Sentimen Pekan Depan

Waspada! Banyak Kabar Genting, Begini Sentimen Pekan Depan

Tasya Natalia, CNBC Indonesia
04 August 2024 15:30
Ilustrasi bearish market vs bullish market
Foto: Pixabay/gerd Altmann

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan RI pekan depan bakal diwarnai banyak sentimen baik dari luar negeri maupun domestik.

Meski begitu, pelaku pasar masih patut mengantisipasi pergerakan pasar yang potensi lebih volatil lantaran bursa saham dunia banyak berguguran di tengah ancaman resesi AS, terutama setelah rilis data pasar tenaga kerja di negeri Paman Sam yang melambat tajam.

Pasar Tenaga Kerja AS Melambat, Ancaman Resesi Meningkat

Pada pekan ini, dari AS telah rilis banyak data mulai dari pengumuman suku bunga, pasar tenaga kerja yang meliputi klaim pengangguran, Non Farm Payrolls (NFP) atau data pekerjaan tercatat di luar pertanian, sampai tingkat pengangguran.

Sebagaimana diketahui, pada pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) The Fed Juli 2024, bank sentral AS ini telah memutuskan untuk kembali menahan suku bunganya di level 5,25-5,50%.

Berbeda dengan rapat FOMC sebelumnya, The Fed pada rapat kali ini juga dinilai lebih jelas soal pemangkasan suku bunga mulai September mendatang. Dalam pernyataannya, The Fed menjelaskan jika inflasi kini sudah mengarah kepada target sasaran mereka di kisaran 2%.

Namun, pasar kembali mendapat ketidakpastian sehari setelah pengumuman suku bunga. Data pasar tenaga kerja mengalami perlambatan tajam. Dimulai dari klaim pengangguran naik signifikan ke 249.000, melampaui ekspektasi yang proyeksi hanya naik 1000 ke 236.000 klaim.

Sehari kemudian, kondisi pasar tenaga kerja yang melambat semakin dikonfirmasi dengan data pekerjaan tercatat di luar pertanian turun tajam ke 114.000, jauh dari estimasi pasar yang proyeksi turun dari 179.000 ke 175.000 pekerjaan. Tingkat pengangguran AS pada Juli 2024 juga mengikuti dengan adanya kenaikan ke 4,3% dari sebelumnya 4,1%.

Kondisi perlambatan tenaga kerja terjadi di tengah data manufaktur yang lemah. PMI Manufaktur AS menurut data ISM, selama empat bulan terakhir terus turun dan berada di zona kontraksi.

Hal ini membawa kesimpulan pelaku pasar bahwa ancaman resesi meningkat di AS, yang kemudian memicu kekhawatiran akan terjadinya hard landing karena the Fed dinilai lambat melakukan quantitative easing seperti yang terjadi saat pandemi Covid-19 lalu.

Bursa Saham Dunia Berguguran, Indeks VIX Naik Signifikan

Sepanjang pekan ini, pergerakan pasar keuangan dunia banyak yang berguguran. Ketidakpastian pasar meningkat, tercermin dari indeks VIX, barometer untuk ukuran volatilitas pasar yang diharapkan, sering juga disebut sebagai i "indeks ketakutan".

Semakin tinggi nilai indeks VIX, maka ketidakpastian di pasar semakin meningkat. Melansir data dari google finance, per Jumat (2/8/2024), VIX index berada di angka 23,39, dalam sepekan naik 39%.

Kenaikan signifikan hanya dalam lima hari ini sejalan dengan gerak bursa saham dunia yang terkapar di zona merah.
Bursa AS Wall Street ambruk berjamaah pada perdagangan terakhir pekan ini, Jumat (2/8/2024). Indeks Dow Jones ambruk 1,51% sementara indeks Nasdaq jeblok 2,43% dan indeks S&P 500 jatuh 1,51%.

Bursa Eropa juga kebakaran. Indeks FTSE yang ada di London, Inggris melemah 1,31%, Indeks DAX jerman ambles 2,33% dan indeks CAC Prancis nyungsep 1,61%.
Bursa Asia juga menjadi lautan merah. Indeks Nikkei Jepang menjadi yang terparah dengan anjlok 5,81%.

Indeks KOSPI korea juga ambles 3,65% sementara Indeks Taiwan ambruk 4,43%. Indeks Hang Seng China anjlok 2,08%, indeks Strait Times Singapura jatuh 1,12%, dan Indeks Harga saham Gabungan (IHSG) melanda 0,24%.

Perlu diantisipasi, ambruknya bursa saham dunia potensi menular ke IHSG pada perdagangan pasar pekan depan.

Pertumbuhan Ekonomi RI Potensi Melambat?

Beralih ke domestik, banyak sentimen juga yang akan rilis, pada Senin (5/8/2024). Badan Pusat Statistik (BPS) akan melaporkan data pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II-2024.

Pertumbuhan ekonomi RI diperkirakan melandai ke bawah 5% (year on year/yoy). Pelemahan pertumbuhan terutama dipicu oleh melandainya konsumsi masyarakat.

Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia dari 14 institusi memperkirakan pertumbuhan ekonomi pada kuartal Ii-2024 mencapai 4,98% (yoy) dan 3,73% dibandingkan kuartal sebelumnya (quarter to quarter/qtq).

Sebagai catatan, ekonomi Indonesia tumbuh 5,11 (yoy) pada kuartal I-2024 dan terkontraksi 0,83% (qtq).

Pertumbuhan ekonomi kuartal II-2024 yang diproyeksi lebih rendah dibandingkan kuartal I-2024 bisa menambah rentetan kabar buruk bagi Indonesia dan pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di awal Agustus.

Sebelumnya, Indonesia juga sudah mendapat dua kabar buruk yakni terjadinya deflasi selama tiga bulan beruntun serta terkontraksinya PMI Manufaktur pada Juli 2024.

Konsensus CNBC Indonesia sejalan dengan perkiraan pemerintah. Menteri Keuangan Sri Mulyani memproyeksi ekonomi Indonesia masih bisa tembus 5% pada kuartal II-2024.
"Pertumbuhan ekonomi kuartal II 2024 kami perkirakan antara April-Juni yang sudah selesai akan tumbuh di 5,0 persen atau sedikit di atas 5 persen yoy," ujarnya dalam Konferensi Pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), Jumat (2/8).

Bila merujuk konsensus proyeksi yang ada di angka 4,98%, maka pertumbuhan kuartal II akan menjadi yang terendah sejak kuartal III-2023 atau dalam tiga kuartal terakhir. Pertumbuhan di angka 4,98% juga akan di bawah historisnya yakni 5% lebih. Dalam rentang waktu kuartal I-2022-kuartal I 2024, ekonomi Indonesia selalu tumbuh di atas 5%. Pengecualian terjadi pada kuartal III-2023.

CNBC INDONESIA RESEARCH

(tsn/tsn)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation