Tambahan Derita Kelas Menengah: Punya Mobil & Motor Wajib Asuransi

Chandra Dwi, CNBC Indonesia
18 July 2024 14:05
Infografis: Mau Ubah Motor Kamu Jadi Motor Listrik? Cek Segini Biayanya
Foto: Infografis/Mau Ubah Motor Kamu Jadi Motor Listrik? Cek Segini Biayanya/Arie Pratama

Jakarta, CNBC Indonesia - Nasib pekerja kelas menengah bisa kembali merana karena bertambahnya potongan gaji. Setelah munculnya potongan gaji untuk iuran Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) mereda, kini pekerja kelas menengah harus menelan pil pahit kembali yakni adanya rencana asuransi wajib kendaraan bermotor.

Pemerintah berencana untuk mewajibkan asuransi wajib bagi kendaraan bermotor. Nantinya seluruh mobil dan motor wajib ikut asuransi third party liability (TPL).

Saat ini, pemerintah sedang menggodok aturan terkait kewajiban asuransi kendaraan motor tersebut. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sedang menyusun aturan yang mewajibkan seluruh kendaraan di Indonesia memiliki asuransi TPL mulai Januari 2025.

TPL merupakan produk asuransi yang memberikan ganti rugi terhadap pihak ketiga yang secara langsung disebabkan oleh kendaraan bermotor yang dipertanggungkan, sebagai akibat risiko yang dijamin di dalam polis.

Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK Ogi Prastomiyono mengatakan bahwa saat ini asuransi kendaraan bersifat sukarela. Akan tetapi Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK) mengatur bahwa asuransi kendaraan dapat menjadi wajib bagi seluruh pemilik mobil dan motor.

Saat ini pemerintah tengah menyiapkan aturan turunan dari UU PPSK tersebut. "Dan diharapkan peraturan pemerintah terkait asuransi wajib itu sesuai dengan UU paling lambat 2 tahun sejak PPSK, artinya Januari 2025 setiap kendaraan ada TPL," kata Ogi dalam Insurance Forum 2024, Selasa (16/7/2024).

Praktik seperti ini, kata Ogi, telah berlaku di berbagai negara lain. "Kalau kita lihat negara dunia termasuk Asean, semuanya sudah terapkan asuransi wajib kendaraan," tambah Ogi.

Ogi melanjutkan bahwa asuransi wajib bagi kendaraan bermotor bersifat gotong royong. Dengan demikian saat terjadi kecelakaan lalu lintas yang melibatkan banyak pihak, kerugian dapat ditekan.

Akan tetapi satu pekerjaan rumahnya adalah mekanisme penerapan asuransi wajib bagi kendaraan bermotor tersebut. Pasalnya dibutuhkan satu platform yang dapat digunakan untuk mengetahui asuransi yang digunakan setiap kendaraan bermotor.

Tapera Juga Menghantui Hidup Masyarakat Kelas Menengah

Selain asuransi kendaraan bermotor yang menjadi 'beban' bagi masyarakat kelas menengah, sebelumnya juga ada Tapera.

Kontroversi kebijakan Tapera menggambarkan fenomena gunung es tentang pengabaian kelas menengah dalam kebijakan publik. Skema Tapera mengharuskan adanya kontribusi dari kelas pekerja melalui potongan penghasilan sebesar 2,5% dan dari pemberi kerja sebesar 0,5%.

Meski demikian, penerima manfaat pembiayaan perumahan dari Tapera adalah masyarakat yang tergolong pada masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).

Sementara mereka yang tidak tergolong MBR menjadi 'penabung mulia' yang akan mendapatkan pemupukan hasil simpanan sampai pensiun atau terkena pemutusan hubungan kerja (PHK).

Skema ini disebut sebagai upaya gotong royong antarkelas ekonomi untuk menjawab permasalahan ketersediaan perumahan.

Dalam konteks Tapera, kelas non-MBR membantu kelas MBR untuk mendapatkan perumahan layak huni, terlepas dari kondisi kontekstual yang dimiliki masing-masing kelas non-MBR, apakah sudah memiliki rumah atau belum.

Skema ini justru menjadi beban tambahan bagi kelas non-MBR, khususnya kelas menengah yang selama ini terabaikan dalam berbagai skema kebijakan publik. Dengan adanya Tapera, lagi-lagi kaum kelas menengah hanya bisa gigit jari karena ketika gaji mereka dipotong untuk keperluan Tapera, tetapi belum tentu mereka dapat merasakannya.

Berbeda dengan setoran Tapera dan asuransi yang mash belum jelas maka iuran BPJS sudah lama diberlakukan. Iuran tersebut juga menjadi pengurang pendapatan masyarakat Indonesia.

Pungutan Tapera akan menambah sederet pungutan yang sudah ada mulai dari BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan.

BPJS Ketenagakerjaan

BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) Ketenagakerjaan adalah program yang memberikan perlindungan sosial kepada pekerja melalui jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun, dan jaminan kematian.
Program ini bertujuan untuk memastikan pekerja mendapatkan perlindungan yang memadai saat terjadi risiko di tempat kerja dan setelah masa kerja berakhir.

 Besar iuran untuk program Jaminan Hari Tua (JHT) adalah 5,7% dari total gaji bulanan Anda, dengan pembagian 3,7% dari dana perusahaan dan 2%

BPJS Kesehatan

BPJS Kesehatan adalah program jaminan kesehatan nasional yang memberikan akses layanan kesehatan yang komprehensif kepada seluruh penduduk Indonesia. Melalui program ini, peserta dapat memperoleh layanan medis, mulai dari pelayanan dasar hingga pelayanan spesialistik di rumah sakit. Tujuan utama BPJS Kesehatan adalah meningkatkan akses dan kualitas layanan kesehatan bagi seluruh lapisan masyarakat.

Nasib Pekerja Kelas Menengah RI, Serba Terhimpit, Banyak Potongan Gaji, Bantuan Minim

Menyandang status yang 'tanggung' alias tidak miskin tetapi sulit kaya, warga kelas menengah di Indonesia selama ini masih kurang diperhatikan pemerintah dalam berbagai instrumen kebijakan.

Kurangnya perhatian terhadap kelas menengah ini bisa menjadi ancaman untuk mimpi Indonesia Emas pada tahun 2045.

Masyarakat kelas menengah selama ini kerap diandalkan sebagai penggerak ekonomi nasional. Meski demikian, kelompok ini masih hidup pas-pasan dari hari ke hari.

Mereka juga minim mendapatkan bantuan, tetapi juga pengeluaran semakin membengkak karena banyaknya aturan baru terkait pemotongan gaji untuk keperluan iuran yang akan berlaku beberapa tahun kemudian seperti Tapera, bahkan asuransi kendaraan bermotor.

Apalagi saat ini, kelas menengah di Indonesia tengah mengalami tekanan daya beli. Mereka berhadapan dengan gaji yang stagnan, namun harga-harga melambung tinggi, ditambah rencana banyaknya potongan gaji akibat iuran-iuran baru. Akibatnya, mereka memilih menahan untuk jajan.

"Penurunan daya beli memang sangat nyata di 2024, salah satunya terlihat dari penerimaan pajak yang menurun cukup besar," kata Ekonom INDEF Abdul Manap dikutip Jumat, (12/7/2024).

Abdul Manap mengatakan penurunan daya beli ini disebabkan oleh banyaknya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di sejumlah sektor industri. Kondisi tersebut diperparah dengan naiknya harga-harga makanan pokok, sementara gaji para pegawai di Indonesia relatif stagnan.

"Memang inflasi bahan makanan kita sangat tinggi... orang lebih mengutamakan yang namanya kebutuhan pangan, dibandingkan kebutuhan lainnya," kata dia.

Inflasi bahan makanan bergejolak di Indonesia sudah terjadi sejak Januari 2024 dan mencapai level tertingginya pada Maret sebesar 10,33%. Berdasarkan data Mei ini saja, level inflasi bahan makanan bergejolak masih sebesar 8,14% atau jauh di atas rata-rata kenaikan gaji pegawai swasta di Indonesia, yaitu 4,9% pada 2020-2024.

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) juga mencatat 40 juta pekerja di Indonesia masih memiliki gaji di bawah Rp 5 juta. Angka tersebut jauh di bawah target pendapatan per kapita 2024, yaitu sebanyak RP 7,45 juta per bulan.

Kondisi pendapatan yang stagnan mungkin bisa dibilang lebih baik, ketimbang melihat kondisi PHK di Indonesia. Sebab, Kementerian Ketenagakerjaan mencatat pada periode Januari-Mei 2024, jumlah pekerja terkena PHK mencapai 27.222 orang, meningkat 48,48% dari periode Januari-Mei 2023 sebanyak 18.333 orang

Dengan berbagai kondisi itu, maka tak heran apabila aktivitas ekonomi domestik mengalami perlambatan selama semester I 2024. Perlambatan ekonomi itu berdampak pada realisasi penerimaan negara pada paruh pertama 2024 yang merosot cukup tajam.

Selama semester I, pemerintah mencatat realisasi penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Dalam Negeri (DN) terkontraksi sebesar 11% dibanding periode yang sama tahun lalu. Sejalan dengan kondisi tersebut, pajak sektor industri perdagangan yang memiliki porsi 24,79% dari total penerimaan pajak, hanya mencatatkan pendapatan sebesar Rp 211,09 triliun atau turun 0,8% dari tahun lalu.

Di saat yang bersamaan, Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) turun selama tiga bulan beruntun, meski masih pada level optimistis atau di atas 100. IKK yang dirilis Bank Indonesia terakhir pada Juni 2024 berada pada level 123,3 atau jauh lebih rendah dari posisi Mei 2024 yang sebesar 125,2, bahkan anjlok dibanding posisi per April 2024 sebesar 127,7.

Lemahnya keyakinan konsumen mengenai kondisi perekonomian saat ini sudah berdampak pada sektor perdagangan, salah satunya kendaraan.Sekretaris Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Kukuh Kumara menuturkan para pengusaha mobil bahkan akan merevisi target penjualan mobil 2024 sebanyak 1,1 juta unit. Hal itu disebabkan karena sejumlah faktor penekan pasar, salah satunya gaji masyarakat yang tak mampu menjangkau harga mobil.

"Salah satu faktor pemicu stagnasi pasar mobil adalah harga mobil baru tidak terjangkau oleh pendapatan per kapita masyarakat. Gap antara pendapatan rumah tangga dan harga mobil baru makin lebar," katanya dalam diskusi Forum Wartawan Industri.

Dia meyakini penjualan mobil sangat bergantung pada pendapatan masyarakat. Menurut dia, pendapatan per kapita di Indonesia harus naik minimal 5% per tahun untuk mendorong kelompok kelas menengah hingga mampu membeli mobil.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(chd/chd)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation