Dolar Perkasa! Mata Uang Asia Kompak Anjlok

Susi Setiawati, CNBC Indonesia
12 April 2024 18:20
Petugas menghitung uang di tempat penukaran uang Dolar Asia, Melawai, Blok M, Jakarta, Selasa, (3/10). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Petugas menghitung uang di tempat penukaran uang Dolar Asia, Melawai, Blok M, Jakarta, Selasa, (3/10). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pergerakan mata uang asia lagi-lagi kembali cenderung melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan hari ini Jumat (12/4/2024) hingga pukul 17.15 WIB.

Dilansir dari trading economic, Rupiah Indonesia kembali melemah dengan menyentuh level psikologis baru US$16.000/US$1. Pada perdagangan Jumat (12/4/2024) pukul 17.15 WIB rupiah bergerak melemah 0,68% di level Rp16.114/US$1.

Dari delapan mata uang asia diatas, hanya Bath Thailand yang masih bertahan di zona hijau. Sementara sisanya bergerak melemah.

Penguatan dolar AS hingga level 105 didorong dengan pesimisme para pelaku pasar terhadap keputusan The Federal Reverse (The Fed) akan memangkas suku bunga pada kuartal II 2024 atau Juni mendatang.

Hal ini dibuktikan pada beberapa pertumbuhan ekonomi AS yang signifikan. Data hari Kamis menunjukkan indeks harga produsen (PPI) naik 0,2% bulan ke bulan di bulan Maret, dibandingkan dengan kenaikan 0,3% yang diperkirakan oleh para ekonom yang disurvei oleh Reuters. Secara tahunan, angka tersebut naik 2,1%, dibandingkan perkiraan kenaikan 2,2%.

Selain itu, pada laporan terpisah menunjukkan 211.000 klaim pengangguran awal AS untuk pekan yang berakhir 6 April, dibandingkan dengan perkiraan sebesar 215.000, mencerminkan ketatnya pasar tenaga kerja yang terus-menerus. Dolar nyaris tidak merespons karena investor fokus pada inflasi.

Inflasi AS di luar dugaan menanjak ke 3,5% (year on year/yoy) pada Maret 2024, dari 3,2% pada Februari 2024. Inflasi inti - di luar makanan dan energi -stagnan di angka 3,8%.

Data tenaga kerja AS juga menunjukkan ada penambahan tenaga kerja hingga 303.000 untuk non-farm payrolls. Angka ini jauh di atas ekspektasi pasar yakni 200.000.

Lonjakan inflasi AS dan masih panasnya data tenaga kerja AS ini menimbulkan kekhawatiran jika bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed) akan menahan suku bunga lebih lama.

Perangkat CME FedWatch Tool menunjukkan pelaku pasar kini bertaruh 23,6% jika The Fed akan memangkas suku bunga pada Juni 2024. Angka ini turun drastis dibandingkan dua pekan lalu yang mencapai 70%an.


CNBC Indonesia Research

[email protected]

(saw/saw)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation