahun. Padahal, imbal hasil masih bergerak di angka 4,2% sebelum Trump terpilih pada pemilu 5 November 2024.
Gejolak imbal hasil diperkirakan masih akan tetap tinggi ke depan. Dengan kebijakan ekonomi dalam negerinya, inflasi AS kemungkinan sulit melandai dengan cepat.
Sebagai akibatnya, bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed) bisa memperlambat pemangkasan suku bunga. Kondisi ini bisa membuat dolar AS dan imbal hasil US Treasury terbang.
The Fed dalam rapat Federal Open Market Committee (FOMC) Desember 2024 mengindikasikan hanya akan memangkas suku bunga acuan dua kali tahun ini. Jumlah ini lebih sedikit dibandingkan dengan sebelumnya yakni empat kali.
Kenaikan dolar masih kencang pagi ini. Indeks dolar menembus 109, 25 atau level tertingginya sejak November 2022 atau lebih dari dua tahun.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(rev/rev)