
Ekonomi Israel Babak Belur: Utang Melonjak - Mata Uang Ambles

Jakarta, CNBC Indonesia - Ketegangan geopolitik yang terjadi di Israel melawan Hamas dan Iran memberikan tekanan berat bagi ekonomi Israel. Pertumbuhan ekonomi anjlok, mata uang melemah, dan tingkat utang negaranya yang semakin membengkak untuk membiayai perang.
Lantas, bagaimana dampak perang yang terjadi di Israel terhadap perekonomian negaranya?
1. Kejatuhan Ekonomi Israel
Ekonomi Israel mengalami kontraksi PDB sebesar 21% pada kuartal keempat 2023. Kontraksi ini adalah yang pertama sejak kuartal I-2022 atau enam kuartal. Jatuhnya PDB Israel menandakan tantangan ekonomi yang dihadapi oleh negara tersebut di tengah terjadinya konflik di Timur Tengah.
Kejatuhan ekonomi Israel yang berlangsung pada kuartal-IV 2023 bersamaan dengan mulai pecahnya perang pada 7 Oktober 2023. Sejak saat itu, ketegangan geopolitik Israel menyebabkan terganggunya ekonomi negara tersebut.
Nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Israel pada harga konstan menunjukkan penurunan menjadi Israeli New Shekel (ILS) 389,067 miliar atau setara dengan Rp 1.672,9 triliun dari ILS 412,16 miliar juta (Rp 1.772,3 triliun) pada kuartal sebelumnya. (Kurs: Rp 4.300/ILS)
2. Mata Uang Israel Ambruk
Mata uang Israel, Shekel, mengalami pelemahan akibat perang dan ketegangan geopolitik yang terjadi. Pada awal serangan Oktober 2023, Shekel tembus ILS4/US$. Nilai merupakan yang terburuk sejak 2012. Dalam setahun terakhir, mata uang shekel sudah ambruk 4,2%.
Mengutip Refinitiv, Shekel menyentuh ILS 4,07/US$ pada Oktober 2023. Meski demikian, mata uang Israel sudah menunjukkan perbaikan seiring dengan ketegangan yang tidak menunjukkan perluasan.
Tak lama berselang, Israel kembali berkonflik dengan Iran yang membuat mata uangnya kembali melemah. Namun, pelemahan yang terjadi tidak memberikan efek seburuk dengan konflik dengan Hamas.
Selain itu, terdapat keyakinan pelaku pasar bahwa konflik tidak akan meluas di luar kendali. Investor percaya "bahwa seluruh konflik melawan Iran tidak akan meningkat di luar kendali," kata Jonathan Katz, kepala ekonom di Leader Capital Markets yang dikutip dari Reuters.
3. Israel Boros Belanja Perang, Harus Ditutup Utang?
Israel mencatatkan defisit anggaran pemerintah sebesar 4,20% dari PDB atau setara dengan ILS 77,5 miliar atau sekitar Rp 333,25 triliun. . Nilai ini berbalik arah dibanding periode 2022 yang mencatatkan belanja pemerintah di level positif 0,62% dari PDB. Defisit salah satunya disebabkan kenaikan belanja perang yang mencapai ILS 30 miliar untuk 2023 atau sekitar Rp 129 triliun.
Namun, anggaran untuk kompensasi dan mitigasi dampaknya lebih besar dari itu. Dikutip dari Reuters, Gubernur bank sentral Israel, Amir Yaron, memperkirakan perang di Gaza membuat Israel merugi sekitar ILS 210 miliar atau sekitar Rp 903 triliun. Termasuk dalam hal ini adalah kerugian kehilangan pendapatan masyarakat Israel serta biaya perang.
Perang Israel Hamas mengakibatkan utang Israel melonjak dua kali lipat pada 2023. Israel harus menambah utang 160 miliar shekel (US$43 miliar) atau setara dengan Rp 696,6 triliun utang pada 2023. Utang Israel separuhnya, sebesar 81 miliar shekel, terkumpul sejak pecahnya perang pada Oktober, demikian disampaikan dalam laporan kementerian yang dikutip dari Reuters.
Total utang mencapai 62,1% dari produk domestik bruto pada tahun 2023, naik dari 60,5% pada tahun 2022 karena lonjakan pengeluaran perang dan diperkirakan akan mencapai 67% pada 2024.
Israel bulan lalu berhasil mengumpulkan rekor US$8 miliar dalam penjualan obligasi internasional pertamanya sejak serangan Hamas pada 7 Oktober, dengan permintaan yang sangat tinggi bahkan setelah Moody's menurunkan peringkat kredit kedaulatan Israel untuk pertama kalinya pada Februari.
Pemerintah pada 2023 mengumpulkan sekitar 116 miliar shekel, atau 72% dari total, di dalam negeri, dengan 25% dipinjam dari luar negeri dan sisanya dalam utang lokal yang tidak dapat diperdagangkan.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(mza/mza)