CNBC Indonesia Research

PR Besar Buat Prabowo dari Jokowi: Tanpa Ini RI Gak Bisa Maju

Revo M, CNBC Indonesia
06 June 2024 09:40
Infografis: Lihat Daftar Upah Ini Pabrik-Pabrik di Banten Jadi Ciut
Foto: Infografis/Lihat Daftar Upah Ini Pabrik-Pabrik di Banten Jadi Ciut/Arie Pratama

Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden terpilih Prabowo Subianto akan menghadapi sejumlah tantangan besar di era pemerintahannya. Salah satunya adalah kemunduran sektor manufaktur dalam negeri. Prabowo mesti membangkitkan kembali sektor manufaktur Indonesia yang lesu di era Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Laju manufaktur Indonesia terus melandai dalam 20 tahun terakhir. Padahal, sektor manufaktur adalah kunci bagi negara untuk menjadi bangsa maju. Sektor tersebut tidak hanya menyumbang banyak tenaga formal tetapi juga menjadi sarana bagi Indonesia untuk mencapai masyarakat dengan pendapatan tinggi.

Tanpa manufaktur yang kuat maka sulit bagi Indonesia untuk keluar dari jebakan negara kelas menengah atau middle income trap.

Data Purchasing Managers' Index (PMI) Manufaktur Indonesia periode Mei 2024 tercatat mengalami pelemahan ke angka 52,1 dari yang sebelumnya 52,9.

Posisi ini merupakan yang terendah sejak November 2023 atau sekitar enam bulan terakhir.

Sebagai informasi, PMI manufaktur menggambarkan aktivitas industri pada sebuah negara. Bila aktivitas manufaktur masih kencang maka itu bisa menjadi pertanda jika permintaan masih tinggi sehingga ekonomi cerah.

Data PMI kerap digunakan untuk memahami ke mana arah ekonomi dan pasar serta mengungkap peluang ke depan. Oleh karena itu, negara dengan PMI Manufaktur lebih dari 50 dianggap memiliki industri/manufaktur yang berjalan dengan baik.

S&P Global menjelaskan masih ekspansifnya PMI manufaktur Indonesia ditopang peningkatan produksi dan pesanan baru. S&P Global juga mengingatkan akan "awan gelap" dan banyaknya tantangan yang ada di depan.

Data menunjukkan tingkat pertumbuhan melambat dibandingkan dengan bulan-bulan sebelumnya dan kepercayaan diri turun ke level terendah dalam empat tahun lebih. Selain itu, faktor pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) juga menjadi beban bagi dunia bisnis. Produsen melaporkan inflasi harga input yang kuat, di mana sebagian didorong oleh faktor nilai tukar yang tidak menguntungkan.

Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengungkapkan, laju manufaktur secara nasional melambat terjadi akibat aturan baru yang berlaku sejak 17 Mei 2024 yakni Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 8/2024 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri Perdagangan No 36/2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor.

Juru Bicara Kemenperin, Febri Hendri Antoni Arif mengungkapkan bahwa aktivitas produksi sektor industri yang menurun karena anjloknya pesanan dari luar negeri dan juga kekhawatiran pengurangan pesanan dalam negeri pada waktu mendatang.

Namun, imbuh dia, terjadinya perlambatan PMI Manufaktur Indonesia pada Mei 2024 ini bisa dipengaruhi oleh regulasi yang dianggap tidak probisnis kepada para pelaku industri dalam negeri, misalnya penerbitan Permendag No 8/2024.

 

Selain Permendag No 8/2024, Febri mengungkapkan, aturan lain yang tak probisnis hingga menyebabkan manufaktur RI melambat adalah terkait kebijakan harga gas bumi tertentu (HGBT) untuk industri yang berdampak pada penurunan PMI atau kepercayaan diri dari pelaku manufaktur di tanah air.

"Padahal fasilitas HGBT menjadi stimulus penting untuk meningkatkan produktivitas industri dan menarik investasi masuk ke Indonesia," cetusnya.

"Banyak sekali calon investor yang menunggu apakah kebijakan HGBT US$6 per MMBTU untuk industri ini akan dilanjutkan atau tidak? Karena insentif ini sangat menarik bagi mereka, sebagai salah satu kunci untuk bisa berdaya saing," pungkas Febri.

Manufaktur Indonesia Alami Kemunduran

Badan Pusat Statistik (BPS) telah merilis data distribusi dan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia menurut lapangan usaha pada bulan lalu.

Industri pengolahan atau manufaktur memang berada di urutan tertinggi dengan distribusi sebesar 19,28% dan pertumbuhan secara tahunan sebesar 4,13%.

Industri pengolahan dapat tumbuh cukup stabil didukung oleh Industri Makanan dan Minuman yang tumbuh 5,87% didukung oleh peningkatan permintaan domestik untuk produk makanan dan minuman selama momen ramadan dan persiapan menjelang Idulfitri.

Lebih lanjut, Industri Logam Dasar juga tumbuh 16,57% didorong oleh peningkatan permintaan luar negeri, seperti produk logam dasar besi dan baja. Hingga Industri Kimia; Farmasi, dan Obat Tradisional tumbuh 8,10% sejalan dengan peningkatan permintaan domestik dan luar negeri.

Namun, industri pengolahan menjadi sumber pertumbuhan tertinggi hanya sebesar 0,86% dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi RI yang tumbuh 5,11% year on year/yoy pada kuartal I-2024.

Sumbangan industri pengolahan kali ini pun tercatat lebih rendah dibandingkan dengan kuartal I-2023 yang berada di angka 0,92%.

Kendati produk manufaktur Indonesia masih berkembang tetapi laju pertumbuhannya dalam tren perlambatan. Kontribusi manufaktur terhadap PDB juga mengecil. Padahal, manufaktur menjadi kunci bagi sebuah negara untuk menjadi industri maju, meningkatkan PDB per kapita, hingga menyediakan lapangan kerja formal.

Data BPS menunjukkan beberapa sektor masih terkontraksi pada kuartal I-2024 seperti sub sektor industri karet, alat angkutan, serta mesin dan perlengkapan. Sektor-sektor yang menyumbang banyak tenaga kerja juga tumbuh rendah yakni industri alas kaki dan pakaian jadi ataupun furnitur.


Manufaktur Melandai Sejak Era SBY, Melambat Tajam di Era Jokowi

Perlambatan sektor manufaktur sudah sangat terasa dalam 20 tahun atau sejak era Presiden  Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Lembaga Penyelidikan dan Ekonomi Masyarakat Universitas Indonesia (LPEM UI) mengeluarkan laporan khusus bertema Indonesia Economic Outlook Q1-2024 "The Year of Transition". secara khusus menyoroti bagaimana kinerja Presiden Megawati Soekarnoputri, SBY dan Joko Widodo (Jokowi) selama masing-masing periode.

Salah satu yang mendapat sorotan tajam adalah semakin jatuhnya pertumbuhan sektor manufaktur, peran sektor manufaktur terhadap pertumbuhannya, serta kaitannya dengan produktivitas tenaga kerja.

Kendati Megawati mewarisi pemerintahan yang belum stabil karena Indonesia baru memasuki Era Reformasi tetapi presiden wanita pertama RI tersebut mampu menjaga kontribusi sektor manufaktur untuk ada di angka 27,93%. Nilai tambah sektor manufaktur di era Megawati juga cukup besar yakni 43,94%.

Nilai tambah sektor manufaktur juga menurun drastis dari era Megawati ke 43,94% menjadi 39,1% di era Jokowi. Nilai tambah sektor manufaktur di era Jokowi adalah yang terendah dalam dua dekade.

"Indonesia terus menunjukkan deindustrialisasi premature. Dari era Megawati ke Jokowi, sektor manufaktur terus melandai," tulis laporan LPEM UI.

Jika melihat data BPS pada 2001-2004, rata-rata pertumbuhan manufaktur RI mencapai 5,03% di era Megawati. Rata-rata pertumbuhan tersebut jauh di atas satu dekade era SBY dan Jokowi yang masing-masing mencapai 4,7% dan 3,6%.

Kontribusi sektor manufaktur terhadap PDB terus menurun dari 26,05% pada periode SBY term I menjadi 21,05% di era Jokowi term II.

"Produktivitas tenaga kerja di era SBY mengalami perbaikan tetapi kemudian jatuh ke level terendah di era Jokowi dibandingkan masa presiden sebelumnya," tulis laporan LPEUM UI.

Data LPEM UI menunjukkan produktivitas tenaga kerja di era Megawati sekitar 113, era SBY term II melonjak di atas 120 sementara di era Jokowi jatuh ke kisaran 110.

Produktiivtas tenaga kerjaFoto: LPEMUI
Produktiivtas tenaga kerja

 

 

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(rev/rev)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation