Dolar Rp16.435, Jawaban Sri Mulyani & Kubu Prabowo Tak Puaskan Pasar?

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terpantau menguat terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada pertengahan perdagangan hari ini, Senin (24/6/2024).
Dilansir dari Refinitiv, rupiah tercatat menguat 0,06% pada 12:00 WIB ke level Rp16.435/US$. Apresiasi ini berbanding terbalik dengan pembukaan perdagangan yang justru melemah 0,12% ke angka Rp16.465/US$.
Di awal perdagangan hari ini, rupiah melemah di tengah sikap investor asing yang keluar dari pasar keuangan domestik. Hal ini tercatat oleh Bank Indonesia (BI) pada data transaksi 19-20 Juni 2024 bahwa investor asing melakukan jual neto Rp0,78 triliun terdiri dari jual neto Rp1,42 triliun di pasar saham, beli neto Rp0,45 triliun di Surat Berharga Negara (SBN) dan beli neto Rp0,19 triliun di Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).
Namun kekhawatiran itu mulai mereda setelah Konferensi Pers terkait Kondisi Fundamental Ekonomi Terkini dan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025 di Kantor Pusat Ditjen Pajak, Jakarta yang menghadirkan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Anggota Bidang Keuangan Tim Gugus Tugas Sinkronisasi Pemerintahan Thomas Djiwandono digelar.
Kekhawatiran investor perihal defisit akan menembus level 3% PDB dipatahkan oleh Airlangga yang menegaskan bahwa APBN pada 2025 akan tetap dijaga sesuai dengan batas-batas aman sesuai yang diamanatkan dalam Undang-Undang Keuangan Negara. Termasuk soal batasan rasio utang terhadap PDB.
"Range defisit di APBN 2,29-2,82% PDB untuk mendukung APBN yang sehat dan berkelanjutan," ucap Airlangga.
Lebih lanjut, Thomas juga memastikan presiden terpilih 2024-2029, Prabowo Subianto, tidak akan meningkatkan rasio utang negara hingga 50% dari produk domestik bruto (PDB). Pernyataan itu menjawab rumor yang sebelumnya telah beredar.
Thomas menyangkal rumor tersebut dan telah merugikan mata uang negara dan pasar obligasi Indonesia.
"Kami sama sekali tidak membicarakan target utang terhadap PDB. Ini bukan rencana kebijakan yang resmi," tegas Thomas.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(rev/rev)