
Duh.. 4 Emiten Ini Bakal Jadi Korban Cukai Minuman Manis

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah menargetkan barang kena cukai baru yakni minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK). Sejumlah emiten diperkirakan akan terkena dampak dari penerapan cukai MBDK tersebut.
Usulan tersebut tertuang dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025 serta dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) APBN 2025.
Dalam RUU pasal 4 ayat 6 disebutkan "Pendapatan cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d dikenakan atas barang kena cukai meliputi:
a. hasil tembakau;
b. minuman yang mengandung etil alkohol;
c. etil alkohol atau etanol;
d. minuman berpemanis dalam kemasan
Munculnya barang kena cukia baru yakni minuman berpemanis dalam kemasan ini di laur dugaan mengingat pemerintah sebelumnya lebih gencar mawacanakan akan mengenakan cukai pada plastik. Ketentuan cukai plastik bahkan sudah dimuat dallam APBN 2024.
"Pemerintah juga berencana untuk mengenakan barang kena cukai baru berupa Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK) di tahun 2025. Pengenaan cukai terhadap MBDK tersebut dimaksudkan untuk mengendalikan konsumsi gula dan/ atau pemanis yang berlebihan, serta untuk mendorong industri untuk mereformulasi produk MBDK yang rendah gula," tulis RAPBN 2025.
Ide cukai MBDK sebenarnya sudah mencuat sejak tahun 2016. Cukai mengenai MBDK muncul lantaran efek minuman berpemanis ini terhadap kesehatan masyarakat. Selain itu ada potensi keuntungan dari penerapan cukai ke kantong negara.
Pada Februari 2020, Menteri Keuangan Sri Mulyani pernah menyampaikan kepada Komisi XI DPR RI bahwa potensi penerimaan dari cukai MBDK bisa mencapai Rp 6,25 triliun.
Saat itu, Sri Mulyani mengusulkan tarif cukainya untuk teh kemasan sebesar Rp 1.500 per liter. Data Kemenkeu merekam produksi teh kemasan mencapai 2.191 juta liter per tahun sehingga potensi penerimaannya sebesar Rp 2,7 triliun.
Sementara itu, minuman karbonasi sebesar Rp 2.500 per liter dan produksinya mencapai 747 liter per tahun, sehingga potensinya Rp 1,7 triliun.
Adanya cukai akan memberikan biaya tambahan dalam memproduksi minuman berpemanis. Bagi para produsen akan merespon antara lain menaikkan harga jual, mempertahankan harga jual tapi memperkecil atau mengurangi isi dalam kemasan, atau mengorbankan margin demi mempertahankan pasar.
Dalam penerapan di awal ada potensi penyesuaian di masyarakat sehingga akan menggerus pendapatan. Bagi perusahaan yang tulang punggung pendapatan ada di minuman berpemanis tentu akan terpukul.
Akan tetapi efeknya mungkin akan sementara karena minat masyarakat Indonesia untuk minuman manis yang tinggi.
Berdasarkan Statista, pendapatan rata-rata penjualan minuman ringan di Indonesia berada di tren yang meningkat dari tahun ke tahun dan akan terus naik hingga 2028. Adapun minuman ringan tersebut adalah minuman berkabonasi, non-arbonasi, dan minuman energi.
Tim CNBC Indonesia Research pun mencatat setidaknya ada empat emiten yang berpotensi menerima efek dari cukai MBDK.
PT Ultra Jaya Tbk - ULTJ
Produsen minuman berpemanis dalam kemasan ULTJ akan mendapatkan efek yang besar karena 94% kontribusi pendapatan berasal dari produk minuman.
Produk susu berkontribusi sebesar 74% dan produk teh serta minuman kesehatan berkontribusi sebesar 20% terhadap total penjualan per September 2023.
ULTJ sendiri adalah pemimpin pasr untuk produk susu dan teh RTD dalam kemasan karton. Masing-masing produk memiliki pangsa pasar 34% dan 61%.
PT Kino Indonesia Tbk. (KINO)
KINO menjadi emiten yang memiliki potensi kena dampak cukup besar karena segmen minuman memiliki 56% dari total penjualan perusahaan.
PT Indofood Sukses Makmur CBP Tbk - ICBP
Berdasarkan laporan keuangan pada kuartal III 2023, segmen yang terkait minuman berpemanis kemasan berkontribusi terhadap sekitar 15,64% dari seluruh totoal pendapatan.
Adapun segmen terkait adalah olahan susu dan minuman yang masing-masing berkontribusi 13,29% dan 2,35% dari total pendapatan.
Namun, jika produk olahan susu kemudian tidak masuk dlam golongan yang kena cukai dampaknya akan sangat terbatas.
PT Cimory Tbk. (CMRY)
Satu lagi emiten produsen susu yang berpotensi terkena dampak pengenaan cukai adalah CMRY.
CMRY memiliki segmen olahan susu yang berkontribusi sebesar 47,67% terhadap pendapatan perusahaan.
Besaran dampak kepada masing-masing emiten terhadap adanya cukai terhadap minuman berpemanis dalam kemasan tentu saja akan berbeda-beda tergantung dari strategi yang diterapkan.
Selain itu sampai saat ini masih belum final golongan produk minuman apa saja yang bisa berpotensi kena dampaknya. Seperti misalnya apakah produk susu yang berpemanis, namun di satu sisi adalah produk untuk kesehatan.
Banyak faktor yang bisa berpengaruh terhadap kinerja keuangan perusahaan selain dari sisi cukai, ada juga dari faktor harga bahan baku, inflasi, hingga daya beli masyarakat.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(ras/ras)