Yen, Ringgit Sampai Rupiah Menang Lawan Dolar AS

Revo M, CNBC Indonesia
19 August 2024 14:12
Petugas menhitung uang asing di penukaran uang DolarAsia, Blok M, Jakarta, Senin, (26/9/2022). (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)
Foto: Petugas menhitung uang asing di penukaran uang DolarAsia, Blok M, Jakarta, Senin, (26/9/2022). (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Mata uang Asia terpantau hampir secara serentak menguat terhadap dolar Amerika Serikat (AS) didorong dengan semakin besarnya peluang bank sentral AS (The Fed) untuk memangkas suku bunga acuannya.

Dilansir dari Refinitiv pada Senin (19/8/2024) pukul 13:31 WIB, penguatan mata uang Asia terjadi terhadap dolar AS. Posisi teratas ditempati oleh yen Jepang yang melesat 1,42%, ringgit Malaysia menguat 1,24%, dan won Korea Selatan yang merangkak naik 1,19%.

Sementara sedikit berbeda dengan rupee India yang melemah tipis 0,05%.

Indeks dolar AS (DXY) yang cenderung terus-menerus menurun bahkan sempat menyentuh angka 102 pada perdagangan hari ini membuat mata uang dengan nominator USD cenderung turun atau dengan kata lain mata uang Asia kompak mengalami apresiasi.

Hal ini tak terlepas oleh data inflasi produsen dan konsumen AS yang mengalami pelandaian seiring berjalannya waktu.

Lebih lanjut, ekspektasi pelaku pasar pada The Fed untuk membabat suku bunganya semakin besar. Hal ini berdampak pada lemahnya DXY.

Presiden Federal Reserve Bank of San Francisco, Mary Daly, menekankan pada hari Minggu bahwa The Fed sebaiknya mengadopsi pendekatan bertahap dalam menurunkan biaya pinjaman, menurut Financial Times. Daly membantah kekhawatiran para ekonom bahwa ekonomi AS menghadapi perlambatan tajam yang memerlukan pemotongan suku bunga secara cepat.

Selain itu, Presiden Federal Reserve Bank of Chicago, Austan Goolsbee, memperingatkan bahwa pejabat bank sentral harus berhati-hati untuk tidak mempertahankan kebijakan yang terlalu ketat lebih lama dari yang diperlukan. Kendati belum pasti apakah The Fed akan memotong suku bunga bulan depan, tidak melakukannya dapat berdampak negatif pada pasar tenaga kerja, menurut CNBC International.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(rev/rev)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation