Ini Alasan Indofood- BCA Mesti Berterima kasih ke The Fed!

Tasya Natalia, CNBC Indonesia
01 August 2024 15:15
Federal Reserve Chair Jerome Powell removes his glasses as he listens to a question during a news conference after the Federal Open Market Committee meeting, Wednesday, Dec. 11, 2019, in Washington. The Federal Reserve is leaving its benchmark interest rate alone and signaling that it expects to keep low rates unchanged through next year. (AP Photo/Jacquelyn Martin)
Foto: Gubernur bank sentral Amerika Serikat (AS) Federal Reserve, Jerome Powell (AP Photo/Jacquelyn Martin)

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank sentral Amerika Serikat (AS), The Federal Reserve (The Fed) mulai memberikan nada dovish terkait kebijakan moneter-nya. Hal ini potensi memberikan keuntungan bagi sejumlah saham lantaran akan dapat kelonggaran likuiditas.

Pada Rabu waktu AS atau Kamis dini hari waktu Indonesia (1/8/2024), hasil rapat Federal Open Market Committee (FOMC) mengumumkan kembali menahan suku bunga selama delapan bulan beruntun.

The Fed mengerek suku bunga sebesar 525 bps sejak Maret 2022 hingga Juli 2023. Mereka kemudian menahan suku bunga di level 5,25-5,50% pada September, November, Desember 2023, Januari 2024, Maret 2024, Mei 2024, Juni 2024, dan Agustus 2024.

Berbeda dengan rapat FOMC sebelumnya, The Fed pada rapat bulan ini lebih memberi sinyal jelas soal pemangkasan suku bunga mulai September mendatang. Dalam pernyataannya, The Fed menjelaskan jika inflasi kini sudah mengarah kepada target sasaran mereka di kisaran 2%.

"Dalam beberapa bulan terakhir ada kemajuan lebih lanjut menuju target inflasi 2%. Jika syarat tersebut terpenuhi, kebijakan pemangkasan suku bunga bisa menjadi opsi pada pertemuan berikutnya di September," kata Chairman The Fed, Jerome Powell dalam konferensi pers usai rapat FOMC, dikutip dari CNBC International.

Secara keseluruhan, hasil rapat the Fed kali ini meskipun suku bunga masih ditahan, nada dovish sudah mulai lebih jelas diutarakan. Ketika the Fed semakin dekat dengan pemangkasan suku bunga, pelonggaran kebijakan ini akan memberikan likuiditas ke pasar.

Indeks dolar (DXY) kemudian akan melandai yang membuat mata uang Emerging Market, termasuk rupiah bisa kembali menguat.

Bagi Indonesia, ketika rupiah menguat aliran dana asing artinya kembali masuk ke RI. Bagi perusahaan yang melakukan impor, ketika rupiah menguat, beban perusahaan untuk ongkos impor bisa berkurang.

Beban yang berkurang tentu akan membuat kompensasi terhadap pendapatan menjadi lebih ringan, yang hasilnya bisa mendongkrak laba menguat.

Selain itu, jika ada perusahaan yang memiliki utang dalam bentuk dolar AS, ketika rupiah menguat, beban bayar bunga utang akan berkurang karena mendapatkan selisih keuntungan dari kurs.
Pemangkasan suku bunga The Fed juga akan memberi ruang Bank Indonesia untuk memangkas suku bunga rate nya (BI rate). Kondisi ini diharapkan bisa menurunkan suku bunga pinjaman dalam negeri. Bunga pinjaman yang melandai tidak hanya akan mengurangi beban bunga pinjaman tetapi bisa menggiatkan kembali sektor kredit dan meningkatkan permintaan.

Berikut beberapa emiten yang potensi diuntungkan dari prospek pemangkasan suku bunga the Fed :

1. PT Indofood CBP (ICBP)

PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP) menjadi salah satu emiten yang diuntungkan ketika suku bunga the Fed nantinya akan dipangkas.

Melansir dari laporan keuangan hingga akhir 2023, ICBP memiliki utang obligasi jangka panjang dalam denominasi dolar AS mencapai Rp42,12 triliun. Nilai ini mewakili 73,69% dari total liabilitas perusahaan sebesar Rp57,16 triliun.

Selama ini, ICBP telah menderita kerugian kurs akibat rupiah yang melemah. Ketika nanti rupiah bisa menguat lagi terdongkrak dana asing yang kembali masuk RI berkat pemangkasan suku bunga the Fed, maka beban untuk bayar bunga utang ini akan jauh lebih berkurang.

2. PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF)

Selanjutnya ada induk usaha ICBP yakni PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF) yang ikut terdongkrak dapat untung.

Pasalnya, sebagai induk usaha INDF juga ikut menanggung beban ICBP yang berupa utang dalam denominasi dolar AS. Kontribusi ICBP bagi INDF pun sangat besar ke pendapatan mencapai lebih dari 70%.

Akibat ICBP menelan pil pahit pada akhir tahun lalu, INDF juga kena imbasnya dengan laba bersih pada kuartal IV/2023 hanya Rp1,06 triliun, anjlok 38% dalam basis tahunan.

Serupa dengan ICBP, jika nanti pemangkasan suku bunga terjadi, maka pendapatan akan lebih ringan untuk mengompensasi pendapatan, sehingga laba bersih akan kembali tumbuh lebih optimal.

3. PT Modernland Realty Tbk (MDLN)

Selanjutnya ada emiten properti PT Modernland Realty Tbk (MDLN) yang potensi mendapatkan keringan beban bayar bunga utang dalam denominasi dolar AS>

Hingga akhir 2023, MDLN mencatat beban yang masih harus dibayar dalam dolar AS mencapai sekitar Rp30 miliar. Utang perusahaan dalam dolar AS juga cukup besar mencapai US$ 375,50 juta atau setara Rp5,78 triliun (Asumsi kurs Rp15.416/US$)

4. PT Alam Sutera Realty Tbk (ASRI)

Masih dari sektor properti, ada emiten PT Alam Sutera Realty Tbk (ASRI) yang memiliki utang obligasi dalam dolar AS sebanyak Rp3,49 triliun. Nilai ini mewakili lebih dari 30% dari total liabilitas sebesar Rp10,96 triliun pada akhir 2023.

5. PT Aspirasi Hidup Indonesia Tbk  (ACES)

Ada emiten retail PT Aspirasi Hidup Indonesia Tbk (ACES) yang akan mendapatkan keringan beban dari ongkos impor.

ACES merupakan perusahaan dengan penjualan utama di barang-barang kebutuhan rumah tangga dan gaya hidup. Untuk memasok persediaan barang tersebut, biasanya ACES melakukan impor.

Menurut laporan keuangan hingga akhir tahun lalu, ACES mencatatkan beban pokok penjualan Rp3,91 triliun. Dari nilai tersebut, persentase pembelian impor mencapai 81,21%.

6. Emiten di Sektor Farmasi

Selanjutnya ada sektor farmasi lantaran dominasi impor bahan baku masih mencapai 90%. Pada 2023, nilai ekspor produk industri farmasi, produk obat kimia, dan obat tradisional Indonesia meningkat 8,78% dibandingkan 2022.

Beberapa emiten farmasi diantaranya seperti PT Kalbe Farma Tbk (KLBF), PT Pyridam Farma Tbk (PYFA), PT Kimia Farma TBk (KAEF), PT Indofarma Tbk (INAF), dan lain-lain.

7. Emiten di Sektor Perbankan

Sektor perbankan, terutama di kategori KBMI I dan II potensi akan mendapatkan gairah lagi dari prospek pemangkasan suku bunga the Fed.

Pasalnya, pemangkasan suku bunga The Fed akan memberi ruang Bank Indonesia (BI) untuk memangkas suku bunga rate nya (BI rate). Kondisi ini diharapkan bisa menurunkan suku bunga pinjaman dalam negeri.

Bunga pinjaman yang melandai tidak hanya akan mengurangi beban bunga pinjaman tetapi bisa menggiatkan kembali sektor kredit dan meningkatkan permintaan. Di antara saham bank yang bisa diuntungkah oleh keputusan The Fed adalah PT Bank Central Asia (BBCA), PT Bank Rakyat Indonesia (BBRI), PT Bank Mandiri (BMRI), dan PT Bank Negara Indonesia (BBNI).

8. Emiten di Sektor Teknologi

Terakhir, emiten di sektor teknologi juga potensi mendapatkan keuntungan lantaran inflow akan berbalik kembali ke Tanah Air, sehingga likuiditas akan mengalir kembali ke investasi yang bisa digenjot untuk ekspansi bisnis.

Beban utang perusahaan di sektor teknologi juga potensi bisa berkurang yang bisa mendorong percepatan mencapai profitabilitas positif.

CNBC INDONESIA RESEARCH

Sanggahan : Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investor terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.

(tsn/tsn)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation