Energi Fosil Kena 'Gebuk' Energi Terbarukan, Harga Batu Bara Anjlok 2%

Susi Setiawati, CNBC Indonesia
23 June 2024 11:30
Aktivitas pertambangan batubara milik Bayan Resources di Tabang/Pakar, Kalimantan, Jumat (17/11/2023). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Aktivitas pertambangan batubara milik Bayan Resources di Tabang/Pakar, Kalimantan, Jumat (17/11/2023). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga batu bara masih belum menunjukkan performa terbaiknya dalam perdagangan sepekan ini. Buruknya performa harga komoditas emas hitam tersebut didorong dari peningkatan penggunaan energi terbarukan, salah satunya konsumen batu bara terbesar di dunia, China.

Harga batu bara dunia acuan Newcastle untuk kontrak Juli pada perdagangan Jumat (21/6/2024) turun 1,67% di posisi US$132,5 per ton. Begitu juga dalam sepekan harga batu bara telah anjlok 1,96%.

Salah satu faktor penurunan harga batu bara acuan, didorong dari peralihan penggunaan batu bara ke energi terbarukan.

China menghasilkan listrik dalam jumlah besar dari pembangkit listrik tenaga angin dan surya, sebagai hasil dari penerapan kapasitas pembangkit tambahan selama dua tahun terakhir pada Mei 2024.

Pembangkitan tenaga angin meningkat menjadi 77 miliar kWh dari 74 miliar kWh pada Mei 2023 dan 59 miliar kWh pada Mei 2022, menurut data yang diterbitkan oleh Biro Statistik Nasional. Pada bulan yang sama, pembangkitan tenaga surya melonjak menjadi 36 miliar kWh dari 24 miliar kWh pada tahun lalu dan 21 miliar kWh pada 2022.

Peningkatan dari pembangkit listrik tenaga air (+33 miliar kWh), tenaga surya (+12 miliar kWh) dan angin (+3 miliar kWh) pada bulan lalu sudah lebih dari cukup untuk memenuhi pertumbuhan konsumsi sekaligus mengurangi kebutuhan tenaga panas (-17 miliar kWh).

Pembangkitan listrik tenaga panas, yang sebagian besar berasal dari pembangkit listrik tenaga batu bara, menurun menjadi 454 miliar kWh pada Mei 2024 dari rekor musiman sebesar 471 miliar kWh pada Mei 2023. Pembakaran batu bara yang lebih rendah berarti emisi karbon dioksida yang lebih rendah membantu kemajuan menuju target emisi pemerintah yang mencapai puncaknya sebelum tahun 2030.

Kemajuan jangka panjang menuju puncak emisi akan bergantung pada pertumbuhan energi angin, tenaga surya, dan nuklir, serta kebijakan untuk meningkatkan efisiensi energi dan mengurangi pertumbuhan beban.

Hujan lebat di musim semi di China telah memungkinkan negara tersebut untuk meningkatkan produksi pembangkit listrik tenaga air secara tajam dan mengurangi kebutuhan pembangkit listrik tenaga batu bara pada Mei.

Namun, turunnya harga batu bara masih terbatas karena efek gelombang panas hingga peningkatan pengiriman batu bara dari Rusia.

Pemerintah Indina menyatakan dalam sebuah pernyataan pada hari Rabu (19/6/2024), permintaan India terhadap listrik berbasis batu bara telah meningkat sebesar 7,3% pada tahun fiskal ini dan mencapai level tertinggi sepanjang masa.

Puncak Permintaan listrik di dataran utara India yang panas dan gersang mencapai rekor awal pekan ini, meskipun pemerintah mengatakan pihaknya terus menerapkan langkah-langkah untuk memenuhi konsumsi energi yang tinggi.

Departemen Meteorologi India (IMD) memperkirakan suhu di atas normal pada bulan Juni di bagian barat laut dan tengah negara itu, menjadikannya salah satu periode gelombang panas terpanjang.

Data pemerintah India menunjukkan bahwa terdapat hampir 25.000 kasus dugaan serangan panas dan 56 orang kehilangan nyawa akibat panas terik di seluruh negeri selama bulan Maret-Mei.

Kemudian, pengiriman batu bara Rusia ke China naik ke level tertinggi dalam delapan bulan pada bulan Mei setelah Moskow menangguhkan bea ekspor.

Ekspor batu bara Rusia ke China naik menjadi 9,1 juta metrik ton pada bulan Mei, menurut data administrasi bea cukai China. Angka tersebut naik 1,5% pada tahun ini dan merupakan level tertinggi sejak September.

Pengiriman diperkirakan akan meningkat dalam jangka pendek setelah Rusia menangguhkan bea ekspor selama Mei hingga Agustus, kata asosiasi industri batubara China bulan lalu.


Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.

(saw)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation