Sudah 79 Tahun, Kapan RI Bisa Merdeka dari Kemiskinan?

Tim Riset, CNBC Indonesia
18 August 2024 17:15
Penjual pernak-pernak Merah Putih jelang perayaan Hari Kemerdekaan ke-79 Republik Indonesia di kawasan Pasar Jatinegara, Jakarta, Selasa (6/8/2024). (CNBC Indonesia/Faisal Rahman)
Foto: Penjual pernak-pernak Merah Putih jelang perayaan Hari Kemerdekaan ke-79 Republik Indonesia di kawasan Pasar Jatinegara, Jakarta, Selasa (6/8/2024). (CNBC Indonesia/Faisal Rahman)

Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia sudah berusia 79 tahun setelah proklamasi kemerdekaan pada 17 Agustus 1945. Sepanjang usia tersebut, Tanah Air tercinta masih saja dirundung masalah kemiskinan. Pertanyaannya, kapan Indonesia bisa lepas dari jerat kemiskinan?

Masalah kemiskinan telah lama menjadi penyakit yang coba diselesaikan oleh pemerintah. Jika menilik jauh ke belakang, memang persentase angka kemiskinan Indonesia saat ini sudah jauh lebih baik. 

Saat era presiden Soeharto pada 1970 persentase penduduk miskin Indonesia mencapai 60%. Persentase tersebut setara dengan 70 juta jiwa, menurut data Badan Pusat Statistik (BPS). Sementara pada Maret 2024, persentase penduduk miskin di Indonesia sebesar 9,3% dengan jumlah penduduk miskin 25,22 juta jiwa.

Jika melihat jumlah orang miskin di Indonesia dan mengabaikan persentase terhadap jumlah penduduk, apa yang dicapai pemerintah saat ini bisa dikatakan kurang memuaskan. Sebab, era Soeharto pada 1996 jumlah penduduk miskin Indonesia hanya 22,5 juta jiwa, menurut data BPS.

Bahkan pengentasan kemiskinan di Indonesia rasa-rasanya mengalami perlambatan hingga stagnansi. Hal ini bisa dilihat dari laju penurunan jumlah penduduk miskin yang makin kecil.

Pada saat era Soeharto, sejak 1970 sampai sesaat sebelum lengser, jumlah penduduk miskin di Indonesia berhasil diturunkan dari 70 juta menjadi 22,5 juta jiwa pada 1996. Artinya sebanyak 47,5 juta jiwa orang Indonesia berhasil dibebaskan dari jerat kemiskinan dalam rentang 26 tahun.

Sementara 26 tahun paska reformasi, jumlah orang miskin hanya berjurang 24,3 juta jiwa. Tentu saja pencapaian tersebut sangatlah jomplang jika dibandingkan ekonomi Indonesia yang diukur dengan Produk Domestik Bruto (PDB).

Menurut buku Statistik Indonesia 1998 yang diterbitkan oleh BPS, tercatat PDB Indonesia berdasarkan harga konstan (1993) pada 1998 sebesar Rp434,09 triliun. Sementara pada triwulan pertama 2024, PDB mencapai Rp3.113 triliun. Pertumbuhan signifikan ekonomi Indonesia kenyataannya tidak dibarengi dengan laju pengentasan kemiskinan yang cepat.

Apalagi jika dibandingkan dengan tingkat kemiskinan negara-negara tetangga di kawasan Asia Tenggara., negara yang dianugerahi kekayaan alam yang melimpah masih harus tertinggal dengan  Vietnam dengan persentase kemiskinan 3,6% dari total penduduk dan Thailand 5,4%.

Minim Investasi Pendidikan Jadi Penyebab Kemiskinan 

Pendidikan menjadi salah satu faktor kunci dalam pengentasan kemiskinan. Penelitian oleh Asrol dan Ahmad, 2018, tentang Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemiskinan di Indonesia menunjukkan ada empat faktor yang memengaruhi kemiskinan di Indonesia. Keempat faktor itu adalah PDB, rata-rata lama pendidikan, angka harapan hidup, dan pengeluaran pemerintah untuk infrastruktur.

Penelitian tersebut juga mengatakan kebijakan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, pendidikan, dan kesehatan serta pengeluaran pemerintah untuk infrastruktur berdampak positif terhadap penurunan jumlah penduduk miskin, dan kombinasi dari kebijakan-kebijakan ini dapat mengurangi jumlah penduduk miskin di suatu negara.

Serupa, Teguh Darnanto, Ph.D  memandang pendidikan sebagai faktor terpenting yang dapat membuat seseorang keluar dari kemiskinan.

Sebab, pendidikan akan memberikan pengaruh dalam jangka panjang dalam memperbaiki kehidupan ekonomi keluarga.

Investasi pendidikan yang besar dijalankan oleh Korea Selatan, di mana negara Ginseng itu ekonominya setara atau di bawah dari Indonesia di tahun 1950-1980. 

Menurut data Bank Dunia, nilai pengeluaran pemerintah untuk pendidikan pernah mencapai 6,3% dibandingkan dengan PDB pada 1982. Sementara Indonesia pada 1989 hanya sebesar 0,9% dari PDB. Menariknya saat itu PDB Korea Selatan tercatat US$78,36 miliar dan Indonesia US$90,16 miliar.

Nilai Investasi Pendidikan per PDB Indonesia Vs Korea SelatanFoto: Bank Dunia
Nilai Investasi Pendidikan per PDB Indonesia Vs Korea Selatan

Masuk pertengahan tahun 1980-an ekonomi Korea Selatan pun semakin melesat meninggalkan Indonesia. Berdasarkan data Bank Indonesia PDB Korea Selatan tercatat senilai US$1,71 triliun pada 2023 dan menjadi salah satu negara maju dengan berbagai industri dan perusahaan yang mendunia.

Sementara Indonesia saat ini hanya sebagai pasar dari produk-produk Korea Selatan seperti mobil, barang elektronik, dan hiburan.

Pendampingan & Pembiyaan UltraMikro

Pendidikan memegang peranan penting bagi pengentasan kemiskinan. Pendidikan tidak harus formal, namun juga non formal seperti pelatihan, misalnya pengelolaan modal atau keuangan.

Bantuan Langsung Tunai (BLT) bukanlah menjadi solusi utama dalam mengurangi kemiskinan di Indonesia. Sebab sifatnya yang konsumtif. Jika ingin mengurangi kemiskinan, perlu adanya kebijakan yang produktif untuk masyarakat miskin. Misalnya saja pendampingan dan pembiayaan UMKM ultra mikro. 

Pendampingan diperlukan agar modal yang disalurkan tidak habis untuk kegiatan konsumtif, melainkan sebagai modal usaha yang produktif. Pendampingan tersebut adalah salah satu upaya peningkatan pendidikan atau literasi soal keuangan.

Pendidikan tersebut bisa berkesinambungan sesuai dengan perkembangan. Misalnya saja ke arah teknologi. 

Adanya teknologi dapat memangkas jarak antara penjual dan pembeli. Hanya saja bagi pengusaha ultramikro atau di desa, pengetahuan soal pemanfaatan ekonomi teknologi sangat minim. Sehingga perlu adanya sosialisasi dan pendampingan lebih lanjut.

Berdasarkan data BPS, jumlah wirausaha pemula Indonesia per Februari 2024, terdapat sebanyak 51,55 juta. Adapun sebanyak 29,11 juta wirausaha pemula tersebut berusaha sendiri, sedangkan 22,44 juta sisanya berusaha dengan dibantu oleh buruh tak tetap/tak dibayar.

Sementara itu, terdapat sekitar 5,01 juta wirausaha mapan per Februari 2024, meningkat dibandingkan Februari 2023 sebesar 2,04%.

Wirausaha dapat menjadi salah satu solusi meningkatkan pendapatan per kapita penduduk dengan memanfaatkan keunggulan daerah sekitar. Setidaknya lebih rasional dibandingkan mimpi jadi pekerja di kota besar yang peluangnya sangat terbatas. Apalagi perputaran ekonomi Indonesia yang masih banyak di pulau Jawa.

CNBC INDONESIA RESEARCH

(ras/ras)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation