Risalah The Fed Bikin Geger Pasar Asia Hingga AS, Kenapa?

Revo M, CNBC Indonesia
23 May 2024 12:29
federal reserve
Foto: Reuters

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank sentral Amerika Serikat (AS) The Fed telah merilis hasil Federal Open Meeting Committee (FOMC) minutes pada Kamis dini hari (23/5/2024) waktu Indonesia yang menunjukkan kekhawatiran dari para pengambil kebijakan tentang kapan saatnya untuk melakukan pelonggaran kebijakan.

Pertemuan tersebut menyusul serangkaian data yang menunjukkan inflasi masih lebih tinggi dari perkiraan para pejabat The Fed sejak awal tahun ini. Sejauh ini, The Fed masih menargetkan inflasi melandai 2%.

"Para pejabat mengamati bahwa meskipun inflasi telah menurun selama setahun terakhir, namun dalam beberapa bulan terakhir masih kurang ada kemajuan menuju target 2%" demikian isi risalah The Fed.

Risalah juga menjelaskan bahwa "Sebagian pejabat menyatakan kesediaan-nya untuk memperketat kebijakan lebih lanjut guna mengatasi risiko inflasi yang masih panas"

Beberapa pejabat Fed, termasuk Ketua Fed Jerome Powell dan Gubernur Christopher Waller, sejak pertemuan tersebut mengatakan bahwa mereka masih meragukan langkah selanjutnya yang akan diambil adalah kenaikan suku bunga.

FOMC dengan suara bulat memutuskan pada pertemuan tersebut untuk mempertahankan suku bunga acuan pinjaman jangka pendek di kisaran 5,25%-5,5% yang merupakan level tertinggi dalam 23 tahun terakhir.

"Para peserta menilai bahwa mempertahankan kisaran target suku bunga dana federal pada pertemuan ini didukung oleh data antar-pertemuan yang menunjukkan berlanjutnya pertumbuhan ekonomi yang solid," ungkap risalah tersebut.

Risiko Kenaikan Inflasi

Pejabat Fed pada pertemuan tersebut mencatat beberapa risiko positif terhadap inflasi, terutama dari peristiwa geopolitik, dan mencatat tekanan inflasi terhadap konsumen, terutama mereka yang berada pada skala upah yang lebih rendah.

Inflasi yang masih panas ini lebih lanjut terefleksi pada kondisi keuangan masyarakat yang berpenghasilan rendah.

"Banyak peserta mencatat tanda-tanda bahwa keuangan rumah tangga berpendapatan rendah dan menengah semakin berada di bawah tekanan, yang oleh para peserta dilihat sebagai risiko penurunan terhadap prospek konsumsi," kata risalah tersebut.

"Mereka menunjuk pada peningkatan penggunaan kartu kredit dan layanan beli sekarang bayar nanti (pay-later services), serta peningkatan tingkat tunggakan untuk beberapa jenis pinjaman konsumen."

Berkurangnya Ekspektasi Penurunan Suku Bunga

Ekspektasi pemangkasan suku bunga The Fed semakin sulit terjadi di tahun ini.

Gubernur Fed Waller pada hari Selasa lalu mengatakan bahwa meskipun ia tidak memperkirakan FOMC harus menaikkan suku bunga, ia memperingatkan bahwa ia perlu melihat data yang baik dalam "beberapa bulan" sebelum memutuskan untuk menurunkan suku bunga.

Sedangkan di pekan sebelumnya, Ketua The Fed, Jerome Powell mengemukakan sentimen yang tidak terlalu hawkish, meskipun ia menyatakan bahwa The Fed "harus bersabar dan membiarkan kebijakan restriktif melakukan tugasnya" karena inflasi tetap tinggi.

Sementara survei dari CME FedWatch Tool menunjukkan proyeksi pasar perihal pemangkasan suku bunga The Fed menjadi hanya terjadi satu kali yakni pada September 2024 sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 5,00-5,25%.

CMEFoto: Meeting Probabilities
Sumber: CME FedWatch Tool

Wall Street Hingga Bursa Asia di Zona Merah

Pasca FOMC Minutes dirilis, pasar berisiko tinggi mengalami depresiasi termasuk juga saham baik di bursa AS maupun Asia.

Dow Jones Industrial Average (DJI) koreksi 201,95 poin, atau 0,51% menuju 39.671,04. S&P 500 kehilangan 14,40 poin atau 0,27% menjadi 5.307,01. Sementara Nasdaq Composite turun 31,08 poin atau 0,18% ke posisi 16.801,54.

Begitu pula dengan beberapa bursa Asia yang mengalami penurunan.

Sebagai contoh di awal perdagangan Kospi Korea Selatan turun 0,33%, S&P/ASX 200 Australia kehilangan sekitar 0,8%. Indeks Hang Seng Hong Kong merosot 1,54%, sedangkan indeks CSI 300 turun 0,38%.

"Mengingat penurunan suku bunga tidak mungkin dilakukan, penjual biasanya akan bersemangat, tetapi karena Ketua Powell secara resmi tidak memperhitungkan kenaikan suku bunga, pasar akan berfluktuasi berdasarkan faktor-faktor lain," kata kepala investasi di Independent Advisor Alliance, Chris Zaccarelli.

CEO AXS Investments di New York, Greg Bassuk juga mengatakan bahwa higher for longer adalah pemicu tekanan terhadap pasar saat ini.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(rev/rev)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation