The Fed Bikin Dag Dig Dug, Minyak Dunia Merosot Tajam Sepekan

Susi Setiawati, CNBC Indonesia
26 May 2024 09:45
Penambangan minyak mentah di AS
Foto: Doc. Reuters

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak mentah dunia mengalami lonjakan pada penutupan perdagangan akhir pekan, meskipun secara sepekan masih mencatatkan penurunan.

Pada penutupan perdagangan Jumat (24/5/2024), harga minyak mentah WTI ditutup melesat 1,11% di level US$77,72 per barel. Namun sayangnya, dalam sepekan minyak mentah WTI masih mencatatkan penurunan sebesar 2,92%.

Begitu juga dengan harga minyak mentah Brent yang ditutup melesat pada perdagangan Jumat (24/5/2024) dengan terapresiasi 0,93% di level US$82,12 per barel. Namun, dalam sepekan minyak mentah Brent tercatat merosot 2,21%.

Harga minyak naik WTI dan BRENT naik sekitar 1% pada perdagangan Jumat, meskipun secara mingguan masih mencatatkan penurunan di tengah kekhawatiran bahwa data ekonomi Amerika Serikat (AS) yang kuat akan membuat suku bunga tetap tinggi untuk jangka waktu yang lebih lama, sehingga membatasi permintaan bahan bakar.

Kekhawatiran terhadap kebijakan suku bunga oleh The Federal Reserve (The Fed) dan lonjakan persediaan minyak mentah AS pada minggu lalu membebani sentimen pasar, menurut Tim Evans, seorang analis energi independen.

Risalah pertemuan kebijakan terbaru The Fed yang dirilis pada hari Rabu menunjukkan para pembuat kebijakan mempertanyakan apakah suku bunga cukup tinggi untuk menjinakkan inflasi yang membandel. Beberapa pejabat bersedia menaikkan biaya pinjaman lagi jika inflasi melonjak.

Ketua The Fed Jerome Powell dan pembuat kebijakan lainnya mengatakan mereka merasa kenaikan suku bunga lebih lanjut tidak mungkin terjadi.

Suku bunga yang lebih tinggi meningkatkan biaya pinjaman, yang dapat memperlambat aktivitas ekonomi dan mengurangi permintaan minyak.

Sentimen konsumen juga turun ke level terendah dalam lima bulan karena meningkatnya kekhawatiran mengenai biaya pinjaman yang tetap tinggi. Pada kenyataannya, pesimisme di kalangan rumah tangga akan berdampak pada melambatnya belanja konsumen, meskipun hubungan antara keduanya lemah.

Menurut catatan analis Morgan Stanley, permintaan minyak masih kuat dari perspektif yang lebih luas, mereka memperkirakan total konsumsi cairan minyak akan meningkat sekitar 1,5 juta barel per hari tahun ini.

Permintaan bensin AS yang lemah telah diimbangi oleh permintaan global, yang mengalami peningkatan yang mengejutkan, terutama di awal tahun ini.

Pasokan produk bensin AS, yang mewakili permintaan, mencapai level tertinggi sejak November dalam sepekan hingga 17 Mei, menurut Badan Informasi Energi (EIA) pada hari Rabu kemarin.

Dari sisi pasokan, jumlah rig minyak, indikator awal produksi di masa depan, tidak berubah pada 497 minggu ini, menurut perusahaan jasa energi Baker Hughes.

Sementara itu, pasar sedang menunggu pertemuan online kelompok produsen OPEC+ yang terdiri dari Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak dan sekutunya pada tanggal 2 Juni untuk membahas apakah akan memperpanjang pengurangan produksi minyak secara sukarela sebesar 2,2 juta barel per hari.

Para analis sebagian besar mengantisipasi bahwa pengurangan produksi saat ini akan diperpanjang setidaknya hingga akhir September.

Rusia, dalam pengakuan yang jarang terjadi mengenai kelebihan produksi minyak, mengatakan pada minggu ini bahwa mereka melampaui kuota produksi OPEC+ pada bulan April karena "alasan teknis," sebuah kejutan yang menurut para analis dan sumber industri menunjukkan tantangan Moskow dalam membatasi produksi.

Sementara itu, Venezuela menargetkan produksi minyak sebesar 1,23 juta barel per hari (bpd) pada bulan Desember, meningkat sekitar 290.000 barel per hari dibandingkan awal tahun ini, menyusul penambahan rig pengeboran, menurut Menteri Perminyakan Pedro Tellechea.

Berdasarkan keterangan Komisi Perdagangan Berjangka Komoditas AS (CFTC) pada hari Jumat kemarin, manajer keuangan menaikkan posisi net long minyak mentah berjangka AS dan posisi opsi dalam pekan hingga 21 Mei.

Kemudian, kematian Presiden Iran Ebrahim Raisi yang tewas dalam kecelakaan helikopter pada Minggu (20/5/2024), tidak berpengaruh besar terhadap pergerakan harga minyak.

Meskipun, Iran masuk dalam jajaran produsen minyak terbesar di dunia di urutan ke tujuh pada tahun 2023.

Berdasarkan data Energy Information Administration (EIA) Amerika Serikat (AS), pada tahun 2023 Iran mampu memproduksi minyak mentah sebesar 3,6 juta barel perharinya.

Namun pasar justru tidak terpengaruh oleh negara penghasil minyak utama setelah presiden Iran meninggal dalam kecelakaan helikopter.

Kebijakan perminyakan Iran seharusnya tidak terpengaruh oleh kematian mendadak presiden tersebut karena Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ali Khamenei memegang kekuasaan tertinggi yang berhak memutuskan semua urusan negara.


CNBC Indonesia Research

research@cnbcindonesia.com

(saw/saw)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation