Mata Uang Asia Terus Terpuruk, Rupiah Terburuk?

Revo M, CNBC Indonesia
11 June 2024 10:49
Petugas menhitung uang asing di penukaran uang DolarAsia, Blok M, Jakarta, Senin, (26/9/2022). (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)
Foto: Petugas menhitung uang asing di penukaran uang DolarAsia, Blok M, Jakarta, Senin, (26/9/2022). (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Mata uang Asia terpantau kompak melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) di tengah penantian data ketenagakerjaan AS yang tangguh serta ekspektasi bisnis manufaktur di Indonesia cenderung melemah.

Dilansir dari Refinitiv pada Selasa (11/6/2024) pukul 09:56 WIB, pelemahan mata uang Asia terparah dipimpin oleh won Korea Selatan sebesar 0,27%, yen Jepang turun 0,15%, hingga rupee India melemah 0,01%.

Indeks dolar AS (DXY) terpantau naik sebesar 0,25% pada Senin (10/6/2024) ke angka 105,15.

Hal ini terjadi pasca data laporan data tenaga AS lebih kuat dari perkiraan. Departemen Ketenagakerjaan AS pada Jumat malam (7/6/2024) mengumumkan data pekerjaan tercatat di luar pertanian melonjak ke 272.000 pekerjaan pada Mei 2024. Angka ini lebih tinggi dari konsensus yang hanya proyeksi naik ke 185.000 dari 175.000 pekerjaan pada April. Sementara untuk tingkat pengangguran naik tipis menjadi 4%.

Ketika pasar tenaga kerja masih ketat, maka penghasilan masyarakat AS masih akan memenuhi untuk konsumsi bertahan kuat. Imbasnya, inflasi kemungkinan besar masih akan sulit untuk turun mencapai target bank sentral AS (The Fed).

Di lain sisi, aktivitas manufaktur di Indonesia pun mengalami penurunan dengan nilai Purchasing Managers' Index (PMI) Manufaktur sebesar 52,1 pada Mei 2024.

PMI manufaktur Indonesia sudah melandai dalam dua bulan beruntun. PMI Manufaktur Mei 2024 bahkan menjadi yang terendah sejak November 2023 atau lima bulan terakhir.

Kendati indeks PMI Manufaktur Indonesia masih dalam kategori ekspansif, namun S&P Global mengingatkan terdapatnya "awan gelap" dan banyaknya tantangan di masa depan.

"Pelemahan manufaktur global terus termanifestasi melalui kinerja yang meredup untuk pesanan ekspor baru. Ada tanda-tanda awan gelap di depan," tutur Smith dalam website resmi S&P Global.

S&P juga mengingatkan tingkat kepercayaan bisnis kini ada di level terendah sejak Maret 2020 atau empat tahun lebih. Penurunan tersebut disebabkan kekhawatiran akan tanda-tanda penurunan permintaan pasar yang sedang muncul akan meningkat selama 12 bulan mendatang.

Ketika tingkat kepercayaan bisnis menurun, maka investor asing cenderung keluar dari Tanah Air dan akhirnya pasokan dolar AS di dalam negeri menjadi berkurang.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(rev/rev)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation