Tak Diduga Ternyata Impor Bijih Nikel dari Negara Tetangga 'Meledak'!

Riset, CNBC Indonesia
09 July 2024 17:05
A worker poses with a handful of nickel ore at the nickel mining factory of PT Vale Tbk, near Sorowako, Indonesia's Sulawesi island, January 8, 2014. REUTERS/Yusuf Ahmad
Foto: REUTERS/Yusuf Ahmad

Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia sudah menerapkan larangan ekspor bijih nikel sejak 2020, karena bijih nikel diperlukan untuk mendukung program hilirisasi komoditas tambang di dalam negeri. Dengan pelarangan ekspor bijih nikel ini, maka diharapkan Indonesia bisa mendapatkan nilai tambah dengan mengolah dan memurnikan bijih nikel di dalam negeri sebelum dijual ke luar negeri.

Meski pemerintah telah mengamankan pasokan bijih nikel di dalam negeri melalui kebijakan larangan ekspor tersebut, namun ternyata itu tak cukup untuk membuat Indonesia tidak mengimpor bijih nikel. Terungkap, ada perusahaan fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) di dalam negeri mengimpor bijih nikel dari negara tetangga, yakni Filipina.

PT Kalimantan Ferro Industry (KFI), pengelola smelter nikel di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, mengaku terpaksa mengimpor bijih nikel dari negara lain, khususnya dari Filipina, hingga 51.000 ton.

Alasannya, banyak perusahaan tambang dalam negeri tak bisa menjual bijih nikel lantaran belum memiliki persetujuan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) dari Kementerian Energi dan Summer Daya Mineral (ESDM).

Direktur Utama PT Nityasa Prima sebagai konsorsium PT KFI, Muhammad Ardhi Soemargo, menjelaskan keputusan impor dilakukan guna memastikan agar smelter milik perusahaan yang berada di Desa Pendingin, Sanga-Sanga, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur dapat tetap beroperasi.

"Ketika bapak mengatakan kenapa kami harus ambil dari Filipina karena beberapa tambang belum dapat RKAB, ketika tambang belum ada RKAB maka kami gak bisa beli," kata dia dalam RDP bersama Komisi VII DPR RI, dikutip Selasa (9/7/2024).

Sementara, perusahaan memerlukan pasokan bijih nikel untuk diolah di proyek smelternya. Terlebih, terdapat 1.400 tenaga kerja yang menggantungkan hidupnya kepada smelter tersebut. Adapun, volume impor bijih nikel dari Filipina tercatat mencapai 51 ribu ton.

"Tadi ketika saya sampaikan kepada bapak pimpinan mengenai adanya nikel datang dari Filipina disampaikan bahwa nikel Filipina itu kami baru masuk hanya 1 vessel pak sekitar 51 ribu (ton) dan posisi kami hanya untuk membantu menambahkan hal-hal ataunickel oreyang saat ini kekurangan pak," tambahnya.

Sebelumnya, CEO PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) Alexander Barus juga sempat buka suara perihal adanya perusahaan fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) yang melakukan impor bijih nikel dari Filipina.

Alex mengakui Indonesia saat ini memang merupakan pemilik sumber daya dan cadangan nikel terbesar dunia. Tercatat, lanjutnya, total sumber daya bijih nikel mencapai 17 miliar ton dengan total cadangan bijih nikel mencapai 5 miliar ton.

Namun, stok bijih nikel dengan kadar 1,7% untuk keperluan smelter menurutnya sudah tidak banyak lagi. Sementara, sejumlah smelter nikel yang ada di dalam negeri juga harus dipastikan keberlangsungan operasinya.

"Yang kita impor ini adalah nikel dengan kadar fero tinggi untuk memenuhi spek feronikel kita, tetapi itu pun masih kecil, kita baru dua kapal kita impor ini," kata dia dalam acara Mining Zone CNBC Indonesia, dikutip Rabu (6/9/2023).

Menurut Alex, kebijakan perusahaan melakukan impor bijih nikel dari luar negeri karena pertimbangan spesifikasi khusus. Mengingat, suplai bijih nikel kadar tinggi di dalam negeri terus berkurang.

"Kita harus melihat juga bahwa itu suplai kadar tinggi sudah cukup berkurang, apalagi dengan beroperasinya smelter sekarang, sekarang smelter kita ini terutama untuk produk NPI itu, itu sudah membutuhkan lebih 200 juta metrik ton nikel high grade per tahun," tambahnya.

Impor Bijih Nikel Kian Melejit

Jika ditelisik dari data Statistik Perdagangan Luar Negeri Badan Pusat Statistik (BPS), rupanya bukan kali pertama RI mengimpor bijih nikel meskipun Indonesia pemilik cadangan nikel terbesar di dunia. Berdasarkan data BPS, sejak 2020 hingga April 2024 saja impor bijih nikel dan konsentrat tercatat mengalami kenaikan yang cukup signifikan.

Di 2020, berat bersih bijih nikel dan konsentrat yang diimpor mencapai 886 kilo gram (kg) dengan nilai Cost Insurance and Freight (CIF) mencapai US$ 23.361. Namun pada 2022, berat bersih bijih nikel yang diimpor naik signifikan menjadi 22,5 juta kilo gram dengan CIF-nya mencapai US$ 2,32 juta.

Pada periode Januari-April 2024, angkanya menjadi fantastis yakni mencapai 507,7 juta kilo gram atau 507,7 ribu ton.

KFI sebelumnya mengakui telah melakukan impor bijih nikel dari negara lain, khususnya dari Filipina, hingga 51.000 ton. Jika dilihat dari data Statistik Perdagangan Luar Negeri, impor bijih nikel dari Filipina menjadi yang terbesar yakni mencapai 374,45 juta kilogram, dengan nilai CIF-nya mencapai US$ 16 juta.

Anggota Komisi VII DPR RI, Muhammad Nasir sempat mempertanyakan kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif perihal adanya perusahaan smelter asal Indonesia yang melakukan kegiatan impor bijih nikel dari luar negeri.

Menurutnya, hal ini ironis mengingat selama ini Indonesia dikenal sebagai penghasil nikel terbesar di dunia.

"Saya mendapat kabar sekarang Indonesia malah mengimpor nikel, kok jadi kita yang impor? Padahal Kita sampaikan di mana-mana bahwa penghasil nikel terbesar ini nomor satu di dunia itu Indonesia. Nah malah ini sebaliknya, hari ini kita mengimpor," tanya Nasir dalam Rapat Kerja Komisi VII dengan Menteri ESDM RI di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Kamis (31/8/2023).

Politisi Fraksi Partai Demokrat ini juga meminta penjelasan terkait kendala apa yang terjadi di Kementerian ESDM sehingga terjadi impor tersebut.

"Kenapa sampai terjadi kita mengimpor nikel ini padahal konsesi kita cukup besar, perusahaan banyak. Nah malah saya dapat masukan perusahaan-perusahaan yang enggak kredibel malah RKAB (Rencana Kerja dan Anggaran Biaya)-nya dikeluarkan. Perusahaan-perusahaan yang punya kualitas dan punya kemampuan sampai hari ini dipersulit di birokrasi Pak Menteri," sambungnya.

Dalam kesempatan yang sama, Menteri ESDM Arifin Tasrif menilai keputusan perusahaan tersebut melakukan pembelian bijih nikel dari Filipina lantaran tersendatnya pasokan bahan baku yang berasal dari Blok Mandiodo.

Adapun, operasi tambang Blok Mandiodo saat itu tengah dihentikan menyusul adanya kasus tindak pidana korupsi pada wilayah IUP milik PT Aneka Tambang Tbk (ANTM).

"Kita sudah telusuri berita-berita tersebut. Terindikasi perusahaan yang impor itu adalah perusahaan yang selama ini mengambil bahan baku dari Blok Mandiodo yang saat ini bermasalah," jawab Arifin.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(chd/chd)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation