Newsletter

"Awan Gelap" IHSG & Rupiah Belum Berakhir, Masih Banyak Kabar Buruk

Revo M, CNBC Indonesia
26 June 2024 06:00
Pekerja melintas di depan layar Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin, (1/4/2024). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
  • Pasar keuangan Indonesia beregrak beragam pada perdagangan kemarin, IHSG melemah sementara rupiah menguat
  • Wall Street kembali ditutup beragam, Dow Jones melemah sementara Nasdaq dan S&P 500 menguat
  • Data dari AS, restrukturisasi bank, hingga rupiah yang masih lemah diperkirakan akan menjadi sentimen pasar hari ini

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia bergerak beragam pada perdagangan kemarin, Selasa (25/6/2024). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) turun sedangkan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menguat sementara Surat Berharga Negara (SBN) kembali dilirik investor.

Pasar keuangan diperkirakan masih bergerak cukup volatil pada hari ini, Rabu (26/6/2024) dengan terdapat beberapa sentimen yang telah rilis kemarin dan agenda hari ini. Selengkapnya mengenai proyeksi dan sentimen pasar pekan ini bisa dibaca pada halaman 3 artikel ini

IHSG pada perdagangan kemarin, Selasa (25/6/2024) ditutup di zona merah dan telah mematahkan tren penguatan selama tiga hari beruntun. Pada akhir perdagangan kemarin, IHSG berakhir di 6.882,7 atau melemah 0,09% dalam sehari.

Ada sebanyak 23,47 juta lembar saham yang berpindah tangan hingga 731,348 kali, sehingga total transaksi kemarin mencapai Rp27,18 triliun. Adapun 241 saham menguat, 308 saham turun, sementara sisanya 234 saham cenderung stagnan.

Nilai transaksi kemarin terpantau cukup besar, namun ini didominasi oleh transaksi nego yang terjadi di saham PT Amman Mineral International Tbk (AMMN) sebanyak Rp17,52 triliun. Total transaksi ini melibatkan 103.414.217 lot saham di harga Rp 1.695/saham.

Lebih lanjut, pelemahan IHSG kemarin ditekan oleh saham PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) sebesar 6,87 poin, PT MD Pictures Tbk (FILM) 2,29 poin, PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) 2,19 poin, dan PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk 2,18 poin.

Sementara dari pasar mata uang, rupiah kembali menguat terhadap dolar AS pada penutupan kemarin sebesar 0,12% ke angka Rp16.370/US$. Apresiasi rupiah ini sejalan dengan penguatan rupiah yang terjadi di awal pekan ini sebesar 0,33%.

Penguatan rupiah terjadi setelah diselenggarakan Konferensi Pers terkait Kondisi Fundamental Ekonomi Terkini dan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025.

Baik pemerintah maupun tim Prabowo menegaskan jika pemerintahan Prabowo-Gibran Rakabuming Raka akan tetap menjalankan APBN 2025 secara prudent, termasuk dengan tetap menetapkan ambang defisit maksimal 3% dari Produk Domestik Bruto (PDB) serta rasio utang terhadap PDB sebesar 60%.

Pernyataan ini menjawab kekhawatiran banyak pihak jika belanja pemerintahan Prabowo akan membuat defisit ke atas 3% dan rasio utang mendekati 60%.

Sementara itu, ekonomi Indonesia diperkirakan masih akan tumbuh stabil di atas 5% hingga 2025.

Menurut laporan Bank Dunia berjudul Indonesia Economic Prospects, pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) Indonesia diperkirakan mencapai rata-rata 5,1% per tahun pada 2024 hingga 2026.

Namun demikian, Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Aviliani mengatakan pengelolaan APBN tahun depan tergolong cukup berat, mengingat selain akan adanya program Makan Bergizi Gratis (MBG) dengan anggaran Rp71 triliun, juga terdapat utang jatuh tempo dengan jumlah cukup besar yakni Rp800,33 triliun yang terdiri dari SBN Rp 705,5 triliun dan pinjaman Rp 94,83 triliun.

"Nah ini kan yang masih banyak menjadi pertanyaan orang. Saya rasa memang pengelolaan APBN tahun depan itu agak berat, karena kan utang jatuh temponya cukup besar," tutur Aviliani.

Selanjutnya, beralih pada imbal hasil SBN yang bertenor 10 tahun terpantau mengalami penurunan dari 7,097% menjadi 7,067%.

Penurunan imbal hasil ini merupakan yang terendah sejak 13 Juni 2024 atau sekitar dia minggu terakhir.

Perlu diketahui, hubungan yield dan harga pada SBN ini berbanding terbalik, artinya ketika yield turun berarti harga obligasi naik, hal ini menunjukkan minat investor mulai kembali lagi ke SBN.

Pasar saham Amerika Serikat ditutup variatif pada perdagangan Selasa atau Rabu dini hari waktu Indonesia (26/6/2024) dengan S&P500 yang menguat bersamaan dengan Nasdaq. Namun Dow Jones Industrial Average justru mengalami pelemahan.


Dikutip dari CNBC International, indeks pasar luas S&P500 naik 0,39% ditutup di 5.469,30, sementara Nasdaq naik 1,26% dan berakhir di 17.717,65. Kedua indeks tersebut mengakhiri tiga hari penurunan. Sedangkan Dow Jones Industrial Average tertinggal, kehilangan 299,05 poin atau 0,76%, ditutup di 39.112,16.

Wall Street masih digerakkan oleh saham Nvidia.Saham Nvidia naik sekitar 6,7%. Selama sesi sebelumnya, saham ini turun lebih dari 6% untuk mencatat penurunan harian terbesarnya sejak 19 April, ketika turun 10%.

"Teknologi kembali memimpin, dan Nvidia dibeli kembali setelah penurunan," ujar Chief Investment Officer di Independent Advisor Alliance, Chris Zaccarelli kepada CNBC International.

 "Tahun ini masih tentang teknologi dan AI, mungkin ada sedikit pengambilan keuntungan dalam beberapa hari terakhir. Jelas valuasi cukup tinggi. Tetapi reli AI memiliki lebih banyak substansi daripada gelembung dot-com. Semua saham yang performanya baik memiliki pendapatan yang kuat."  imbuhnya.

Investor tetap percaya bahwa pasar bull akan terus berlanjut menuju musim gugur, mencatat bahwa AI telah menggantikan pemotongan suku bunga dalam menjaga pergerakan pasar bull ke depan.
Sementara itu, SolarEdge Technologies anjlok hampir 21% setelah mengumumkan rencana penawaran swasta senilai US$300 juta dari catatan konversi. Saham Pool Corp juga turun 8% setelah menyesuaikan panduan ke bawah.

Sejumlah sentimen akan menggerakkan pasar pada perdagangan hari ini. Mulai dari sentimen yang datang dari AS seperti pernyataan pejabat bank sentral AS (The Fed), indeks keyakinan konsumsi AS yang masih cukup tinggi, hingga sentimen dalam negeri seperti kekhawatiran soal kekuatan perekonomian Indonesia pada 2025 hingga pelemahan rupiah.

Utang Jatuh Tempo Ratusan Triliun Rupiah

Beban APBN pada 2025 diperkirakan akan besar karena utang jatuh tempo yang membengkak. Utang jatuh tempo justru terjadi di tengah perlunya kebutuhan anggaran demi merealisasikan program Presiden Terpilih Prabowo Subianto seperti makan bergizi gratis senilai Rp71 triliun.

Mengutip data profil jatuh tempo utang Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan, utang jatuh tempo pada 2024 sendiri sebesar Rp434,29 triliun. Sedangkan, pada 2025 menjadi Rp800,33 triliun, terdiri dari SBN Rp705,5 triliun dan pinjaman Rp94,83 triliun.
Dengan uang jatuh tempo yang besar ditambah dengan kebutuhan pendanaan APBN yang besar pula maka pemerintah harus menerbitkan obligasi dalam jumlah jumbo. Artinya, akan ada pasokan obligasi yang sangat besar di pasar. Kondisi ini bisa membuat harga SBN jatuh dan imbal hasil naik. Rupiah pun bisa kena imbas.

Sebagai informasi, sepanjang tahun ini, berdasarkan data setelmen sampai dengan 20 Juni 2024, investor asing tercatat jual neto Rp42,10 triliun di pasar SBN, jual neto Rp9,35 triliun di pasar saham, dan beli neto Rp117,77 triliun di Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).

Dampak Pelemahan Rupiah
Nilai tukar rupiah memang sudah menguat selama dua hari beruntun. Namun, rupiah masih berada dalam level tinggi yakni di sekitar Rp 16.300an. Rupiah bahkan sudah berada di level Rp 16.000 dalam sebulan terakhir. 

Sepanjang bulan ini, nilai tukar rupiah sudah melemah 0,8% dan ambruk hampir 6% sepanjang tahun ini.
Pelemahan rupiah berdampak besar ke banyak sektor usaha mulai dari ritel, perusahaan yang menggantungkan bahan mentah ke impor, perusahaan dengan banyak utang dolar AS, IHSG, hingga masyarakat biasa.

Kinerja GOTO Membaik

Sorotan masyarakat dan investor belakangan ini terarah ke perusahaan GOTO terkait dengan pengunduran diri para founder (pendiri), setelah perusahaan menggelar Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) dan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSB), pada Selasa 11 Juni 2024 lalu.

Sebagaimana diketahui, GOTO kini menempatkan sejumlah ahli di jajaran komisaris di antaranya Agus Martowardojo (mantan Dirut Bank Mandiri dan eks Gubernur Bank Indonesia), Marjorie Tiu Lao (mantan Chief Financial Officer The LEGO Group), dan John Aristianto Prasetio (Komisaris Bursa Efek Indonesia).

Sejak Patrick menjadi Dirut GOTO, perbaikan kinerja perusahaan terlihat jelas dari kuartal ke kuartal. Agus D. W. Martowardojo, Komisaris Utama GOTO, mengatakan sepanjang 2023, GOTO berhasil menjalankan transformasi perusahaan yang signifikan dalam menyiapkan landasan kuat untuk pertumbuhan bisnis yang berjangka panjang, berkelanjutan dan profitable.

"Upaya ini menghasilkan kinerja pertumbuhan bisnis yang sehat dan berkualitas, disertai dengan pengendalian biaya yang disiplin, sehingga GOTO berhasil mencapai EBITDA yang disesuaikan positif di kuartal empat 2023, melampaui target perseroan," kata Agus Marto, dalam keterangan resmi GOTO.

IDXFoto: GOTO
Sumber: IDX

Dengan kinerja yang mengalami perbaikan, maka bukan tidak mungkin harga saham GOTO berpotensi mengalami rebound dari area Rp50/saham.

Komentar Pejabat The Fed Perihal Suku Bunga

Dikutip dari Reuters, Gubernur Federal Reserve Lisa Cook mengatakan pada hari Selasa bahwa The Fed siap untuk memangkas suku bunga jika kinerja ekonomi memenuhi ekspektasinya, namun dia enggan menyebut kapan Fed akan dapat bertindak.

"Kebijakan kami saat ini sudah tepat untuk merespons sesuai kebutuhan terhadap perubahan dalam prospek ekonomi," Cook mengatakan dalam pidatonya di hadapan pertemuan Economic Club of New York.

Dalam pernyataannya, Cook mengatakan, "Selama setahun terakhir, inflasi telah melambat, dan ketatnya pasar tenaga kerja telah mereda, sehingga risiko untuk mencapai tujuan inflasi dan ketenagakerjaan kami bergerak menuju keseimbangan yang lebih baik." Dia mengatakan bahwa dia mengharapkan tren tekanan harga yang melemah akan kembali berperan sebelum inflasi mengalami penurunan lebih kuat tahun depan.

Sementara seorang pejabat The Fed terkemuka, Michelle Bowman mengatakan bahwa dia tetap "siap untuk menaikkan" biaya pinjaman lagi "jika kemajuan dalam mengendalikan inflasi terhenti atau bahkan terbalik."

Pernyataan Bowman itu disampaikan dalam pidatonya pada hari Selasa di London, dan menggambarkan perdebatan di dalam Fed mengenai apakah bank sentral dapat mulai memangkas suku bunga tahun ini, atau sama sekali sebelum pemilihan presiden pada bulan November.

Jika suku bunga The Fed belum akan dipangkas tahun ini atau bahkan mengalami kenaikan, maka indeks dolar AS (DXY) akan semakin perkasa dan tentu tekanan terhadap rupiah semakin membesar.

Indeks Kepercayaan Konsumen AS Tetap Tinggi

The Conference Board menunjukkan bahwa Indeks Kepercayaan Konsumen sedikit mengalami penurunan menjadi 100,4 pada Juni 2024 dari 101,3 pada Mei 2024.

"Kepercayaan konsumen mengalami penurunan pada bulan Juni tetapi tetap berada dalam rentang yang sempit yang telah bertahan selama dua tahun terakhir, karena kekuatan pandangan terhadap pasar tenaga kerja saat ini terus mengalahkan kekhawatiran tentang masa depan.

"Penurunan kepercayaan antara Mei dan Juni berpusat pada konsumen berusia 35-54 tahun. Sebaliknya, mereka yang berusia di bawah 35 tahun dan di atas 55 tahun melihat peningkatan kepercayaan bulan ini. Tidak ada pola yang jelas muncul dalam kelompok penghasilan. Dalam basis rata-rata bergerak enam bulan, kepercayaan tetap tertinggi di antara konsumen termuda (di bawah 35 tahun) dan yang paling kaya (penghasilan di atas US$100.000)."

CCIFoto: U.S Consumer Confidence Index
Sumber: The Conference Board

Restrukturisasi Bank
Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta program restrukturisasi kredit terdampak Covid-19 diperpanjang hingga 2025. Hal ini disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto usai Sidang Kabinet, Senin (24/6/2024).

Sebagaimana diketahui, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menghentikan kebijakan stimulus restrukturisasi kredit terdampak Covid-19 pada 31 Maret 2024. Berakhirnya kebijakan tersebut konsisten dengan pencabutan status pandemi Covid-19 oleh Pemerintah pada Juni 2023.

Diketahui, stimulus restrukturisasi kredit merupakan bagian dari kebijakan countercyclical dan merupakan kebijakan yang sangat penting (landmark policy) dalam menopang kinerja debitur, perbankan, dan perekonomian secara umum untuk melewati periode pandemi.

Satu alasan OJK menghentikan program restrukturisasi adalah karena industri perbankan dinilai memiliki daya tahan kuat dalam menghadapi dinamika perekonomian. Hal tersebut dengan melihat tingkat permodalan yang kuat, likuiditas yang memadai, dan manajemen risiko yang baik.

Usulan memperpanjang program restrukturisasi kredit terdampak Covid-19 perbankan, telah mendapatkan reaksi yang beragam. Ekonom Senior Indef Aviliani menyebut bahwa kebijakan restrukturisasi seharusnya tidak untuk umum, melainkan ditujukan bagi yang memang membutuhkan dan memiliki prospek yang baik. Oleh karena itu, ia mengatakan perbankan yang harus menentukan penerima dari kebijakan tersebut.

"Jadi biarkanlah bank yang memberikan justifikasi. Tapi bahwa kebijakan itu secara keseluruhan saya rasa sih, nggak masalah. Karena kan masih ada juga yang masih punya masalah. Tapi jangan diberlakukan untuk semua. Banyak orang moral hazard gitu, loh," ujar Aviliani usai Talkshow Keuangan Bundaku OJK, Selasa (25/6/2024).

Aviliani khawatir nanti akan banyak nasabah yang meminta restrukturisasi dan menjadi beban bagi perbankan.

Senada, Sekretaris Jenderal Perhimpunan Bank Nasional (Perbanas) Anika Faisal mengatakan kebijakan perpanjangan itu jangan sampai menimbulkan moral hazard. Menurutnya, saat ini restrukturisasi dapat diberlakukan kembali bila perekonomian benar-benar melambat.

"Itu memang masing-masing bank harus punya [kebijakan]. Dan itu secara umum bank punya kebijakan restru masing-masing. Jadi, supaya jangan di gebyah uyah gitu, ya," tandas Anika pada kesempatan yang sama.

Direktur Bank Oke Indonesia (DNAR) Efdinal Alamsyah menyebut ada sejumlah hal yang perlu dipertimbangkan sebelum pemerintah melakukan perpanjangan.

Dalam hal ini, debitur tidak memiliki inisiatif untuk memperbaiki kondisi keuangan mereka karena adanya harapan bahwa akan terus ada keringanan. Efdinal mengatakan alasan lain bisa jadi hal ini akan menjadi penundaan masalah.

"Alih-alih menyelesaikan masalah, restrukturisasi kredit yang berkepanjangan bisa hanya menunda masalah. Jika debitur tidak mampu memulihkan bisnis mereka, kredit macet bisa meningkat setelah masa restrukturisasi berakhir," jelasnya saat dihubungi CNBC Indonesia, Senin (24/6/2024).

Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:

  • Konferensi pers RUPST PT Bursa Efek Indonesia(12.00 WIB)
  • Singapore Industrial Production (12:00 WIB)
  • CB Consumer Confidence Perancis (13:45 WIB)

  • US New Home Sales (21:00 WIB)

Berikut sejumlah agenda emiten di dalam negeri pada hari ini:

  • Cum Date Dividen: BALI, BRPT, GLVA, HUMI, PBSA, PDPP, SPMA, TBMS, UANG, UNIC.

  • RUPST: ACRO, ADMG, AKKU, ARII, ASSA, ATLA, BAJA, BANK, BHIT, BINO, BIPP, BLTA, BPFI, BRNA, BUVA, CEKA, CFIN, DATA, ECII, ELIT, ENRG, FOOD, GGST, GJTL, HDFA, HERO, IATA, INPC, INTD, JIHD, KAYU, LCKM, MARI, MGNA, MUTU, MYTX, NASA, OCAP, PALM, PANI, POLA, POLI, POLU, RAFI, RELI, RUNS, SMDR, SOUL, SUPR, SURE, SWID, TOWR, TRIM, TRUS, TYRE, UNIQ, WAPO.

Berikut untuk indikator ekonomi RI :

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

Next Page
wallstreet
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular