Dua Pekan Rupiah Keok! Dolar Kini Sentuh Rp15.715/US$

Tasya Natalia, CNBC Indonesia
02 November 2024 09:00
Ilustrasi dolar Amerika Serikat (USD). (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)
Foto: Ilustrasi dolar Amerika Serikat (USD). (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah terpantau keok pekan ini akibat dolar Amerika Serikat (AS) yang perkasa di tengah penantian pasar terhadap pemilu AS dan kebijakan moneter the Fed.

Melansir Refinitiv, pada perdagangan Jumat (1/11/2024) mata uang Garuda berakhir di posisi Rp15.715/US$. Dalam sehari rupiah koreksi 0,16% yang mengakumulasi depresiasi sepanjang pekan sebanyak 0,51%.

Pelemahan sepanjang pekan ini terhitung menjadi dua minggu beruntun rupiah masih betah dalam zona merah.

Rupiah yang bergerak volatil akhir-akhir ini ditengarai tekanan yang tinggi dari perkasa-nya indeks dolar AS (DXY).

Sudah lima pekan DXY dalam zona positif, pantauan CNBC Indonesia sampai penutupan kemarin Jumat (1/10/2024) DXY terkerek naik 0,41% ke posisi 104,31. Posisi ini setara dengan level terkuatnya sejak 1 Agustus 2024 atau sekitar dua bulan lalu.

Dolar AS yang makin menguat menunjukkan sikap pelaku pasar yang memilih aset konservatif atau safe haven di tengah ketidakpastian menjelang pemilu AS dan pengumuman kebijakan moneter the Fed pada 7 November mendatang.

Dari dalam negeri, pergerakan rupiah yang cenderung melemah juga terjadi di tengah inflasi tipis yang tercatat pada Oktober 2024.

Inflasi sebesar 0,08% (mtm) pada bulan tersebut dipicu oleh kenaikan harga komoditas pangan, terutama emas perhiasan, lauk-pauk, dan minyak goreng.

Hal ini memberikan tekanan pada rupiah, yang turut dipengaruhi oleh ekspektasi pasar terhadap tekanan harga di dalam negeri.

Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Pusat Statistik Amalia A. Widyasanti menjelaskan bahwa inflasi Oktober mengakhiri tren deflasi yang berlangsung selama lima bulan berturut-turut.

Dengan inflasi tahunan sebesar 1,71% dan inflasi kalender (year to date) sebesar 0,82%, pasar menjadi lebih waspada terhadap potensi kenaikan harga di masa mendatang, terutama pada sektor pangan. Sebanyak 28 dari 38 provinsi di Indonesia mencatatkan inflasi pada Oktober, dengan inflasi tertinggi terjadi di Maluku sebesar 0,65%.

Sementara itu, deflasi terdalam tercatat di Maluku Utara sebesar 1,65%. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia sebelumnya telah memperkirakan inflasi tipis sebesar 0,03%, namun realisasi angka yang lebih tinggi memperkuat kekhawatiran akan pelemahan rupiah ke depan.

Sejalan dengan meningkatnya harga pangan dan inflasi inti yang ikut naik, pasar memandang risiko inflasi domestik akan tetap mempengaruhi stabilitas nilai tukar rupiah.

CNBC INDONESIA RESEARCH

(tsn/tsn)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation