
Dunia Dibuat Sengsara Karena Pahitnya Harga Gula

Jakarta, CNBCÂ Indonesia -Dunia dikejutkan oleh lonjakan harga pangan pada September 2024. Gula menjadi aktor utama di balik drama kenaikan ini.
Data dari Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) menunjukkan bahwa Indeks Harga Pangan global melompat ke angka 124,4 poin pada September, naik dari 120,7 poin pada bulan sebelumnya. Ini adalah kenaikan terbesar dalam 18 bulan terakhir, sebuah lonjakan yang didorong oleh apa yang bisa disebut sebagai "sugar rush" yang mengantarkan kenaikan harga gula sebesar 10,4% hanya dalam satu bulan.
Brasil, yang terkenal sebagai raksasa produsen gula, kini berada di bawah bayang-bayang krisis. Cuaca kering yang panjang disertai kebakaran telah memangkas potensi hasil panen tebu, sementara di sisi lain, India negara yang biasanya menjadi andalan ekspor gula mulai membatasi pasokan dengan mengalihkan penggunaan tebu untuk produksi etanol.
Dalam kancah global, ketidakpastian ini menciptakan kekhawatiran tersendiri, mendorong harga gula melambung tinggi. Meskipun begitu, harga gula pada September masih 22,7% lebih rendah dibandingkan puncaknya di Maret 2022, memberi sedikit nafas lega bagi pasar yang gelisah.
Kenaikan harga gula ini menjadi alarm bahaya buat Indonesia. Pasalnya, Indonesia banyak mengimpor gula bahkanmenjadi importir gula terbesar di dunia.
Data Departemen Pertanian AS (USDA) menunjukkan, impor gula Indonesia tahun 2022/2023 mencapai 5,8 juta ton, naik dari tahun 2021/2022 yang mencapai 5,46 juta ton. Indonesia menempati posisi pertama importir gula dunia, disusul China yang mengimpor 4,4 juta ton pada periode 2022/20223.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan impor gula Indonesia mencapai 5,07 juta ton pada 2023. Nilainya memang melandai dibandingkan 2022 yakni 6 juta ton. Namun, impor diyakini akan tetap meningkat. Dalam enam tahun terakhir, impor gula rata-rata mencapai 5,1 juta ton dan naik sekitar 3,6%.
Kebutuhan gula nasional diproyeksikan kebutuhan gula nasional akan mencapai 9,81 juta ton pada 2030. Angka ini jauh di bawah produksi pabrik gula nasional yang hanya 2,2 juta ton.
Namun, gula bukan satu-satunya cerita. Harga sereal juga ikut merangkak naik sebesar 3,0%, didorong oleh kenaikan harga gandum dan jagung.
Di belahan lain dunia, cuaca buruk menghantam ladang-ladang gandum di Kanada dan Uni Eropa, memperlambat panen dan memicu lonjakan harga. Berbeda dengan sereal lainnya, harga beras justru turun tipis 0,7%, disebabkan oleh datangnya panen baru dari India serta kebijakan yang merelaksasi ekspor beras basmati.
Di sektor minyak nabati, lonjakan harga tak kalah dramatis. Indeks harga minyak nabati melonjak 4,6%, menandai bulan keempat berturut-turut kenaikan harga minyak kelapa sawit, kedelai, bunga matahari, dan rapeseed. Kekhawatiran tentang produksi yang menurun di negara-negara penghasil utama di Asia Tenggara menjadi salah satu pemicunya, mengirimkan riak ke pasar global.
Tak hanya itu, segmen produk susu juga ikut bergolak. Indeks Harga Susu naik 3,8%, terutama didorong oleh permintaan yang meningkat dari Asia dan terbatasnya pasokan di Eropa. Harga mentega dan keju melonjak, seolah mencerminkan meningkatnya selera dunia akan produk-produk olahan susu. Sementara itu, daging menunjukkan kenaikan yang lebih tenang, hanya naik 0,4%, dengan permintaan daging unggas dari Brasil sebagai faktor utama.
![]() Ilustrasi Sereal. (Dok. Freepik) |
Walaupun terjadi kenaikan harga di berbagai komoditas, proyeksi FAO untuk produksi sereal global pada 2024 sedikit diperbaiki naik menjadi 2,853 miliar ton. Namun, peningkatan ini datang bersamaan dengan peringatan: stok sereal global diperkirakan akan turun 1,7 juta ton pada akhir musim 2025, menjadi 888,1 juta ton. Angka ini menyiratkan bahwa meski produksi bertambah, konsumsi dunia juga kian mendesak, menekan pasokan global.
Di tengah gejolak harga ini, negara-negara pengimpor pangan seperti Indonesia harus bersiap menghadapi tantangan besar. Kenaikan harga gula dan komoditas lainnya menempatkan stabilitas harga domestik dalam posisi yang rentan. Apakah ada solusi jangka panjang yang dapat diandalkan di tengah ketidakpastian ini?
CNBC INDONESIA RESEARCH
[email protected]
