
Harga Minyak Melejit, Rupiah Ambruk! Awas Bom Waktu RI Bisa Meledak

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak mentah terbang ke level tertinggi sejak Oktober 2023 sementara rupiah jatuh ke level terlemah sejak awal November 2023. Dua kondisi ini bisa membuat anggaran subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) membengkak.
Merujuk pada Refinitiv, harga minyak brent pada hari ini, Kamis (4/4/2024), ada di posisi US$ 89,52 per barel. Sementara itu, harga minyak WTI tercatat US$ 85,61 per barel. Posisi tersebut adalah yang tertinggi sejak 20 Oktober 2023 atau lima bulan terakhir.
Harga tersebut sudah jauh di atas harga Indonesia Crude Price (ICP) di APBN 2024 yang ditetapkan sebesar US$ 82 per barel.
Bila dihitung, rata-rata harga minyak brent sepanjang tahun ini tercatat US$ 82,17 per barel sementara rata-rata harga minyak WTI adalah US$ 77, 36per barel.
Merujuk data Kementerian ESDM, rata rata Indonesi Crude Price (ICP) Januari-Maret 2024 ada di angka US$ 80,3/barel. Rata-rata harga minyak dan ICP semakin mendekati dari asumsi makro yang ditetapkan ddalam APBN 2024 yakni US$ 82 per barek.
Sebaliknya, rupiah makin jeblok. Merujuk data Refinitiv, rupiah kini ada di posisi Rp 15.910 per barel atau level terendahnya dalam empat tahun terakhir.
Lonjakan harga minyak dan jebloknya rupiah bisa berimplikasi besar kepada anggaran BBM mengingat dua variable tersebut menjadi dasar perhitungan alokasi.
Jika harga minyak terus naik dna rupiah melemah maka pemerintah akan dihadapkan pada dua posisi sulit yakni menaikkan harga BBM subsidi atau memilih menahan harga BBM tapi anggaran berisiko jeblok.
Sebagai catatan, pemerintah sendiri menaikkan harga BBM berdasarkan formulasi tertentu.
Keputusan Menteri ESDM Nomor 19 K/10/MEM/2019 tentang Formula Harga Dasar dalam Perhitungan Harga Jual Eceran Jenis Bahan Bakar Minyak menjelaskan formula harga menggunakan rata-rata harga publikasi Mean of Platts Singapore (MOPS) dengan satuan USD/barel periode tanggal 25 pada 2 bulan sebelumnya sampai dengan tanggal 24, 1 bulan sebelumnya untuk penetapan bulan berjalan.
Sementara itu, anggaran subsidi BBM ditetapkan sebesar Rp 113,3 triliun pada tahun ini. Jumlah tersebut lebih rendah dibandingkan pada 2023 sebesar Rp 139,4 triliun.
Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan pemerintah terus memonitor pergerakan rupiah yang terus melemah.
""Kita monitor aja, biasa fluktuasi normal-normal saja," kata Airlangga saat ditemui di kantornya, Jakarta, Rabu (3/4/2024).
Dia menambahkan pemerintah tidak menentukan kebijakan subsidi BBM berdasarkan pergerakan harian. Menurutnya, semuanya harus dilihat dalam jangka menengah.
"Tentu kita lihat jangka yang lebih menengah lagi, kalau efek harian kita monitor lagi," imbuhnya.
Subsidi Bengkak Terus
Realisasi subsidi BBM menjadi polemik tiap tahun karena realisasinya hampir selalu lebih tinggi dibandingkan alokasi. Subsidi BBM bahkan seperti "bom waktu" yang bisa meledak setiap saat dan membahayakan kesehatan APBN.
Realisasi subsidi BBM tetap menjadi beban meskipun Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberlakukan kebijakan baru di awal pemerintahannya pada 2015.
Sebagai catatan, sebelum 2015, pemerintah menanggung subsidi premium dengan menetapkan harga per liternya. Pemerintah akan menanggung selisih harga keekonomian dengan harga yang dijual PT Pertamina. Cara tersebut dianggap membuat anggaran jebol karena subsidi rawan bengkak oleh kenaikan harga minyak Indonesia /ICP, pelemahan rupiah, hingga over kuota.
Pada 2012, misalnya, realisasi subsidi BBM jebol menjadi Rp 211,9 triliun, jauh di atas alokasinya yang ditetapkan sebesar Rp 137,4 triliun. Pada 2013, realisasi subsidi BBM menembus Rp 210 triliun, lebih tinggi dari alokasinya (Rp 199,9 triliun).
Sejak 1 Januari 2015, penentuan harga BBM mengacu pada fluktuasi harga minyak dunia yang dievaluasi pada periode tertentu tetapi harga BBM tetap ditetapkan pemerintah.
Dengan harga yang masih ditetapkan maka Pertamina sebagai distributor BBM tidak bisa menetapkan harga sesuai harga pasar terkini. Harga Pertalite, misalnya, tidak pernah naik sejak 2018- September 2022. Pembengkakan subsidi pun terus terjadi.
Sepanjang 15 tahun terakhir (2009-2023), hanya enam kali realisasi BBM di bawah alokasi yang ditetapkan yakni pada 2009, 2010, 2014, 2015, 2019, dan 2024. Pada periode tersebut, asumsi makro untuk ICP jauh di bawah yang ditetapkan.
Dalam catatan pemerintah, realisasi subsidi BBM dan Liquified Petroleum Gas (LPG) 3 Kg pada periode 2009-2023 mencapai Rp 1.400,7 triliun, lebih tinggi daripada alokasinya sebesar yang ditetapkan yakni Rp 1.1796,63 triliun.
Pembengkakan luar biasa juga terjadi pada 2022 di mana realisasi subsidi BBMdan kompensasinya menembus Rp 422,8 triliun. Angka tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan alokasinya yang hanya Rp 149,4 triliun serta setara dengan 13,6% dari total belanja negara 2022.
Pembengkakan salah satunya karena ada perubahan kebijakan yakni Pertalite menjadi JenisBahan Bakar Khusus Penugasan (JBKP) sehingga disubsidi.
Pemerintah akhirnya menaikkan harga BBM, termasuk Pertalita, pada awal September 2022 karena semakin membengkaknya subsidi.
Realisasi subsidi BBM dan LPG Tabung 3 Kg mencapai Rp78,20 triliun per akhir November 2023.Anggaran tersebut belum termasuk pembayaran kewajiban kompensasi BBM dan listrik Rp116,66 triliun.
CNBC INDONESIA RESEARCH
[email protected]