
Ada Kabar Genting dari China, Harga Batu Bara Melemah

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga batu bara global melemah pada perdagangan hari ini (18/7/2024) karena investor khawatir perlambatan ekonomi China hambat permintaan.
Pada perdagangan Kamis (18/7/2024) harga batu bara dunia tercatat US$137,9 per ton, turun 0,35% dibandingkan posisi sebelumnya. Pelemahan terjadi setelah pada dua perdagangan wal pekan ini menguat hingga 3%.
Perekonomian China tumbuh jauh lebih lambat dari perkiraan pada kuartal kedua, terhambat oleh penurunan properti yang berkepanjangan dan ketidakamanan lapangan kerja.
Data resmi menunjukkan ekonomi terbesar kedua di dunia ini tumbuh 4,7% pada April-Juni, pertumbuhan paling lambat sejak kuartal pertama tahun 2023 dan meleset dari perkiraan 5,1% dalam jajak pendapat Reuters. Pertumbuhan ini juga melambat dari ekspansi kuartal sebelumnya sebesar 5,3%.
Harga batu bara dunia tidak jatuh lebih dalam karena ditopang oleh keyakinan pasar soal pemangkasan suku bunga segera terjadi. Isyarat dari para Pejabat The Fed yang diartikan pasar suku bunga tinggi akan segera berakhir.
Pejabat tinggi Federal Reserve mengatakan pada hari Rabu bahwa bank sentral AS "lebih dekat" untuk memangkas suku bunga mengingat lintasan inflasi yang membaik dan pasar tenaga kerja dalam keseimbangan yang lebih baik, pernyataan yang membuka jalan bagi yang pertama pengurangan biaya pinjaman pada bulan September.
Gubernur Fed Christopher Waller dan Presiden Fed New York John Williams sama-sama mencatat semakin pendeknya cakrawala menuju kebijakan moneter yang lebih longgar.
Waller menyoroti hal ini dalam pidatonya di Kansas City Fed dan Williams menegaskannya dalam wawancara.
Secara terpisah, Presiden Fed Richmond Thomas Barkin merasa "sangat gembira" bahwa penurunan inflasi mulai meluas. "Saya ingin melihat hal ini berlanjut," katanya kepada kelompok bisnis di Maryland.
Pernyataan tersebut adalah komentar terbaru dari para pejabat tinggi bank sentral AS pada minggu ini - termasuk Ketua Fed Jerome Powell - yang mencatat peningkatan keyakinan mereka bahwa tren disinflasi yang dimulai tahun lalu terus berlanjut, meskipun ada lonjakan inflasi yang berumur pendek sebelumnya pada tahun ini.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(ras/ras)