CNBC Indonesia Research

Lapor Pak Jokowi! Ekonomi RI Tumbuh 5,11% Tapi Banyak Kabar Buruk Nih

Revo M, CNBC Indonesia
06 May 2024 18:50
Pengunjung memadati Pasar Tanah Abang, Jakarta, Rabu (3/4/2024). Memasuki H-7 hari raya Idul Fitri 1445 Hijriah Pasar Tanah Abang yang menjadi salah satu destinasi sentra fesyen mulai dipadati pengunjung. (CNBC Indonesia/Faisal Rahman)
Foto: (CNBC Indonesia/Faisal Rahman)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pertumbuhan ekonomi Indonesia menembus 5,11% (year on year/yoy) pada kuartal I-2024. Pertumbuhan ditopang oleh konsumsi dan belanja pemerintah.

Badan Pusat Statistik (BPS) hari ini, Senin (6/5/2024) juga mengumumkan ekonomi Indonesia terkontraksi 0,83% (quartal to quartal/qtq) pada Januari-Maret 2024. 

Sebagai catatan, besaran realisasi Produk Domestik Bruto (PDB) kuartal I-2024 sejalan dengan konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia dari 12 institusi. Konsensus memperkirakan pertumbuhan ekonomi mencapai 5,09%.

Dari data BPS, perekonomian Indonesia berdasarkan besaran PDB atas dasar harga berlaku triwulan I-2024 mencapai Rp5.288,3 triliun dan atas dasar harga konstan 2010 Rp3.112,9 triliun.

Pertumbuhan sebesar 5,11% pada kuartal I-2024 adalah yang tertinggi sejak kuartal III-2023 atau tiga kuartal terakhir.

"Ini merupakan pertumbuhan ekonomi kuartal I tertinggi sepanjang periode 2019 sampai 2024," kata Plt Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia Adininggar Widyasanti saat konferensi pers di kantornya, Jakarta, Senin (6/5/2024).

Sementara jika ditarik lebih jauh, ekonomi Indonesia yang tumbuh 5,11% (yoy) ini merupakan yang tertinggi untuk kuartal I sejak 2014 mengingat saat itu pertumbuhan PDB sebesar 5,12%.

Amalia mengatakan penyumbang utama pertumbuhan ekonomi dari sisi pengeluaran adalah konsumsi rumah tangga dan Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB). Ini didorong oleh momen Lebaran dan Pemilu 2024.

Adapun, sumber sumber pertumbuhan kuartal I-2024 tetap konsumsi rumah tangga yang mencapai 4,91% dan konstribusinya mencapai 54,93%. Konsumsi rumah tangga lebih tinggi dibandingkan pada kuartal IV-2023 yakni 4,47% (yoy).

"Kontribusi ini meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya atau tahun lalu," ungkap Amalia. Sementara itu, PMTB tumbuh 3,79% dan kontribusinya mencapai 29,31%.

Di samping porsi konsumsi rumah tangga yang cukup besar terhadap PDB, konsumsi rumah laju pertumbuhannya pun cenderung mengalami kenaikan khususnya pasca pandemi Covid-19 melanda Indonesia.

Pada kuartal I-2020, pertumbuhan konsumsi rumah tangga bahkan berada dalam teritori negatif dan dilanjutkan pada kuartal I-2021 yang masih menurun.

Namun pada kuartal I-2022 dan 2023, laju pertumbuhan konsumsi rumah tangga terus mengalami kenaikan seiring semakin membaiknya kondisi perekonomian negara serta masyarakat.

Daya beli masyarakat juga kembali membaik pada kuartal I-2024 bersamaan dengan masa Idul Fitri serta Ramadhan dan libur panjang.

Momen tersebut juga diikuti dengan pembagian Tunjangan Hari Raya (THR) oleh perusahaan sehingga pendapatan masyarakat mengalami kenaikan. Alhasil konsumsi masyarakat pun turut mengalami lonjakan.

Konsumsi Rumah Tangga Tak Kencang di Tengah Ramadhan dan Pemilu

Kendati kenaikan tersebut terjadi, namun laju pertumbuhan konsumsi rumah tangga belum sebesar pada saat sebelum pandemik covid-19 atau kuartal I-2019. Pada saat itu, laju pertumbuhan konsumsi rumah tangga sebesar 5,02% yoy. 
Kendati menguat, pertumbuhan konsumsi rumah tangga juga masih lebih rendah dibandingkan data historisnya yakni 5%. Padahal, pada periode Januari-Maret 2024 terdapat momen pemilihan umum dan Ramadhan.

Sebagai catatan, awal Ramadhan 2024 jatuh pada 12 Maret 2024 sementara pemilu legisltaif dan presiden berlangsung pada 14 Februari 2024. Periode kampanye sendiri berlangsung sejak 28 November 2023 hingga 10 Februari 2024.

BCA dalam laporannya Momentary sugar high menjelaskan penurunan konsumsi disebabkan oleh melemahnya daya beli masyarakat akibat lonjakan harga pangan. Data BPS menunjukkan inflasi pada periode Januari-Maret 2024 tercatat 0,93%. Inflasi pada periode tersebut adalah yang tertinggi sejak Januari-Maret 2018.

Inflasi harga bergejolak yang didominasi bahan pangan bahkan menembus 3,7%. Harga beras bahkan terus mencetak rekor hingga kuartal I-2024 dan sempat menembus Rp 16.400 yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Beras adalah makanan utama jutaan masyarakat Indonesia dan menjadi salah satu porsi terbesar pengeluaran warga RI.Lonjakan harga beras tentu saja akan membuat daya beli tertekan.

Inflasi harga barang bergejolak (volatile food) terpantau terus mengalami kenaikan secara bulanan (month to month/mtm) bahkan sejak Agustus 2023.

Lebih lanjut, pada awal tahun ini, inflasi volatile food mengalami kenaikan 0,01% mtm, lalu 1,53% mtm pada Februari, dan kembali naik 2,16% mtm sehingga secara kumulatif, hanya dalam kurun waktu tiga bulan, kenaikan inflasi volatile food telah menyentuh 3,7%.

Hal ini tergolong parah karena tidak pernah terjadi dalam 10 tahun terakhir sejak 2013 yang pada saat itu inflasi volatile food secara kumulatif mengalami kenaikan lebih dari 8%.

Pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini masih akan cukup menantang mengingat jika inflasi khususnya barang bergejolak tidak mampu diatasi, maka daya beli masyarakat akan semakin berkurang.

Hal ini berujung pada tertekannya pertumbuhan ekonomi Indonesia apalagi kondisi global masih belum cukup stabil, baik dari sisi geopolitik maupun perekonomian global yang belum cenderung belum dalam performa terbaiknya di tengah tingginya suku bunga di berbagai negara akibat inflasi yang sulit dikendalikan.

Data di atas menunjukkan kenaikan pertumbuhan kelompok konsumsi hanya pada kelompok makaan dan minuman selain restoran serta kelompok perumahan dan perlengkapan rumah tangga.

Kenaikan kelompok makanan dan minuman, selain restoran sejalan dengan lonjakan permintaan selama Ramadhan.
Sebagai catatan, awal Ramadhan jatuh pada 12 Maret 2024 dan berakhir pada 10 Mei 2024.

Beberapa sektor yang terkait Lebaran justru melemah. Salah satunya adalah konsumsi pada kelompok pakaian, alas kaki, dan jasa perawatannya.
Pada kuarta I-2024, kelompok tersebut hanya tumbuh 1,72% atau terendah kuartal IV-2021 di mana pada periode tersebut masih terjadi pandemi.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(rev/rev)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation