
Negara Hadir di Tangan Jokowi, Bukit Cinta Jadi Saksi

Oepoli masuk wilayah Desa Netemnanu Utara dengan luas wilayah 57,65 km². Jumlah penduduk tersebut hanya 2.192 jiwa.
Wilayah Oepoli berbatasan langsung dengan wilayah kantong (enclave) Distrito Oecusse Timor Leste. Dikutip dari BPS, mayoritas penduduk Timor Leste yang melintas berasal dari Suco (desa dalam istilah bahasa Indonesia) Naktuka dan Citrana.
![]() Wilayah encllave (kantung) Oecusse |
Penduduk Naktuka dan Citrana masih menggunakan Bahasa Indonesia dan bahasa daerah Dawan sebagai bahasa komunikasi sehari-hari. Pada hari pasar, penduduk perbatasan banyak yang melintas hanya untuk berbelanja kebutuhan sehari-hari. Mereka harus berjalan sejauh kurang lebih tujuh kilometer, menyebrangi sungai, dan melewati hutan ke Oepoli.
Tidak ada pembatas yang mencolok di kedua negara, hanya berupa sungai kering membentang luas.
![]() Perbatasan RI Timor Leste di Oepoli, Kab Kupang, NTT |
Karena keterbatasan, penjaga di PLBN hanya meminta pelintas batas untuk menunjukkan surat keterangan suco dan melakukan registrasi di pos TNI, Polri dan kantor imigrasi. Mereka juga melaporkan barang yang mereka bawa ke Kantor Bea dan Cukai sebelum dijinkan masuk ke wilayah Indonesia.
Warga Timor Leste hanya akan melintasi perbaatsan ketika ada acara adat, pernikahan, kedukaan, dan hari pasar yang ada setiap Selasa.
"Mereka paling-paling bawa ayam dan buah pinang sama pembasmi rumput," tutur Emanuel Joseph Terong, pegawai Bea dan Cukai yang berjaga di PLBN.
Selasa pagi (9/9/2024) bertepatan dengan hari pasaran di Oepoli. Kesempatan langka inipun dimanfaatkan CNBC Indonesia untuk melihat lebih dekat gerak ekonomi dari kawasan perbatasan. Sebelum ke pasar, kami diajak berkunjung ke tempat "keramat" bernama pohon sinyal.
Letaknya sekitar 7 km dari pos perbatasan dan di pinggir jalan besar menuju pusat pemerintahan dan kepolisian di Kecamatan Amfoang Timur.
Gerombolan sapi, petani yang berangkat ke sawah, dan anak-anak pergi sekolah berjalan kaki menjadi pemandangan di sepanjang jalan menuju pohon sinyal. Hamparan sawah di kanan kiri jalan sangat kering kerontang. Saat musim kemarau, petani di sana tidak bisa menanam apapun. Padi hanya bisa ditanam sekali setahun.
Selain padi, penduduk juga banyak menggantungkan hidup pada berburu madu. Madu dari Amfoang Timur bahkan menjadi salah satu yang terkenal di Indonesia selain Sumba dan Klanceng.
Sekitar 15 menit perjalanan dengan menggunakan mobil, kami akhirnya sampai ke pohon sinyal.
![]() Pohon Sinyal dekat Perbaatsan Oepoli, Kab Kupang NTT |
Tak ada yang istimewa dari pohon asam menjulang setinggi 15 meter tersebut. Seperti pohon asam lainnya, pohon tersebut tengah ramai-ramainya berbuah di musim kemarau seperti saat ini
Namun, sebelum 2020, pohon asam tersebut menjadi pohon paling dicari.
Namanya melegenda di wilayah itu karena di sanalah dulu sekitar 3.000 warga di kawasan perbatasan Oepoli menggantungkan harapan untuk mendapatkan sinyal.
Kawasan perbatasan Oepoli sudah lama diabaikan dan kini mulai menata diri. Listrik baru masuk wilayah Oepoli pada 2017 tetapi hanya beberapa jam sehari. Listrik baru bisa dinikmati 24 jam pada 2021. Jalanan di sekitar Oepoli juga baru diaspal besar-besaran pada 2022 sementara jaringan internet baru hadir pada 2019.
![]() Wilayah perbatasan Oepoli, Desa Netemnanu Selatan, Kab Kupang NTT |
Roman Leltakaeb, penduduk setempat dan pegawai Direktorat Bea dan Cukai PLBN menceritakan mengapa pohon asam itu begitu berarti buat mereka.
"Orang-orang jalan kaki 1-2 jam lebih agar bisa telpon atau kirim SMS di sini," ujar Roman, kepada CNBC.
Dulu jalan menuju ke sana memang belum semulus sekarang sehingga dulu butuh waktu lama untuk sampai.
Roman bercerita jika di sekitar pohon sinyal itu satu-satunya yang bisa menangkap sinyal yang dipancarkan langsung dari menara BTS di Flores atau Naikliu.
Salah satu yang paling sering mendatangi tempat tersebut adalah tentara yang ditugaskan di perbatasan yang tersebar pada empat pos penjagaan.
Setelah menelepon, warga biasanya memanfaatkan waktu untuk bersantai atau ngobrol sambal menikmati minuman dan makanan ringan.
"Selain ini (pohon asam) tidak ada. Dulu tempat ini ramai karena semuanya kumpul ke sini untuk telpon. Kadang kami sampai berjam-jam. Ada yang naruh HP di batu-batu. Ada yang menggantungkan di pohon," ujar Roman.
CNBC mencoba mengecek kecepatan data internet di sekitar pohon asam. Aplikasi di HP kami tertulis 590 Kbps (kilobit per second). Kecepatan sebesar itu ternyata sudah mampu membuat kawasan sekitar perbatasan Oepoli "merdeka". Cerita sudah berganti, warga di sana kini bisa telpon atau berkirim kabar langsung dari rumah.
Data BPS mencatat saat ini sudah ada 6 menara BTS di Kecamatan Amfoang Timur. Kecamatan tersebut terdiri dari lima desa dan semua desa kini memiliki pemancar BTS yakni Nunuanah (1), Kifu (1), Netemnanu Selatan (2), Netemnanu (1), dan Netemnanu Utara (1). Di antara menara tersebut salah satunya dibangun BAKTI.
Ada dua menara yang kini berdekatan dengan pohon sinyal yakni dari Telkomsel dan BAKTI. Menara BTS milik BAKTI berjarak 1 km dari pohon asam di sebelah SMAN 1 Amfoang Timur. Menara tersebut bahkan dilengkapi dengan tenaga surya guna menghindari gangguan sinyal akibat mati lampu.
![]() Menara BTS Bakti di Oepoli, Kab Kupang NTT |
Selamat Tinggal Sinyal Tetangga, Ekonomi Lebih Berdaya
Minimnya sinyal di wilayah perbatasan membuat warga di sana dulu sering bergantung kepada provider tetangga Timor Leste.
Sebelumnya mereka lebih sering menggunakan sinyal jaringan Telemor, anak perushaan dari Viettel Group asal Vietnam yang sudah hadir di Timor Lester sejak 2012.
Untuk menggunakan sinyal Telemor, dulu warga harus membeli kartu Telemor dengan harga Rp25.000-30.000 per kartu, kemudian ditambah pulsa voucer 1 dollar senilai Rp20.000. Paket tersebut biasanya cuma dinikmati 3-4 hari.
Jika ingin menikmati layanan WhatsApp ataupun layanan internet maka warga harus membeli voucher secara terpisah. Hal ini berbeda dengan Telkomsel yang sekali isi pulsa bisa menggunakan semua atau menawarkan paket sesuai keinginan.
Kartu maupun pulsa voucer biasa dibeli dari warga Timor Leste yang datang menjualnya setiap hari di Pasar Oepoli pada hari pasaran Selasa. Penggunaan Telemor kini sudah jarang sekali. CNBC bahkan tidak menemukan kartu perdana tersebut di pasar Oepoli ataupun di penjual pulsa.
"Semua sekarang pakai Telkomsel. Dong (mereka) biasa beli pulsa Rp 30.000 sebulan," ujar Polina, pemilik toko besar yang juga menjual pulsa di sebrang pasar Oepoli.
Adanya paket penggunaan internet berdasarkan minat dari provider lokal juga sangat diminati, khususnya aplikasi yang menyediakan layanan siaran olah raga. Pasalnya, susah mendapatkan siaran televisi di kawasan perbatasan sehingga aplikasi tontonan sangat dicari.
![]() Ibu Polina, pedagang ritel di Oepoli, Kab Kupang, NTT |
Pembangunan infrastruktur mulai dari jalan hingga jaringan telepon seluler ikut mengubah peradaban perbatasan Oepoli hingga nadi ekonomi.
Polina, misalnya, kini bisa menjadi Agen BRILink untuk memperluas akses keuangan di sana. Tak kalah canggih dengan toko di Jakarta, Polina sudah menyediakan sistem pembayaran dengan menggunakan QRIS (Quick Response Code Indonesian Standard).
CNBC mencoba memakai QRIS untuk membayar barang yang kami beli dan sukses tanpa gangguan.
"Di sini tentara yang pakai QRIS. Dong (mereka, masyarakat sekitar) hanya pakai untuk transfer dan ambil uang," tutur Polina.
Transaksi perbankan yang paling sering dilakukan warga adalah tarik tunai. Rata-rata tarik tunai mencapai Rp 600.000-1 juta per hari.
Agustina, penjual gula aren dan ikan teri di pasar Oepoli semangat bercerita bagaimana dia merasakan jatuh bangun hidup di sana.
Wanita berusia 67 tahun tersebut berasal dari Desa Nunuanah. Jarak kedua wilayah itu hanya 10 km tetapi jalanan yang sangat rusak membuatnya harus pergi sehari sebelumnya jika ingin berdagang di Oepoli. Berangkat dari desanya Senin Siang, dia akan sampai di Pasar Oepoli Senin sore atau malam. Dia akan menginap bersama pedagang lain sebelum membuka dagangan Selasa pagi.
"Beta dulu harus jalan 7-9 jam ke pasar ini sampai makan di jalan. Sekarang naik oto (kendaran umum) saja bayar Rp 20.000 cuma 2 jam," tuturnya.
![]() Pasar Oepoli, Kab Kupang NTT |
Tak hanya jalan, Agustina bercerita bagaimana telepon seluler juga sudah mengubah hidupnya.
"Beta punya saudara di Belu. Dong (mereka) naik kapal, jalan 5 hari sampai Nunuanah. Kalau ketemu, kami peluk- peluk sampai nangis-nangis karena susah ketemu. Sekarang kalau mau bicara sama dia, Beta tinggal minta cucu hidupkan HP, bisa langsung bicara ketawa-ketawa sampai gak habis-habis," ujar Agustina.
Usia yang sudah lansia memang menyulitkan Agustina untuk berkomunikasi langsung dengan handphone. Namun, dia memiliki banyak cucu yang bisa dimintai tolong untuk memudahkan komunikasinya.
Adanya jaringan internet juga membuka peluang usaha bisnis online.
Imelda Baitanu, perempuan asal Netemnanu Selatan, kini terbiasa membuka dagangan online mulai dari peralatan rumah tangga hingga madu.
"Pakai Facebook, WhatsApp, kadang kalau mau ambil barang dari luar (daerah) kadang pakai Shopee juga. Banyak yang minat karena lebih murah," tutur Imelda.
Data Compas.id yang merekam penjualan e-commerce dari Shopee hingga Tokopedia di Kabupaten Kupang mencatat madu olesan menjadi salah satu produkyang paling sering diperjualbelikan.
.
Geliat ekonomi di sektor informasi dan komunikasi hingga perdagangan kawasan perbatasan Oepoli ikut menopang ekonomi Kabupaten Kupang.
Dalam enam tahun terakhir, nilai PDRB Kabupaten Kupang melonjak 28,3% menjadi Rp 9,16 triliun. Nilai PDRB sektor komunikasi dan informasi melesat 35% menjadi Rp 390 miliar.
Aktivitas ekonomi yang bergerak lebih cepat, meningkatnya kesejahteraan, hingga terbukanya peluang usaha menjadi bukti bagaimana sentuhan pembangunan sarana telekomunikasi bisa mengubah harapan, peradaban, hingga kemajuan di perbatasan.
Mereka yang tinggal jauh di perbatasan mungkin kerap luput dari perhatian. Padahal, mereka juga adalah bagian dari NKRI yang sama-sama berhak merdeka dari kungkungan keterbatasan ekonomi dan komunikasi.
CNBC INDONESIA RESEARCH
[email protected]