Sri Mulyani Ramal Dolar di Rp16.000, Ekonom Pede Bisa ke Rp15.000an

Revo M, CNBC Indonesia
11 July 2024 14:25
Konferensi pers terkait Kondisi Fundamental Ekonomi Terkini dan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025 di Jakarta, Senin (24/6/2024). (CNBC Indonesia/Faisal Rahman)
Foto: Konferensi pers terkait Kondisi Fundamental Ekonomi Terkini dan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025 di Jakarta, Senin (24/6/2024). (CNBC Indonesia/Faisal Rahman))

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memproyeksikan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) akan bergerak di level Rp16.000-Rp16.200 pada semester II-2024. Proyeksi nilai rupiah tersebut jauh melemah di bawah asumsi yang ditetapkan dalam APBN 2024 sebesar Rp 15.000.

Dalam hitungan Kementerian Keuangan, rata-rata nilai tukar rupiah ada di angka Rp 15.901 pada semester I-2024, Nilai tukar rupiah akan bergerak di Rp 16.600-16.200 pada semester II-2024 sehingga outlook rata-rata nilai tukar rupiah ada di angka Rp 15.900-16.100/US$1. 

Dilansir dari Refinitiv, pergerakan rupiah terhadap dolar AS sejak 3 Juli hingga 10 Juli 2024 selalu mengalami penguatan. Per 10 Juli 2024, rupiah berada di angka Rp16.235/US$ atau terendah sejak 7 Juni 2024 (satu bulan terakhir).

Kendati demikian, angka ini lebih tinggi dibandingkan akhir tahun lalu yang berada di level Rp16.395/US$.

Secara historis, rupiah dalam sepuluh tahun terakhir hampir selalu mengalami depresiasi secara tahunan. Rupiah hanya menguat pada 2016, 2019, dan 2023. Sementara sisanya, rupiah selalu tak berkuasa di hadapan Greenback.

Per 10 Juli 2024, rupiah telah terdepresiasi sebesar 5,46%. Namun Sri Mulyani meyakini rupiah dapat bergerak lebih kuat di semester II-2024.

Jika rupiah berada di level Rp16.200, maka rupiah terdepresiasi sebesar 5,23% dan jika rupiah berada di posisi Rp16.000, maka rupiah hanya melemah 3,93%.

Menurut Sri Mulyani, pergerakan nilai tukar rupiah ini akan bergantung pada kebijakan Fed Fund Rate (FFR).

Jika bank sentral AS (The Fed) semakin dovish, maka indeks dolar AS (DXY) akan turun dan tekanan terhadap rupiah akan berkurang yang berujung pada apresiasi rupiah.

Pemangkasan suku bunga The Fed menjadi hal yang ditunggu pelaku pasar di tahun ini.

Mengacu pada dot plot matrix pada Juni 2024, The Fed meyakini masih ada kemungkinan untuk terjadinya pemangkasan suku bunganya setidaknya satu kali. Bahkan sebagian pejabat The Fed lainnya berekspektasi terjadi pemangkasan suku bunga sebanyak dua kali dengan total 50 basis poin (bps) menjadi 4,75-5,00%.

The FedFoto: Dot Plot Juni 2024
Sumber: The Fed

Sementara berdasarkan survei CME FedWatch Tool menunjukkan bahwa pasar menilai pemangkasan suku bunga The Fed terjadi pada September dan Desember 2024.

Sebesar 84,6% pelaku pasar memproyeksikan first cut rate pada September 2024 sebesar 25 bps setelah ditahannya suku bunga sejak pertengahan tahun lalu.

CMEFoto: Meeting Probabilities
Sumber: CME FedWatch Tool

Berapa Nilai Tukar Menurut Analis?

Proyeksi nilai tukar yang diungkapkan Sri Mulyani pada semester II- 2024 yang ada di angka Rp 16.00-16.200 ataupun hingga akhir tahun lebih pesimis dengan proyeksi sejumlah analis.

Ekonom Bank Danamon Hosianna Situmorang mengatakan rupiah kemungkinan akan ada di bawah Rp 16.000 pada akhir tahun ini.
"Rupiah untuk semester I-2024 ada di Rp 16.220 dan pada akhir 2024 di Rp 15.880," tutur Hosianna, kepada CNBC Indonesia.

Ekonom UOB Enrico Tanuwidjaja mengatakan pergerakan rupiah akan sangat tergantung pada kebijakan suku bunga The Fed.

Menurutnya, rupiah saat ini masih bergerak di level rendahnya pada saat pandemi yakni Rp 16.625. Inflow pada pasar keuangan Indonesia membantu menjaga nilai tukar rupiah kembali ke kisaran Rp 16.000.

"Dalam hitungan kamu, pemangkasan suku bunga pada September seharusnya menjadi sinyal untuk membalikkan arah yang sangat dinanti-nanti dalam nilai tukar rupiah), sementara penundaan lebih lanjut dalam pemangkasan suku bunga Fed mungkin saja membuat rupiah melewati level terendahnya selama pandemi," tutur Enrico, kepada CNBC Indonesia.
Hitungan UOB menunjukkan nilai tukar rupiah dibandingkan dolar AS akan ada di Rp 16.000 pada kuartal III-2024 dan di level Rp 15.900 pada kuartal IV-2024. Rupiah akan terus menguat pada tahun depan ke level Rp 15.700 pada kuartal I-2025 dan Rp 15.500 pada kuartal II-2025.

Ekonom Bank Maybank Indonesia Myrdal Gunarto memperkirakan rupiah akan ada di Rp 15.754/US$1. Proyeksi ini dengan mempertimbangkan surplusnya neraca perdagangan dan transaksi berjalan di bawah 0,5% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
Pergerakan rupiah juga akan ditopang oleh inflow dalam beberapa bulan ke depan.

"Ekspektasi penurunan suku bunga The Fed, kemungkinan ada inflow di pasar keuangan Juli sampai Desember walaupun angkanya masih fluktuatif. Begitu ada kejelasan (suku bunga), inflow akan mengalir deras," ujar Myrdal kepada CNBC Indonesia.

Ekonom Bank Mandiri Andry Asmoro memperkirakan nilai tukar rupiah akan ada di angka Rp15.800-15.900 jika The Fed memangkas suku bunga.

Sementara Ekonom Mirae Asset Sekuritas Rully Wisnubroto memperkirakan nilai tukar rupiah masih akan terus menguat hingga ke level Rp15.825/US$ pada akhir tahun ini.

Ekonom Bank Permata, Josua Pardede memproyeksikan target rupiah berada dikisaran Rp15.800-16.200 pada akhir 2024.

Sedangkan Kepala Ekonom Bank Central Asia, David Sumual menyampaikan target rupiah masih berada di atas level Rp16.000 hingga akhir tahun. Ia memperkirakan rupiah masih akan berada pada level Rp16.000-16.500.

Ancaman Pelemahan Rupiah ke APBN

Pergerakan rupiah yang jauh melemah di bawah asumsinya akan berdampak besar terhadap belanja negara.

Dalam APBN 2024 disebutkan jika fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS secara langsung akan memengaruhi komponen APBN yang basis perhitungannya menggunakan mata uang asing terutama dolar AS.

Di sisi pendapatan negara, fluktuasi nilai tukar rupiah secara langsung akan berpengaruh pada penerimaan yang terkait dengan aktivitas perdagangan internasional, seperti Pajak Penghasilan (PPh Pasal 22 impor, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) impor, bea masuk, dan bea keluar.

Selain itu, perubahan nilai tukar rupiah juga akan berdampak pada penerimaan PPh migas dan PNBP SDA migas. Pada sisi belanja negara, perubahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS akan berpengaruh terhadap pembayaran bunga utang, subsidi energi, serta Dana Bagi Hasil (DBH) migas akibat perubahan Pendapatan Negara Bukan Pajak Sumber Daya Alam (PNBP SDA) migas.

Pada sisi pembiayaan anggaran, fluktuasi nilai tukar rupiah akan berdampak pada penarikan pinjaman luar negeri, baik pinjaman tunai maupun pinjaman kegiatan, penerusan pinjaman/Subsidiary Loan Agreement (SLA), dan pembayaran cicilan pokok utang luar negeri.

Hitungan APBN menunjukkan setiap kali rupiah melemah Rp 100/US$1 maka beban belanja akan bertambah Rp 10,1 triliun sementara pendapatan akan naik Rp 4 triliun. Pembiayaan akan bertambah Rp 6,2 triliun.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(rev/rev)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation