Diam-Diam Ada yang Tersenyum Karena Rupiah Melemah

Tasya Natalia, CNBC Indonesia
04 April 2024 12:25
Ilustrasi dolar Amerika Serikat (USD). (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)
Foto: Ilustrasi dolar Amerika Serikat (USD). (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah sempat ambruk pada perdagangan hingga mendekati level psikologis Rp 16.000. Pelemahan rupiah tidak selamanya berdampak negatif karena ada sejumlah perusahaan yang justru diuntungkan oleh pelemahan rupiah.

Ada sejumlah emiten di Bursa Efek Indonesia (BEI) yang ternyata mendapat berkah dari kondisi rupiah yang terpuruk di hadapan dolar Amerika Serikat (AS).

Melansir data Refinitiv hingga perdagangan Kamis (4/4/2024) rupiah masih menyentuh level Rp15.900/US$. Rupiah memang menguat 0,1% dibandingkan pada penutupan perdagangan Rabu (3/4/2024). Kendati demikian, posisi rupiah saat ini kian menyamai level terparah sejak 27 Oktober 2023 atau lebih dari empat bulan.

Pelemahan rupiah ditengarai oleh sejumlah risiko, mulai dari eksternal seperti menurunnya peluang pemangkasan suku bunga AS lantaran kondisi ekonomi yang masih kuat, hingga dari internal terkait net outflow yang berlanjut akibat repatriasi dividen dan sidang sengketa Pilpres di Mahkamah Konstitusi (MK).

Kepala Departemen Pengelolaan Moneter Bank Indonesia (BI), Edi Susianto menjelaskan salah satu faktor yang membuat rupiah melemah yakni menurunnya optimisme pelaku pasar perihal pemangkasan suku bunga AS tahun ini.

Hal ini terjadi akibat kuatnya data ekonomi AS belakangan ini, khususnya dari inflasi AS yang mengalami kenaikan menjadi 3,2% (year-on-year/yoy) pada Februari 2024, hingga data ketenagakerjaan yang masih cukup kuat ditandai dengan unemployment rate yang masih berada di angka 3,9%.

Selain faktor eksternal, pelemahan rupiah juga disebabkan oleh kondisi dalam negeri. Di antaranya adalah tingginya permintaan dolar AS menjelang lebaran, outflow di pasar Surat Berharga Negara (SBN) hingga inflasi yang kembali naik.

Adapun perdagangan pasar pada pekan sebelum libur panjang Lebaran Idul Fitri 1445 H cenderung memicu investor masif melakukan aksi profit taking, terutama di pasar saham RI.

Dari sisi politik dalam negeri juga masih diselimuti sentimen sidang sengketa Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) di Mahkamah Konstitusi. Hal ini memberikan tekanan terhadap ketidakpastian politik.

Dengan kondisi rupiah yang semakin tertekan di hadapan dolar AS, lantas sektor atau emiten apa saja yang akan diuntungkan?

Menilai dari karakteristik utama emiten yang akan diuntungkan ketika rupiah melemah adalah yang mendapatkan penghasilan dari penjualan ekspor sehingga banyak melakukan transaksi dengan dolar AS.

Bahkan, beberapa perusahaan kemudian mencatatkan laporan keuangan-nya dengan denominasi dolar AS.

Sektor Komoditas - Kertas

Emiten yang banyak ekspor ini biasanya di sektor komoditas, salah satunya di komoditas kertas ada duo emiten dari grup Sinarmas, PT Indah Kiat Pulp & Paper Tbk (INKP) dan PT Pabrik Kertas Tjiwi Kimia Tbk (TKIM).

Kedua emiten tersebut pada sepanjang 2023 mencatatkan penjualan ekspor lebih dari 50%. Berikut perbandingannya :

Harga saham TKIM dan INKP selama sebulan terakhir sudah naik cukup signifikan, masing-masing sebesar 10,99% dan 12,03%.

Selain diuntungkan karena prospek penjualan meningkat seiring porsi ekspor yang besar. TKIM dan INKP juga mendapat berkah dari pemulihan harga pulp & paper di pasar global. Melansir data trading economics, harga kraft pulp telah melonjak 7.22% sejak awal 2024.

Sektor Komoditas - Energi (Migas dan Batubara)

Sektor komoditas seperti energi yang meliputi minyak dan gas (migas) dan batubara juga potensi diuntungkan ketika rupiah melemah.

Pasalnya, penjualan masih ditopang ekspor dan/atau mayoritas transaksi dalam laporan keuangan dicatatkan dengan denominasi dolar AS.

Ibu dari komoditas yakni minyak mentah juga terpantau menguat, pada perdagangan Kamis (4/4/2024) hingga pukul 09:00 WIB, harga minyak mentah jenis Brent menguat 0,27% ke posisi harga US$ 89,59 per barel.

Sedangkan untuk jenis light sweet atau West Texas Intermediate (WTI) bertambah 0,28% menjadi US$ 85,67 per barel. Selama sebulan harga acuan dua minyak mentah tersebut telah melonjak lebih dari 10%.

Jika melirik harga komoditas energi lain seperti gas dan batubara, saat ini trennya berbalik arah dibandingkan minyak. Kendati begitu, kenaikan harga minyak mentah seharusnya bakal menjadi pemicu harga energi substitusi lainnya

Tak hanya itu, peralihan ke energi baru terbarukan (EBT) juga memberikan eksposur investasi yang lebih tinggi sejalan dengan tujuan mencapai net zero emission pada 2060 mendatang, beberapa perusahaan energi bahkan membuat lini bisnis baru untuk menambah portofolio pendapatan agar tak hanya mengandalkan energi fosil.

Beberapa perusahaan yang berfokus pada renewable energy seperti PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO), PT Barito Pacific Tbk (BRPT) beserta anak usahanya yakni PT Barito Renewable Energy Tbk (BREN), serta PT Medco Energy International Tbk (MEDC) yang juga masuk ke energi ramah lingkungan melalui anak usahanya PT Medco Power.

Untuk emiten yang fokus di bisnis gas ada PT Pertamina Gas Negara Tbk (PGAS) dan PT Rukun Raharja Tbk (RAJA). Sementara untuk emiten batubara ada PT Adaro

Energy Indonesia Tbk (ADRO), PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG), PT Bukit Asam Tbk, dan lain-lain.

Emiten lain yang ditopang ekspor

Selanjutnya emiten lain-nya yang akan diuntungkan dari pelemahan rupiah adalah yang bisnisnya ditopang oleh kinerja ekspor. Salah satunya, PT Mayora Indah Tbk (MYOR).

Perusahaan produsen permen Kopiko ini memang terkenal mengandalkan ekspor sebagai penopang bisnisnya. Total kontribusi ekspor terhadap pendapatan mencapai 43,5% atau setara Rp13 triliun pada 2023.

Jumlah tersebut bahkan bertumbuh positif sebesar 3,6% secara tahunan (yoy). Negara-negara utama yang berkontribusi terhadap ekspor ini termasuk Tiongkok, Korea Selatan, Filipina, Thailand, Vietnam, Malaysia, dan negara-negara Asia Tenggara lainnya.

CNBC INDONESIA RESEARCH

Sanggahan : Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.

(tsn/tsn)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation