IHSG & Rupiah Punya "Senjata" Baru Hadapi Akhir Pekan Penuh Gejolak
- Pasar keuangan Indonesia ditutup beragam kemarin, IHSg dan rupiah sama-sama menguat
- Wall street kembali ditutup beragam di tengah wait and see pelaku investor menunggu data tenaga kerja
- Data klaim pengangguran AS dan cadangan devisa akan menjadi sentimen penggerak pasar hari ini
Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia kompak menguat pada perdagangan kemarin, Kamis (5/9/2024). Indeks Harga Saham Gabungan ditutup mendekati level psikologis 7.700, sementara rupiah mencapai posisi terkuat sejak awal tahun.
Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan rupiah berpotensi bergerak fluktuatif pada hari ini di tengah sikap para pelaku pasar yang menanti rilis data ekonomi dari domestik maupun luar negeri, terutama Amerika Serikat.
IHSG pada perdagangan kemarin, Kamis (5/09/2024) terpantau sumringah, ditutup naik 0,11% pada level 7.681,04 dari penutupan hari sebelumnya.
Pada perdagangan kemarin nilai transaksi IHSG mencapai lebih dari Rp9,52 triliun dengan volume perdagangan mencapai 17,66 miliar lembar saham yang diperdagangkan lebih dari 1,2 juta kali.
Dari total saham yang diperdagangkan, sebanyak 348 saham naik, 235 saham turun, dan 211 saham cenderung stagnan.
Secara sektoral, sektor teknologi dan konsumer no-siklikal menjadi penopang utama sebesar 2,06% dan 1,23%. Sementara itu, saham penyokong utama IHSG adalah PT Indoritel Makmur Internasional Tbk (DNET) dan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) yang menyumbang sebesar 8,04 dan 5,49 indeks poin.
Senada dengan IHSG, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) turut menguat. Melansir Refinitiv, rupiah ditutup pada posisi Rp15.395/US$, naik 0,48% dari harga penutupan hari sebelumnya. Apresiasi ini menandai posisi rupiah kembali ke level terkuatnya sejak awal tahun.
Baik pasar saham maupun Mata Uang Garuda menguat kala pasar tenaga kerja AS yang melemah dan semakin membuat pasar yakin bahwa suku bunga bank sentral Amerika Serikat atau The Federal Reserve atau The Fed akan dipangkas pada bulan ini.
Data Job Openings and Labor Turnover Summary (JOLTS) AS mencatat jumlah lowongan kerja pada Juli 2024 turun ke level terendah dalam 3,5 tahun pada Juli 2024, hanya mencapai 7,673 juta, di bawah ekspektasi pasar sebesar 8,1 juta.
Bersamaan dengan turunnya penyerapan tenaga kerja maka rasio lowongan pekerjaan per pekerja yang tersedia kini menjadi kurang dari 1,1. Angka ini hanya, sekitar setengah dari rasio puncaknya yang lebih dari 2: 1 pada awal 2022.
Turunnya jumlah lowongan kerja AS memicu kekhawatiran mengenai kondisi ekonomi AS dan memberikan sinyal potensi penurunan suku bunga The Fed.
Pelemahan pasar tenaga kerja AS juga berdampak pada penurunan rasio lowongan pekerjaan terhadap pekerja, yang sekarang berada di angka 1,1, jauh lebih rendah dari puncaknya pada 2022.
Dengan semakin sedikitnya daya tarik investasi berbasis dolar AS, aliran modal asing diperkirakan akan menguntungkan aset-aset berdenominasi rupiah.
Sementara dari pasar obligasi Indonesia, pada perdagangan Kamis (5/9/2024) imbal hasil obligasi tenor 10 tahun tercatat anjlok ke posisi 6.62% dari perdagangan sebelumnya.
Imbal hasil obligasi yang menguat menandakan bahwa para pelaku pasar sedang membuang surat berharga negara (SBN). Begitupun sebaliknya, imbal hasil obligasi yang melemah menandakan bahwa para pelaku pasar sedang kembali mengumpulkan surat berharga negara (SBN).
(saw/saw)