Harga Batu Bara Bangkit Usai Ambruk 4 Hari, Berkah Gelombang Panas

Tasya Natalia, CNBC Indonesia
11 June 2024 07:25
A loader is seen amid coal piles at a port in Lianyungang, Jiangsu province, China January 25, 2018. REUTERS/Stringer
Foto: REUTERS/Stringer

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga batu bara acuan dunia terpantau mulai hijau lagi, setelah jatuh empat hari beruntun ke posisi terendah selama dua bulan terakhir.

Melansir data Refinitiv, untuk perdagangan Senin kemarin (10/6/2024) harga batu bara acuan ICE Newcastle kontrak Juli berakhir di posisi US$ 133,70 per ton, dengan penguatan harian 0,53%.

Apresiasi ini kemudian mengakhiri tren pelemahan empat hari beruntun, yang telah mengakumulasi kejatuhan harga batu bara pada sepekan lalu mencapai lebih dari 5%.

Menurut Chem Analyst, harga Batubara diperkirakan akan naik karena meningkatnya permintaan, khususnya oleh kuatnya aktivitas di kawasan Asia-Pasifik (APAC) yang mengalami gelombang panas.

Sebagaimana diketahui, harga Batubara Australia juga melonjak karena meningkatnya permintaan dari beberapa negara Asia, termasuk Thailand, Filipina, dan Vietnam, yang mengalami gelombang panas yang sangat tinggi.

Alhasil, konsumsi energi meningkat karena permintaan tinggi terhadap alat pendingin. Peningkatan permintaan juga datang dari Jepang, dimana Kansai Electric melaporkan pada tanggal 30 April bahwa mereka memperkirakan pembangkit listrik akan meningkat pada tahun fiskal berikutnya (April 2024-Maret 2025).

Demikian pula, Kyushu Electric memperkirakan peningkatan impor Batubara karena tingkat pemanfaatan pembangkit listrik tenaga nuklir yang lebih rendah, turun dari 90,8% menjadi 88,1%.

Di pasar Afrika Selatan, harga Batubara terpantau naik tipis sebesar 1%, didorong oleh rendahnya stok dan stabilnya permintaan dari India dan Asia Pasifik. Persediaan di Richards Bay Coal Terminal (RBCT) telah pulih dari posisi terendah sebelumnya, didukung oleh tingginya permintaan dari India dan kawasan Asia-Pasifik.

Minggu lalu, juga terdapat aktivitas signifikan dari produsen besi spons dan semen India, serta para pedagang, yang semakin meningkatkan pasar Batubara. Sebagai informasi, gelombang panas yang terjadi di India mencetak rekor yang terpanjang dirasakan selama 24 hari di berbagai berbagai wilayah di negara tersebut, ungkap Kepala Departemen Meteorologi India (IMD), Mrutyunjay Mohapatra dalam wawancara dengan surat kabar harian Express.

Banyak pelaku pasar kini optimis terhadap kuotasi harga dalam jangka menengah, memperkirakan bahwa produksi di Tiongkok tidak akan meningkat secara signifikan, sementara permintaan akan terus melebihi pasokan karena tingginya pemanfaatan alat pendingin.

Meningkatnya permintaan selama musim panas, ditambah dengan penurunan produksi, kemungkinan besar akan menyebabkan kenaikan harga Batubara lebih lanjut dalam beberapa bulan mendatang.

CNBC INDONESIA RESEARCH

(tsn/tsn)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation